3 Cara Menjaga Spirit Ibadah Pasca-Ramadhan
Segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam yang terus mengalirkan nikmat yang tak bisa dihitung satu persatu kepada kita, di antaranya adalah nikmat iman dan takwa sehingga kita masih bisa menikmati manisnya Islam yang akan membawa kita selamat dunia akhirat. Tiada kata lain yang patut diucapkan kecuali kalimat Alhamdulillahirabbil Alamin. Dengan terus bersyukur, insyaAllah karunia nikmat yang diberikan akan terus ditambah oleh Allah swt.
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ
لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan,
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu,
tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar
sangat keras”.(QS. Surat Ibrahim: 7)
Syukur yang kita ungkapkan ini juga harus senantiasa
direalisasikan dalam wujud nyata melalui penguatan ketakwaan kepada Allah swt
yakni dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan syukur
dan takwa ini, maka kita akan senantiasa menjadi pribadi yang senantiasa diberi
perlindungan dan petunjuk dalam mengarungi samudera kehidupan di dunia dan bisa
terus menjalankan misi utama hidup di dunia yakni beribadah kepada Allah swt.
Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat ayat 56:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam
putaran waktu dan keseharian umat Islam, bulan Ramadhan menjadi momentum intensifnya
kegiatan ibadah yang dilakukan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya.
Frekuensi ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan
ibadah-ibadah lainnya menjadi warna dominan di bulan mulia tersebut. Semangat
ini seiring dengan kemuliaan Ramadhan yang di dalamnya banyak memiliki
keutamaan dan keberkahan. Ramadhan menjadi bulan ‘penggemblengan’ jasmani dan
rohani umat Islam untuk menjadikannya pribadi yang senantiasa dekat dengan sang
khalik, Allah swt.
Namun pertanyaannya, bagaimana pasca-Ramadhan? Apakah
kita mampu mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah kita? Apakah
pasca-Ramadhan, kita kembali seperti sedia kala dengan semangat ibadah
seadanya? Apakah takwa, sebagai buah dari perintah puasa Ramadhan, sudah kita
rasakan dalam diri kita? Tentu pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh diri kita
sendiri sebagai bahan muhasabah atau introspeksi diri agar spirit ibadah kita
tidak mengendur pasca-Ramadhan.
Sehingga pada kesempatan khutbah ini, khatib ingin
mengajak kita semua untuk melihat kembali lintasan perjalanan ibadah kita
selama Ramadhan untuk menjadi spirit dan motivasi agar pasca Ramadhan, ibadah
kita bisa ditingkatkan, atau minimal sama dengan ramadhan. Melihat masa lalu
itu penting sebagai modal untuk menghadapi masa depan sebagaimana Firman Allah:
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ
وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Al-Ḥasyr :18)
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah,
Semangat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
ibadah sebenarnya sudah tergambar dari makna kata Syawal yang merupakan bulan
setelah Ramadhan sekaligus waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Dari segi bahasa, kata “Syawal” (شَوَّالُ) berasal
dari kata “Syala” (شَالَ) yang
memiliki arti “irtafaá” (اِرْتَفَعَ) yakni meningkatkan. Makna ini seharusnya
menjadi inspirasi kita untuk tetap mempertahankan grafik kualitas dan kuantitas
ibadah pasca-Ramadhan. Dalam mempertahankannya, perlu upaya serius di antaranya
adalah dengan melakukan 3 M yakni Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah.
Muhasabah
adalah melakukan introspeksi diri terhadap proses perjalanan ibadah di bulan
Ramadhan. Muhasabah ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri
kita sendiri tentang: Apa yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan? Apakah
kita sudah memiliki niat yang benar dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan?
Apa yang menjadikan kita semangat beribadah di bulan Ramadhan? Pernahkan kita
melanggar kewajiban-kewajiban di bulan Ramadhan?. Dan tentunya
pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya untuk mengevaluasi ibadah kita
selama ini.
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan memotivasi
kita untuk semangat dan memperbaiki diri sehingga akan berdampak kepada
kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan. Terkait pentingnya Muhasabah ini
Rasulullah bersabda:
الْكَيِّسُ
مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ
نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
Artinya: “Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang
menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah
kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa
nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.' (HR Tirmidzi).
Selanjutnya adalah mujahadah yakni bersungguh-sungguh
dalam berjuang untuk mempertahankan tren positif ibadah bulan Ramadhan. Di
bulan Syawal ini, kita harus tancapkan tekad untuk terus melestarikan
kebiasaan-kebiasaan positif selama Ramadhan. Perjuangan ini tentu akan banyak
menghadapi tantangan, baik dari lingkungan sekitar kita maupun dari diri kita
sendiri. Oleh karenanya, kita harus memiliki tekad kuat dan benar agar hambatan
dan tantangan yang bisa mengendurkan semangat ibadah kita ini bisa kita
kalahkan.
Allah telah memberikan motivasi pada orang yang
bersungguh-sungguh dalam berjuang sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat
Al-Ankabut ayat 69:
وَالَّذِيْنَ
جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ
الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad
(bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang orang yang berbuat
baik.”
Cara selanjutnya adalah muraqabah yakni mendekatkan
diri kepada Allah. Dengan muraqabah ini, akan muncul kesadaran diri selalu
diawasi oleh Allah swt sekaligus memunculkan kewaspadaan untuk tidak melanggar
perintah Allah sekaligus bersemangat untuk menjalankan segala perintah-Nya.
Sikap-sikap ini merupakan nilai-nilai yang ada dalam diri orang-orang yang
bertakwa. Mereka adalah orang yakin dan percaya kepada yang ghaib dan tak
tampak oleh mata. Rasulullah saw bersabda:
أَنْ
تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ
يَرَاكَ
Artinya: “Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan
engkau melihat-Nya, sebab meski engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu...” (HR
Bukhari).
Nilai-nilai ketakwaan dengan senantiasa melakukan
muraqabah ini seharusnya memang sudah tertancap dalam hati kita karena muara
dari ibadah puasa di bulan Ramadhan sendiri adalah ketakwaan. Hal ini sudah
ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 183:
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
https://kemenag.go.id/islam/khutbah-jumat-3-cara-menjaga-spirit-ibadah-pasca-ramadhan-PhjMq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar