KISAH INSPIRATIF KH. IDHAM KHOLID

Dr IDHAM KHALID




Dr. K.H. Idham Khalid lahir di Setur, Kalimantan Selatan, 5 Januari 1921. Pada tahun 1942 beliau menamatkan pendidikan di Kulliyatul Mu’alimin Al-Islamiah (KMI Putra) Pondok Modern Gontor, Ponorogo. Beliau memperoleh gelar Doktor Honoris Causa dan Universitas Al- Azhar, Kairo. Beliau menguasai secara aktif bahasa Arab, lnggris, dan Belanda, serta secara pasif bahasa Jerman dan Prancis.

Sejak kecil Idham dikenal sangat cerdas dan pemberani. Saat masuk SR, ia langsung duduk di kelas dua dan bakat pidatonya mulai terlihat dan terasah. Keahlian berorasi itu kelak menjadi modal utama Idham Chalid dalam meniti karier di dunia politik.

Kemudian Idham melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Gontor yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur. Kesempatan belajar di Gontor juga dimanfaatkan Idham untuk memperdalam bahasa Jepang, Jerman, dan Prancis. Selesai pendidikan dari Gontor, 1943, Idham melanjutkan pendidikan di Jakarta. Di ibu kota ini, kefasihan Idham dalam berbahasa Jepang membuat penjajah Dai-Nipon sangat kagum. Pihak Jepang juga sering memintanya menjadi penerjemah dalam beberapa pertemuan dengan alim ulama.

Ketika Jepang kalah perang dan Sekutu masuk Indonesia, Idham Chalidbergabungkedalambadan-badanperjuangan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia bergabung dengan Persatuan Rakyat Indonesia, partai lokal di daerah, kemudian pindah ke Serikat Muslim Indonesia. Tahun 1947 ia bergabung dengan Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia Kalimantan, Setelah selesai perang kemerdekaan, Idham diangkat menjadi anggota Parlemen Sementara RI mewakili Kalimantan. Tahun 1950 ia terpilih lagi menjadi anggota DPRS mewakili Masyumi. Idham memulai kariernya di NU dengan aktif di GP Ansor. Tahun 1952 ia diangkat sebagai ketua PB Ma’arif, organisasi sayap NU yang bergerak di bidang pendidikan.

Semenjak tahun 1952-1955, beliau yang juga duduk dalam Majelis Pertimbangan Politik PBNU, sering mendampingi Rais Am K.H. Abdul Wahab Hasbullah berkeliling ke seluruh cabang NU di Nusantara. Dalam Pemilu 1955, NU berhasil meraih peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi. Karena perolehan suara yang cukup besar dalam Pemilu 1955, pada pembentukan kabinet tahun berikutnya, Kabinet Ali Sastroamidjojo II, NU mendapat jatah lima menteri. . Pada Muktamar NU ke-21 di Medan bulan Desember tahun 1955, Idham terpilih menjadi ketua umum PBNU. Saat dipercaya menjadi orang nomor satu NU ia masih berusia 34 tahun, dan jabatan tersebut hingga tahun 1984 dan menjadikannya orang terlama yang menjadi ketua umum PBNU selama 28 tahun.

Pertengahan tahun 1966 Orde Lama tumbang dan tampillah Orde Baru. Kabinet Pembangunan I yang dibentuk Soeharto, ia dipercaya menjabat Menteri Kesejahteraan Rakyat. Kemudian, di akhir tahun 1970 dia juga merangkap jabatan sebagai Menteri Sosial sampai dengan terpilihnya pengganti yang tetap sampai akhir masa bakti Kabinet Pembangunan I pada tahun 1973.

Nahdlatul Ulama di bawah kepemimpinan Idham kembali mengulang sukses dalam Pemilu 1971. Namun setelah itu pemerintah melebur seluruh partai menjadi hanya tiga partai: Golkar, PDI, dan PPP dan NU tergabung di dalam PPP. Idham Chalid menjabat presiden PPP, yang dijabatnya sampai tahun 1989. Ia juga terpilih menjadi ketua MPR/DPR RI sampai tahun 1977. Jabatan terakhir yang diemban Idham Chalid adalah ketua Dewan Pertimbangan Agung sampai tahun 1983.

Dalam bidang pendidikan, Idham mendirikan Universitas Nahdlatul Ulama/ UNNU (Sekarang Universitas Islam Nusantara) pada 30 November 1950 bersama K.H Subhan Z.E. (Alm.), K.H. Achsien (Alm.), K.H. Habib Utsman Al-Aydarus (Alm.), dan lain-lain dengan K.H.E.Z Muttaqien (Alm.). Karena ketekunannya dalam belajar, keahliannya dalam berorganisasi dan kecintaannya pada perjuangan, beliau merupakan sosok Muslim yang sukses. Kesuksesannya dapat dilihat dalam beberapa hal, antara lain:

a.         Pada masa perang kemerdekaan RI aktif sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan pada tahun 1947 ia menjadi anggota Serikat Kerakyatan (SKJ).

b.         Menjadi anggota DPR pada masa pemenintahan Republik Indonesia Serikat dan tahun 1949-1950.

c.         Menjabat Ketua Umum Pengurus Besar NU (1956-1984).

d.         Menjabat Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo (1956-1957), juga menjabat Waperdam II dalam Kabinet Juanda (1957-1959).

e.         Menjabat Menteri Kesejahteraan Rakyat (1967-1970).

f.          Menjadi Ketua DPR/MPR 1971-1977.

g.         Menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pada tahun 1977-1983.

Semenjak beliau tidak banyak kegiatannya di bidang politik aktif di bidang dakwah dan pendidikan. Beliau banyak juga memberikan ceramah di berbagai tempat dan mendirikan perguruan Islam Al- Ma’arif di Cipete, Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar