Petunjuk
Al-Qur'an dalam Menyambut Ramadhan
Dalam ayat yang telah kami bacakan tadi, kita telah diberikan
petunjuk oleh Allah bahwa supaya kita benar-benar menjadi orang yang bertakwa,
maka kita diwajibkan untuk berpuasa. Baca Juga Khutbah Jumat: Dua Persiapan
Menyambut Ramadhan Hari ini, di depan mata kita telah tampak bulan Ramadhan.
Hanya tinggal beberapa hari saja ia akan hadir. Sebagai orang yang bertakwa,
patut kiranya kita sambut kehadiran Ramadhan ini dengan penuh gembira, bukan
dengan rasa beban dan keberatan.
Tarhib Ramadhan, atau penyambutan bulan Ramadhan telah menjadi
satu pembahasan yang umum di waktu-waktu seperti ini. Tentu, menyambut
kedatangan bulan mulia yang penuh berkah adalah perbuatan luhur yang memang
sudah sepatutnya kita lakukan. Para sahabat Nabi dan para ulama salafus salih
bahkan melakukan persiapan-persiapan dan penyambutan bulan Ramadhan ini bukan
hanya jauh-jauh hari, melainkan jauh-jauh bulan. Enam bulan sebelum kedatangan
Ramadhan, mereka telah mulai persiapkan segala hal untuk menyambutnya.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah
bahwa penyambutan Ramadhan itu tidak sama dengan penyambutan tamu yang berupa
manusia. Menyambut Ramadhan hakikatnya bukanlah dengan acara seremonial. Jika
umumnya penyambutan tamu bertujuan supaya tamu itu merasa senang dan terhormat,
maka demikian pula penyambutan Ramadhan. Pastikan sambutan yang kita
persembahkan kepada Ramadhan itu benar-benar bisa membuat tamu yang berupa
bulan Ramadhan itu senang dan terhormat. Karena bulan itu wujudnya bukan
manusia, maka cara penyambutannya tidak sama dengan penyambutan manusia. Tidak
harus ada acara seremonial. Melainkan, lebih kita tekankan kepada substansinya.
Boleh saja ada seremonial penyambutan Ramadhan, sebagai syiar, dakwah,
pengingat, dan penambah ilmu dan amal. Namun, sekali lagi, hakikat dan
esensinya bukanlah terletak pada seremonialnya, melainkan kepada kesiapan
mental, hati, dan amaliah kita.
Terlalu biasa dan sederhana jika kita menyambut Ramadhan hanya
sekedar seremonial. Apalagi, jika penyambutan dan kegembiraan yang kita
tunjukkan hanyalah simbolis dan tidak bermakna bagi Ramadhan itu sendiri.
Setiap tahun berlalu tanpa adanya perubahan yang lebih baik dari tahun
sebelumnya.
مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ. وَمَنْ
كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ
أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ
Artinya: “Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin,
maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan
hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini
lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka).” (HR
Al-Hakim).
Jika kita ingin merayakannya, maka kita juga ingin agar Ramadhan
turut merayakan keberadaan kita. Ramadhan hanya akan merayakan kita jika kita
menjalani waktu-waktu itu sesuai dengan kehendak Allah, bukan untuk kesenangan
diri kita sendiri, tetapi untuk menerapkan ajaran-ajaran-Nya dalam setiap
langkah kita setelah Ramadhan berlalu. Tidak ada manfaatnya jika kegembiraan
kita dalam merayakan hari besar agama ini hanya berhenti pada saat perayaan itu
saja, tanpa kita memahami bahwa perayaan-perayaan itu adalah bagian dari
serangkaian ajaran agama yang harus diterapkan oleh semua orang sepanjang
waktu.
Di dalam penghujung ayat puasa yang telah kami bacakan tadi,
kita melihat bahwa Allah menghendaki suatu tujuan dan maslahat besar dari
amaliah Ramadhan itu untuk kita:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ
وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ
عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: "Allah menginginkan kemudahan untuk kita. Allah
tidak menginginkan kita mengalami kesulitan. Allah menginginkan agar kita bisa
melakukan ibadah itu dengan sempurna. Allah menginginkan agar kita mampu
mengagungkan Allah atas hidayah yang telah diberikan kepada kita. Dan Allah
menginginkan agar kita bersyukur bahagia dalam hidayah tersebut." (QS.
Al-Baqarah: 185)
Maasyiral muslimin
rakhimakumullah! Pada ayat 185 dari surat al-Baqarah juga disebutkan:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي
أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
ۚ
Artinya: "Bulan Ramadhan yang merupakan bulan diturunkannya
al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, dan sebagai penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu sendiri, serta sebagai pembeda antara yang hak dan yang
batil."
Ya, itu jika Ramadhan telah tiba. Bagaimana jika Ramadhan belum
tiba? Maka, penyambutan yang paling utama adalah memastikan diri kita bisa
menyambut Ramadhan dengan sambutan yang Allah perintahkan. Pastikan diri kita
sehat, segar, bugar, dan kuat secara jasmani dan rohani untuk menjalani puasa.
Itulah hakikat dari menyambut Ramadhan. Jangan sampai, gara-gara kita sibuk
menyambut Ramadhan dengan seremonial acara ini dan itu pada H-1 Ramadhan,
kemudian saat Ramadhan tiba, kita justru kelelahan, sakit, tidak siap hati
untuk puasa karena tenaga sudah habis, akhirnya menjalani puasa pun dengan
terpaksa, penuh beban dan kemalasan dan hati yang berat. Jika puasa saja berat,
maka bagaimana mungkin al-Qur'an bisa turun dan masuk ke dalam hati kita,
sedangkan di bulan itulah Rasulullah benar-benar menggunakannya untuk menancapkan
al-Qur'an ke dalam hatinya?! Jadi, perintah menyambut Ramadhan yang sebenarnya
adalah pada saat kedatangannya itu, yaitu dengan berpuasa. Adapun
pra-kedatangan Ramadhan hanyalah untuk persiapan-persiapan penyambutan saja.
Jangan sampai kita terlena dengan persiapan penyambutan dengan kegembiraan yang
salah, menggembirakan diri sendiri, tapi tidak menggembirakan tamu yang akan
kita sambut itu. Kemudian saat Ramadhan itu benar-benar telah tiba, jangan
sampai kita tidak menampakkan kegembiraan dalam berpuasa.
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ
فَلْيَصُمْهُ ۖ
Artinya: "Siapapun di antara kalian yang menyaksikan
kehadiran bulan ini, maka berpuasalah pada bulan tersebut,"
Ya, itu jika Ramadhan telah tiba. Bagaimana jika Ramadhan belum
tiba? Maka, penyambutan yang paling utama adalah memastikan diri kita bisa
menyambut Ramadhan dengan sambutan yang Allah perintahkan.
Pastikan diri kita sehat, segar, bugar, dan kuat secara jasmani
dan rohani untuk menjalani puasa. Itulah hakikat dari menyambut Ramadhan.
Jangan sampai, gara-gara kita sibuk menyambut Ramadhan dengan seremonial acara
ini dan itu pada H-1 Ramadhan, kemudian saat Ramadhan tiba, kita justru
kelelahan, sakit, tidak siap hati untuk puasa karena tenaga sudah habis,
akhirnya menjalani puasa pun dengan terpaksa, penuh beban dan kemalasan dan
hati yang berat. Jika puasa saja berat, maka bagaimana mungkin al-Qur'an bisa
turun dan masuk ke dalam hati kita, sedangkan di bulan itulah Rasulullah
benar-benar menggunakannya untuk menancapkan al-Qur'an ke dalam hatinya?! Jadi,
perintah menyambut Ramadhan yang sebenarnya adalah pada saat kedatangannya itu,
yaitu dengan berpuasa.
Dari hasil renungan tadi dapat kita ambil pelajaran teknis bahwa
perintah menyambut Ramadhan yang disebutkan dalam al-Qur'an adalah dengan
berpuasa pada saat ia telah tiba hingga ia benar-benar pulang, satu bulan
penuh. Kemudian jamuan penyambutannya adalah berupa al-Qur'an. Pastikan bahwa
al-Qur'an yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad itu benar-benar juga turun
kepada kita. Di bulan Ramadhan itulah waktu yang dipilih Allah untuk menurunkan
al-Qur'an ke dalam hati manusia yang mau menyambutnya dengan baik dan benar.
Dengan penyambutan seperti itulah, petunjuk Allah selalu menyertai kita. Petunjuk
itu pun akan mewujud menjadi bayyinat, bukti-bukti, penjelasan-penjelasan yang
mampu menuntun hidup kita menuju kebenaran dan menyelamatkan kita dari
kebatilan. Semoga kita semua mulai detik ini bisa menyiapkan diri untuk
berpuasa dan menyambut turunnya al-Qur'an ke dalam hati kita di bulan Ramadhan
ini dengan baik dan sempurna sesuai dengan yang disukai oleh Allah dan
Rasul-Nya.
Semoga bermanfaat
Sumber: https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-petunjuk-al-qur-an-dalam-menyambut-ramadhan-LYxp9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar