Menghindari Perkelahian Pelajar 2
4. Ikhtiar Mencegah Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang, termasuk perkelahian pelajar, harus segera dihentikan, jangan dianggap remeh dan lumrah, agar tidak terjadi skala yang lebih besar. Ingat kebakaran besar, dimulai dari titik api yang kecil. Berikut ini beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Beri kesempatan yang banyak agar
pelajar dapat mengembangkan segala minat, bakat dan potensinya, sehingga
optimal menemukan jati dirinya dan orientasi hidup yang dituju, serta wujudkan
kondisi sekitar yang sehat, aman dan tenteram.
2. Wujudkan kehidupan keluarga yang
harmonis. Hubungan antar keluarga berjalan baik. Jaga betul keutuhan dan
ketenteraman di antara keluarga. Begitu juga, jika anak berada dalam asrama
atau tempat tertentu.
3. Setiap anak itu unik, bahkan yang lahir
kembar sekalipun. Karena itu, jangan membiasakan menyamaratakan potensi anak,
meski dengan saudaranya sendiri, justru itu menjadi pemicu iri hati. Jika akan
mengambil keputusan, bentangkan segala alternatif yang ada, lalu suruh yang
bersangkutan memilih atas kesadaran sendiri. Itu jalan terbaik dan tepat yang
perlu dilakukan.
4. Di samping faktor keluarga,
pengembangan pribadi yang optimal melalui pendidikan di sekolah, memiliki
pengaruh yang besar. Melalui pendidikan yang baik, anak akan mampu mengontrol
gejolak jiwanya, sehingga tidak melampiaskan ke hal-hal yang tidak perlu.
5. Bentuk perkembangan pelajar di
lingkungan sekolah dengan baik. Sebab, sekolah berfungsi sebagai sarana
pendidikan, bimbingan dan sebagai tempat perlindungan, jika ada problema yang
muncul. Itulah pentingnya Guru BP dan guru senior yang memiliki banyak
pengalaman hidup, sehingga
dapat ditransformasikan ke dalam jiwa anak yang menghadapi masalah.
6. Pentingnya membentuk banyak organisasi
atau lembaga yang mewadahi aktivitas pelajar atau anak, baik di lingkup sekolah
(misalnya OSIS dengan segala sub-unitnya) maupun di lingkungan tempat tinggal
sang pelajar, seperti: Karang Taruna, Majelis Ta’lim Remaja, Kelompok Belajar
dan semacamnya.
7. Melakukan usaha untuk meningkatkan
kemampuan pelajar atau remaja di bidang tertentu sesuai minat dan bakat
masing-masing, sehingga semakin tumbuh kepercayaan dirinya, karena di mata
teman-temannya dia memiliki skill dan keterampilan yang memadai. Tidak seperti
di kebanyakan sekolah yang orientasinya hanya nilai, angka rapot bagus, atau
berapa rangkingnya.
5. Penanganan Pelajar yang Menyimpang
Minimal
ada 5 penanganan terhadap pelajar yang menyimpang, yaitu:
1. Kepercayaan. Sang pelajar harus
memiliki kepercayaan kepada pihak- pihak yang mau membantunya (wali kelas, guru
BP, guru agama, dan lainnya). Mereka para pelajar yakin akan ditolong dan tidak
akan dibohongi.
2. Kemurnian Hati. Pelajar itu sudah
percaya bahwa penanganan ini tidak bersyarat. Buat pelajar atau remaja, urusan
membantu, ya membantu saja. Tidak perlu ditambahi, “tetapi tetapi”.
3. Kemampuan mengerti dan menghayati
(empathy) perasaan pelajar atau remaja. Disebabkan posisi yang berbeda antara
anak (pelajar) dengan orang dewasa (orang tua, guru), sulit bagi orang dewasa
berempati kepada pelajar, karena kepentingan yang susah dikalahkan. Biasanya
orang dewasa merasa lebih unggul dan kurang menghargai posisi pelajar.
4. Kejujuran. Ini penting dilakukan,
karena sang pelajar ingin keterbukaan, termasuk sanksi yang diterima, meskipun
tidak menyenangkan. Katakan yang benar itu benar. Sebaliknya, yang salah itu
salah. Jangan sampai terjadi, ini salah bagi pelajar, sementara bagi orang
dewasa itu benar. Jika ini yang terjadi, maka runtuhlah kepercayaan pelajar
kepada orang dewasa.
5. Mengutamakan persepsi pelajar sendiri.
Pelajar itu akan memandang persoalan dari sudut pandangnya sendiri. Terlepas
dari kenyataan yang ada, sang pelajar akan bereaksi sesuai sudut pandangnya
sendiri. Karena itu, kemampuan untuk memahami pandangan pelajar, sangat berarti
untuk membangun empati terhadap pelajar atau remaja.
Berdasarkan
semua paparan tersebut, Islam mengambil sudut pandang yang berbeda tentang
perkelahian pelajar. Kuncinya kepada posisi balig, jika seseorang itu sudah
balig, maka semua perbuatanya (baik dan buruk) menjadi tanggung jawabnya. Tidak
seperti hukum positif di Indonesia, yang biasanya sanksi atas perbuatan
dikenakan jika usianya antara 17 atau 18 tahun
Sebab
itu, sejak dini Islam mengarahkan orang tua agar membimbing dan mendidik puta
putrinya sejak kecil tentang al-ahkamul al-khamsah, yakni 5 hukum, meliputi:
wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Melalui jalan tersebut, sejak kecil
anak-anak diajarkan untuk tidak melakukan tindak kekerasan, termasuk
perkelahian atau tawuran pelajar. Ajaran Islam dengan tegas tidak pernah
mengajarkan kekerasan (anarkis).
Apapun
alasannya, mengambil jalan kekerasan, tidak dibenarkan dalam Islam. Tindakan
kekerasan itu, bukan perwujudan dari Islam. Jika ingin membela kebenaran, harus
menggunakan cara-cara yang benar juga. Tidak asal bela saja, sementara
kebenaran disampingkan. Sebab, sebagai pelajar muslim, kita semua diingatkan
dengan visi dan misi Islam sebagai agama yang damai, santun, dan menjadi rahmat
untuk semesta alam (Islam yang rahmatan lil ‘ālamin), sebagaimana firman Allah
Swt:
وَمَآ
اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Artinya: dan tiadalah Kami mengutus kamu
(Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Q.S.
al-Anbiyā’/21: 107)
Sekarang
ini, Islam dihadapkan pada problema besar, yakni membumikan sekaligus
mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Pertanyaan yang segera
muncul adalah apa kiat dan strateginya, sehingga Islam itu benar-benar mampu
menjawab realitas problematika kemanusian, damai untuk semua, dan menebar
keselamatan dan ketenteraman untuk sesama? Tentu, bukan persoalan mudah untuk
menjawab problematika tersebut, namun yang terpenting adalah komitmen semua
umat Islam, apapun profesinya (termasuk pelajar muslim), memerankan visi dan
misinya dengan benar--di tengah problematika dunia yang semakin kompleks--sejalan
dengan risalah Islam seperti yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
melalui Piagam Madinah.
Melalui
Piagam Madinah inilah, Islam mampu menghadirkan kedamaian, ketenteraman dan
harmoni yang tidak menimbulkan luka, apalagi merusak. Sebuah manajemen hidup
yang saling berdampingan secara harmonis antar satu sama lain, tanpa perlu
mengorbankan nyawa, melukai fisik dan jiwa, merusak harta benda, dan
prinsip-prinsip keagamaan yang sudah disepakati bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar