Kisah Anjing dan Arab Badui Mengencingi Masjid di Masa Rasulullah
Dalam sejarah peradaban Islam, terbentang kisah-kisah penuh hikmah yang melampaui dimensi ruang dan waktu. Salah satunya, ada cerita yang tampaknya sederhana namun sarat makna tentang seekor anjing yang kencing di Masjid Nabawi di masa Rasulullah saw.
Peristiwa
ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, hadits Nomor 174, bersumber
dari Abdullah bin Umar. Kisah anjing
yang kencing di masjid dalam masa Rasulullah saw bukanlah sekadar cerita
tentang seekor hewan. Ia adalah cerminan keluhuran akhlak, kebijakan, dan
kearifan Nabi Muhammad saw yang patut kita jadikan teladan dalam menjaga
kesucian lahir dan batin, serta dalam bersikap terhadap sesama makhluk, tak
terkecuali mereka yang dianggap berbeda atau nista.
Suatu
hari, ketika Rasulullah tengah memimpin shalat jamaah di Masjid Nabawi, seekor
anjing masuk dan buang air sembarangan di sudut masjid. Para sahabat, dengan
kegeraman, hendak mengusir hewan itu. Melihat gelagat tak mengenakkan tersebut,
Rasulullah segera memerintahkan para sahabat untuk tenang dan membiarkan si
anjing menyelesaikan hajatnya. Shalat pun tetap dilanjutkan.
Setelah
sholat, Rasulullah tidak menghukum apalagi menghina anjing tersebut. Beliau
justru memerintahkan para sahabat untuk membersihkan bekas kencingnya dengan
air dan tanah. Tindakan Nabi ini sontak membuat para sahabat bertanya-tanya.
Mengapa beliau tidak mengeluarkan anjing itu, terlebih lagi di tempat suci
seperti masjid?
Dengan
penuh ketenangan, Rasulullah menjelaskan bahwa masjid memang merupakan tempat
ibadah yang harus disucikan. Namun, bukan dengan menghardik makhluk apalagi
menghukum makhluk tak berakal budi. Nabi bersabda;
قَالَ كَانَتِ الْكِلاَبُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فِي
زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ
ذَلِكَ
Artinya:
"Telah berkata, "Dahulu anjing-anjing kencing, mencium, dan berbalik
di dalam masjid pada masa Rasulullah saw, namun mereka tidak menyiramnya dengan
sesuatu pun dari itu."
Hadits
ini menjelaskan bahwa pada masa Rasulullah saw, anjing-anjing sering masuk ke
dalam masjid dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk kencing, menghadap, dan
membelakangi kiblat. Namun, para sahabat tidak menyiram air di tempat-tempat
yang telah dimasuki oleh anjing-anjing tersebut.
Sementara
itu, ada sebuah hadits dari riwayat Abu Daud, yang bersumber dari sahabat Ibnu
Umar, yang menjelaskan juga di era itu anjing setiap masuk ke masjid
Rasulullah, bahkan para sahabat tidak memercikkan air ke tempat terkena kotoran
anjing tersebut. Nabi bersabda:
قَالَ ابْنُ عُمَرَ كُنْتُ أَبِيتُ فِي الْمَسْجِدِ فِي عَهْدِ
رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَكُنْتُ فَتًى شَابًّا عَزَبًا وَكَانَتِ الْكِلاَبُ
تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا
مِنْ ذَلِكَ
Artinya:
"Ibn Umar berkata, "Aku bermalam di dalam masjid pada zaman
Rasulullah saw. Aku masih muda dan belum menikah. Anjing-anjing akan buang air
kecil, berkumpul, dan berputar-putar di dalam masjid, namun mereka tidak pernah
menyiramkan air ke atasnya."
Terkait
hadits tersebut Muhammad Syamsul Al-Haqq Abadi, dalam kitab Aunul Ma'bud, Jilid
II, halaman 34 mengatakan hal ini menunjukkan bahwa tanah yang terkena najis
lalu kering karena terkena sinar matahari atau udara sehingga tidak ada
bekasnya, maka tanah tersebut menjadi suci. Pendapat ini didukung oleh pendapat
Al-Khattabi yang menjelaskan bahwa anjing pernah buang air kecil, menghadap,
dan membelakangi di masjid secara sekilas.
Hal
ini menunjukkan bahwa anjing hanya masuk dan keluar masjid pada waktu-waktu
tertentu, dan masjid tidak memiliki pintu yang menghalangi anjing untuk masuk.
Oleh karena itu, najis anjing yang terkena tanah tersebut tidak sempat
mengering, sehingga Nabi Muhammad memerintahkan untuk menutupinya dengan tanah
agar tidak terlihat.
والحديث فيه دليل على أن الأرض إذا أصابتها نجاسة فجفت بالشمس أو الهواء فذهب
أثرها تطهر إذ عدم الرش يدل على جفاف الأرض ، وطهارتها
Artinya:
"Hadits ini menunjukkan bahwa tanah yang terkena najis, kemudian mengering
karena sinar matahari atau udara, sehingga bekas najisnya hilang, maka tanah
tersebut menjadi suci. Hal ini karena tidak adanya bekas percikan air
menunjukkan bahwa tanah tersebut telah kering dan suci
. قال الخطابي في معالم السنن : وكانت
الكلاب تبول وتقبل وتدبر في المسجد عابرة إذ لا يجوز أن تترك الكلاب انتياب المسجد
حتى تمتهنه وتبول فيه ، وإنما كان إقبالها وإدبارها في أوقات نادرة ، ولم يكن على المسجد
أبواب تمنع من عبورها فيه
"Imam
Al-Khattabi berkata dalam kitab Ma'alim As-Sunan: "Anjing pernah kencing,
menghadap, dan membelakangi masjid secara sesekali. Hal ini karena tidak boleh
membiarkan anjing memasuki masjid hingga menguasainya dan kencing di dalamnya.
Kencing anjing di masjid hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu, dan masjid
tidak memiliki pintu yang menghalangi anjing untuk menyeberanginya."
Lebih
dari itu, kisah anjing yang kencing di masjid dalam masa Rasulullah bukanlah
sekadar cerita tentang seekor hewan. Ia adalah cerminan keluhuran akhlak,
kebijakan, dan kearifan Nabi Muhammad saw yang patut kita jadikan teladan dalam
menjaga kesucian lahir dan batin, serta dalam bersikap terhadap sesama makhluk,
tak terkecuali mereka yang dianggap berbeda atau nista.
Selanjutnya,
dalam kisah lain juga diceritakan Nabi Muhammad saw bersama para sahabatnya
sedang berada di masjid Nabawi. Tiba-tiba, seorang Arab Badui masuk ke masjid
dan kencing di salah satu sudutnya. Para sahabat Nabi menjadi marah karena
perbuatan Arab Badui itu dianggap sebagai penghinaan terhadap masjid.
Para
sahabat, hendak memarahi dan mencegah Arab Badui itu kencing, namun Nabi
Muhammad saw melarang mereka. Nabi Muhammad saw mengetahui bahwa Arab Badui itu
berasal dari daerah pedesaan yang belum terbiasa dengan tata krama di masjid.
Oleh
karena itu, Nabi Muhammad saw memaafkan perbuatan Arab Badui itu dan
menyuruhnya untuk melanjutkan kencingnya.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: دَخَلَ أَعْرَابِيٌّ الْمَسْجِدَ، فَبَالَ
فِيهِ، فَجَاءَ الْمُسْلِمُونَ لِيَقْتُلُوهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «دَعُوهُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَعْلَمْ». ثُمَّ دَعَاهُ، فَقَالَ لَهُ: «هَذَا
مَسْجِدُ اللَّهِ، وَلَا يَحِلُّ أَنْ يُبَالَ فِيهِ، فَإِذَا أَحْرَجْتَ فَأَدْلِ
فِي نَاحِيَةٍ خَفِيَّةٍ». فَأَدْلَى فِي نَاحِيَةٍ خَفِيَّةٍ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
وَمُسْلِمٌ)
Artinya:
"Dari Anas bin Malik, ia berkata, "Seseorang Arab Badui memasuki
masjid, lalu ia kencing di dalamnya. Maka para Muslim datang untuk membunuhnya.
Nabi saw bersabda, 'Biarkan dia, karena ia tidak mengetahui.' Kemudian beliau
memanggilnya dan berkata kepadanya, 'Ini adalah masjid Allah, dan tidak halal
untuk kencing di dalamnya. Jika engkau terdesak, maka kencinglah di sudut yang
tersembunyi.' Maka ia kencing di sudut yang tersembunyi." (HR. Bukhari dan
Muslim).
Kisah
juga ini mengajarkan toleransi dan kasih sayang Rasulullah. Nabi Muhammad saw
menunjukkan sikap toleransi dan kasih sayang kepada orang Arab Badui yang tidak
mengetahui ajaran Islam. Nabi tidak marah dan tidak menghukumnya, melainkan
menjelaskan kepadanya bahwa kencing di masjid adalah perbuatan yang dilarang. Hal
ini menunjukkan Nabi Muhammad saw, sosok manusia dengan akhlak yang tiada
tanding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar