WAWASAN KEISLAMAN, PERANG KEMERDEKAAN DAN PERAN MUHAMMADIYAH

 WAWASAN KEISLAMAN, PERANG KEMERDEKAAN DAN PERAN MUHAMMADIYAH



Wawasan Keislaman

Organisasi-organisasi sosial keagamaan sangat besar peranannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Walaupun terkadang ada perbedaan pandangan di antara anggota-anggotanya akan tetapi secara keorganisasian tujuannya adalah mencapai Indonesia merdeka. Oleh karena itu kita sangat perlu mengetahui bentuk-bentuk perjuangan organisasi Islam dalam usaha mencapai kemerdekaan Indonesia dan mengetahui peran organisasi Islam tersebut pasca kemerdekaan Republik Indonesia.

Dalam sejarah, organisasi terbesar NU dan Muhammadiyah dan yang lainnya mempunyai andil besar dalam perjuangan menuju kemerdekaan. Munculnya PII (Partai Islam Indonesia) yang mewadahi perjuangan umat Islam pasca melemahnya Sarekat Islam (SI) tidak terlepas dari peran tokoh Muhammadiyah, seperti KH. Mas Mansyur dan Ki Bagus Hadikusuma. Di sisi lain, munculnya MIAI dan kemudian Masyumi sebagai organisasi yang bersifat federasi tidak terlepas dari peran NU dan Muhammadiyah. Pada kedua organisasi ini, tampaknya NU dan Muhammadiyah ingin menyamakan visi untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Demikian pula, keberadaan Hizbullah dan Sabilillah sebagai organisasi militer merupakan bentukan para tokoh NU dan Muhammadiyah.Peranan Ulama Islam Pada Masa Perang Kemerdekaan

 

1.         Peranan Ulama Islam Pada Masa Perang Kemerdekaan

Dalam mendorong umat Islam berpartisipasi dalam perjuangan pada masa perang kemerdekaan, para ulama memiliki peran yang sangat penting. Para ulama adalah orang Islam yang mendalami ilmu agama, sehingga mereka menjadi tempat bertanya umat, dan sekaligus menjadi panutan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. yang artinya, “Ulama itu bagaikan pelita (obor) di muka bumi, sebagai pengganti para Nabi dan sebagai pewaris para Nabi”, (H.R. Ibnu Adi dari Ali bin Abi Thalib).

Peranan ulama Islam Indonesia pada masa perang kemerdekaan terbagi menjadi dua macam:

a.         Membina kader-kader umat Islam, melalui pesantren dan aktif dalam pembinaan masyarakat. Banyak santri tamatan pesantren kemudian melanjutkan pelajarannya ke Timur Tengah, dan sekembalinya dari Timur Tengah. mereka menjadi ulama besar dan pimpinan penjuangan. Di antaranya adalah: K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Abdul Halim, H. Agus Salim, dan K.H. Abdul Wabab Hasbullah.

b.         Turut benjuang secara flsik sebagai pemimpin perang. Para pahlawan Islam yang telah berjuang melawan imperialis Portugis dan Belanda, seperti: Fatahillah, Sultan Baabullab, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, dan Habib Abdurrahman, adalah juga para ulama yang beriman dan bertakwa, yang berakhlak baik dan bermanfaat bagi orang banyak sehingga mereka menjadi panutan umat.

Demikian juga pada masa penjajahan Jepang. banyak para ulama yang berperang memimpin bala tentara Islam melawan imperialis Jepang, demi menegakkan martabat dan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Mereka ituu antara lain: Mohammad Daud Beureuh (pemimpin Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dan KH. Zaenal Mustafa (pemimpin pesantren Sukamanah di Singaparna Jawa Barat).

 

1.         Peranan Organisasi dan Pondok Pesantren Pada Masa Perang Kemerdekaan

Sebelum abad ke-19, perlawanan terhadap penjajah Belanda yang dipimpin oleh raja-raja Islam dan para ulama masih bersifat lokal, sehingga dapat dipatahkan oleh kaum penjajah. Baru pada awal abad ke- 19, gerakan perlawanan terhadap kaum penjajah lebih terorganisasi. Semua berjuang bersama demi tercapainya tujuan utama, kemerdekaan Indonesia. Organisasi- organisasi tersebut antana lain:

a.         Serikat Dagang Islam/Serikat Islam

b.         Muhammadiyah

            Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia.

Organisasi Islam Muhammadiyah didirikan di kota Yogyakarta oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912. Peranan Muhammadiyah pada masa penjajahan Belanda lebih dititik beratkan pada usaha-usaha mencerdaskan rakyat Indonesia dan meningkatkan kesejanteraan mereka, yakni dengan mendirikan sekolah-sekolah, baik sekolah umum maupun sekolah agama, rumah sakit, panti asuhan, rumah-rumah penampungan bagi warga miskin dan perpustakaan-perpustakaan.

Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:

1)     Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;

2)      Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;

3)      Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;

4)         Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;

5)      dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat.

Pada tahun 1925, tidak lama setelah pendirinya, K.H. Ahmad Dahlan wafat

  

Peran Muhammadiyah Awal Kemerdekaan

Kontribusi pemikiran Muhammadiyah di awal kemerdekaan sangat besar Keterlibatan Muhammadiyah dalam perumusan dasar negara ditunjukkan oleh Ki Bagus Hadikusumo dan Kahar Muzakir dalam ikut keanggotaan BPUPKI guna merumuskan dasar negara dan akhirnya BPUKI diganti PPKI. Dalam perjalanan ada polemik kalangan Islam dengan kalangan nasionalis, maka untuk mencari solusi dan jalan titik tengah guna mengakomodir semua komponen anak bangsa maka di bentuklah panitia sembilan. Dan tugas panitia sembilan meliputi: pertama, bertanggung jawab penuh atas perumusan atau pembentukan dasar negara Indonesia Merdeka. Kedua, memberikan saran- saran lisan maupun tulisan, dan disamping itu merumuskan dan menetapkan dasar negara Indonesia merdeka.

Abdul kahar Muzakir, Agus Salim, Abi koesno, Wahid Hasyim para utusan golongan Islam merumuskan dasar negara dengan ide terkenalnya yaitu piagam Jakarta. Maka pada tanggal 22 Juni 1945 rumusan itu terbentuk dengan kalimat “Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya.” Akan tetapi konsep piagam Jakarta tidak berlangsung lama karena ada pertentangan dari Indonesia Timur dan kalangan nasionalis. Bila tetap piagam Jakarta di berlakukan akan memisahkan diri dari Indonesia. Untuk itu inisiatif Moh Hatta mengajak tokoh Islam seperti Ki Bagus Hadikusumo (tokoh Muhammadiyah), Wahid Hasyim (Tokoh NU) untuk merelakan menghilangkan Syariat Islam di ganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ki Bagus Hadikusumo dibujuk oleh Teman kolega di Muhammadiyah yang bernama Kasman Singodimejo akhirnya mau dan legowo untuk menghilangkan kalimat Syariat Islam bagi pemeluknya demi kepentingan lebih luas yaitu akan kebhinekaan, keberagaman demi Kesatuan Negara Republik Indonesia. Berartibahwaumat Islamdankhususnya Muhammadiyah sangat demokratis dalam membangun peradaban bangsa Indonesia pada proses perumusan dasar negara. Banyak tokoh Muhammadiyah punya peran penting pada awal kemerdekaan semisal Ir Soekarno sang proklamator yang pernah menjadi ketua Dikdasmen di Bengkulu. Panglima jenderal Soediman tokoh yang dilahirkan dan dibesarkan di Hisbul Wathon menjadi panglima untuk mengusir kaum penjajah.

Ir. Joeanda dengan terkenal konsep Deklarasi Joenda juga pernah aktif di Muhammadiyah di Bandung pernah mengajar di perguruan Muhammadiyah dan pernah menjabat majelis Dikdasmen di Bandung. Semua itu karena peran tokoh Muhammadiyah di awal kemerdekaan adalah semata mengabdi kepada negara dan bangsa untuk mencapai Indonesia merdeka.

 

Peran Muhammadiyah Era Sekarang

Muhammadiyah di era sekarang banyak  memberikan  peran  besar kepada negara dalam kaitannya mengisi kemerdekaan Indonesia. Peran Muhammadiyah di era sekarang yaitu dengan hadirnya Amal Usaha Muhammadiyah di seantero negeri.

Adapun usaha-usaha untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut adalah:

1)         Mengadakan dakwah Islam

2)         Memajukan pendidikan dan pengajaran

3)         Memelihara dan mendirikan tempat ibadah dan wakaf

4)         Mendidik dan mengasuh anak-anak serta pemuda agar kelak menjadi orang muslim yang berarti.

5)         Berusaha dengan segala kebijaksanaan supaya peraturan-peraturan Islam berlaku dalam masyarakat

Dari data tersebut nyatalah bahwa Muhammadiyah sejak mulai berdirinya sudah membangun sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah dari TK hingga Perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia juga mengadakan tabligh-tabligh bahkan juga menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah yang berdasarkan Islam.

Data statistik Muhammadiyah menyebutkan bahwa Perguruan Muhammadiyah berupa TK/TPQ berjumlah 4.623 buah, SD/MI 2.252 buah, SMP/MTS 1.111 buah, SMA/MAN 1.291 buah, pondok pesantren 67 buah, Perguruan Tinggi 171 buah, rumah sakit dan rumah sakit bersalin 2.119 buah, dan panti asuhan 318 buah. Peran Muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia sangat besar dalam kaitannya pencerdasan kehidupan bangsa dan pelayanan sosial yang tidak bisa di ragukan lagi. Muhammadiyah dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan sampai merdeka serta pada era sekarang bersifat kontribusi pemikiran dan karya nyata kehidupan dari hulu sampai hilir.

Demikian kiprah Muhammadiyah dalam membina masyarakat dalam urusan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan yang melekat didalamnya nilai dan pandangan Islam yang berkemajuan. Pendiri Muhammadiyah sejak awal pergerakannya senantiasa berorientasi pada sikap dan gagasan berkemajuan. Sebab Muhammadiyah percaya bahwa Islam merupakan agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan. Muhammadiyah, dengan pandangan Islam sebagai agama kemajuan, senantiasa berusaha mengintegrasikan nilai keIslaman dan keindonesiaan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar