ZUHUD
Zuhud secara bahasa berarti sesuatu yang sedikit, tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Jadi, zuhud berarti meninggalkan dari kesenangan dunia untuk lebih mementingkan ibadah. Orang yang melakukan zuhud disebut dengan zāhid.
Dalam kaitannya dunia, zuhud diartikan meninggalkan dunia dan
menganggap dunia adalah hal yang hina. Meskipun demikian perlu diingat,
perilaku zuhud bukan berarti tidak memperhatikan urusan duniawi, atau bukan
berarti tidak memiliki harta dan mengasingkan diri dari dunia. Para ulama
menjelaskan bahwa hal tersebut bukanlah maksud dari zuhud.
Menurut Abu Sulaiman ad-Darani, zuhud adalah meninggalkan sesuatu
yang dapat menyibukkan diri kita sehingga melalaikan Allah. Dengan hata lain
menurut Abu Said bin al-A’rabi dari para gurunya, zuhud adalah mengeluarkan
kemuliaan harta dari dalam hati kita, maksudnya harta yang dimiliki tidak
menjadikan hati ini jauh dan lalai dari Allah. Bahkan ulama lain menambahkan
bahwa harta yang kita miliki harusnya dapat menjadi sarana/alat mendekatkan
diri kepada Allah.
Raghib al-Ishfahani menjelaskan bahwa zuhud bukan berarti meninggalkan
usaha untuk menghasilkan sesuatu, seperti yang banyak disalahpahami orang,
karena yang seperti itu mengantarkan pada kerusakan alam dan bertentangan
dengan takdir dan peraturan Allah. Menurutnya, orang yang zuhud terhadap dunia
adalah orang yang cinta kepada akhirat, sehingga ia menjadikan dunia untuk
akhirat. Yakni menjadikan harta duniawi untuk kebutuhan dan keperluan akhirat.
Sehingga harta yang dimiliki dapat mengantarkan kebahagiaan dan manfaat baginya
di akhirat.
Haidar Bagir mengutip Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya
'Ulumuddin diriwayatkan bahwa suatu saat Rasulullah sedang berjalan bersama
para sahabat sampai di suatu tempat Rasulullah menunjuk kepada seonggokan
benda. Kemudian Rasulullah bertanya apa itu? Kemudian sahabat menjawab, ”Bangkai
anjing ya Rasul.” Rasul bertanya kembali kepada sahabat, “Bagaimana sikap
kalian terhadapnya?” Kami merasa jijik jawab para sahabat. Maka Rasulullah pun
bersabda, ”Begitulah seharusnya Sikap seorang mukmin terhadap dunia.”
Anjuran zuhud dalam bertasawuf dilatarbelakangi oleh keyakinan
halangan sufi bahwa manusia cenderung terlalu menihmati hal-hal yang bersifat
keduniaan yang mubah. Sehingga akhirnya dapat menyebabkan manusia terjerumus ke
sikap berlebihan sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Lebih lanjut Rasul juga menyebutkan salah satu bahaya seseorang
yang tidak berlaku zuhud, yaitu dapat dijangkiti penyakit wahn, sebagaimana
sabda beliau:
عَنْ ثَوْبَانَ قال: قال رسول اللهِ صم
يُوْشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ اِلَى
قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِدٍ قَالَ بَلْ اَنْتُمْ
كَثِيْرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ
السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ
عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ
وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِي قُلُوْبِكُمُ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُوْلُ اللهِ وَمَاالْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Artinya: “Dari Tsauban, ia berkata,”Rasulullah saw bersabda:
“Hampir- hampir bangsa-bangsa memperebutkan kalian (umat Islam), layaknya
memperebutkan makanan yang berada di mangkuk.” Seorang laki-laki berkata,
“Apakah kami waktu itu berjumlah sedikit?” beliau menjawab: “tidak, bahkan
jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak, namun kalian seperti buih di genangan
air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut kepada kalian, dan akan menanamkan
ke dalam hati kalian al-wahn.” Seseorang lalu berkata, “Wahai Rasulullah, apa
itu al-wahn?” beliau menjawab: “Cinta dunia dan takut mati.” (H.R. Abu
Dāwud)
Dalam Islam, cinta dunia bukan berarti meninggalkan harta duniawi.
Imam Ghazali dalam Kitab Ihya’ ‘Ulumudin menjelaskan bahwa zuhud bukan berarti
meninggalkan harta duniawi. Perilaku zuhud adalah seseorang mampu
mendapatkan/menikmati dunia tanpa menjadikan dirinya hina, tanpa menjadikan
nama baiknya buruk, tanpa mengalahkan kebutuhan rohani dan tanpa menjadikannya
jauh dari Allah.
Dalam hadis Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dzar al-Ghifari
disebutkan:
عن اَبِي ذَرٍّ عَن النبي صم
قال الزَّهَادَةُ فِي الدُّنيَا لَيْسَتْ بِتَحْرِيْمِ الْحَلَالِ وَلَا إِضَاعَةِ
الْمَالِ ولكنَّ الزَهَادَةَ في الدنيا أنْ
لَا تَكُوْنَ بِمَا فِي يَدَيْكَ اَوْ ثَقَ مِمَّا فِي يَدِ اللهِ وَاَنْ تَكُوْنَ
فِي ثَوَابِ الْمُصِيْبَةِ إِذَا اَنْتَ أُصِبْتَ بِهَا أَرْغَبَ فِيْهَا لَوْاَتَهَا
أُبْقِيَتْ لَكَ
Artinya: “Dari Abu Dzar al-Ghifari dari Nabi saw bersabda: zuhud
terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta.
Tetapi zuhud terhadap dunia adalah engkau lebih yakin terhadap kekuasaan Allah
daripada apa yang ada di tanganmu. Zuhud juga berarti ketika engkau tertimpa
musibah, engkau lebih mengharap mendapat pahala dari musibah itu daripada
dikembalikannya harta itu kepadamu.” (H.R. Al-Tirmidzī).
Dengan demikian, zuhud bukan dilihat dari pakaian atau harta apa
yang dimiliki seseorang, tetapi terkait cara memperoleh harta dunia dan menyikapi
harta tersebut sesuai tuntunan agama, seperti mencari harta secara halal, harta
yang dimiliki tidak menjadikan seseorang sombong dan jauh dari Allah.
Zuhud terhadap dunia sebagaimana yang diamalkan Rasulullah Saw. dan
para sahabat bukanlah mengharamkan hal-hal yang baik dan mengabaikan harta.
Selain itu orang yang zuhud tidak selalu identik dengan berpakaian yang kumal
penuh tambalan. Zuhud juga bukan duduk bersantai-santai di rumah menunggu
sedekah, karena sesungguhnya amal, usaha, dan mencari naKah yang halal adalah
ibadah yang akan mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Sehingga harta tidak
memperbudak dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar