PENJELASAN ISI QS YUNUS 40 41
Contoh-Contoh Sikap Toleransi
Untuk memantabkan pemahaman bahwa Islam mengajarkan tentang toleransi, silahkan kalian perhatikan contoh sikap toleransi yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. dan ulama’ di Indonesia. Secara umum, dalam contoh ini dibagi menjadi dua, yaitu toleransi internal (sesama umat Islam) dan eksternal (antarumat beragama) yang dijelaskan sebagai berikut.
Toleransi internal
umat Islam
Contoh toleransi untuk sesama umat Islam, sebagaimana dalam hadits Nabi Muhammad SAW;
عن أبي مَسْعُوْدٍ الأَ نْصَارِيِّ قال
: قال رَجُلٌ يا رسول الله لَا أَكَدُ أُدْرِكُ
الصَّلَاةَ مِمَّا يُطَوِّلُ بِنَا فُلَانٌ فِمَا رَأَيْتُ النَّبِيَ ص م في مَوْعِظَةٍ
أَشَدَّ غَضْبًا مِنْ يَوْمِئِدٍ فقال : أيهاالناسُ اِنَّكُمْ مُنَفِرُّونَ فَمَنْ
صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَاِنَّ فِيْهِمُ الْمَرِيْضَ وَالضَّعِيْفَ وَذَاالْحَجَةِ
Artinya: “Diceritakan dari Abi Mas’ud al-Anshari, bahwa seorang sahabat bertanya:
“Wahai Rasulullah, aku hampir tidak sanggup shalat yang dipimpin
seseorang dengan bacaannya
yang panjang.” Maka aku belum pernah melihat
Nabi Saw memberi
peringatan dengan lebih
marah dari yang disampaikannya
hari itu seraya bersabda: “Wahai manusia, kalian membuat orang lari menjauh.
Maka barangsiapa shalat mengimami orang-orang ringankanlah (tidak melamakan)
shalatnya. Karena di antara mereka ada orang sakit, orang lemah
dan orang yang punya keperluan.” (H.R. Al-Bukhāri).
Hadis
tersebut menurut Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalani bercerita tentang
sahabat yang menjadi imam dan memanjangkan shalatnya (menurut sebagian ulama
adalah Mu’adz bin Jabal), sehingga salah satu sahabat (menurut sebagian ulama
adalah Hazm bin Ubay bin Ka’ab) melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi Muhammad Saw. Hazm menceritakan bahwa karena panjangnya shalat Mu’adz,
ia enggan mengikuti jama’ah, dan terkadang mengikuti
shalat jama’ah tidak dari awal.
Mendengar aduan Hazm, Nabi sangat marah. Kemarahan Nabi disebabkan
sebelumnya sudah ada
kejadian yang serupa. Menurut sebagian ulama Nabi menampakkan kemarahannya agar
para sahabat memperhatikan penjelasan Nabi sehingga kejadian tersebut tidak
terulang lagi. Nabi menjelaskan bahwa
yang dilakukan Mu’adz dan sahabat lain yang memanjangkan shalat ketika menjadi
imam dapat menimbulkan fitnah, menjauhkan orang-orang
dari
agama. Kemudian Nabi memberikan panduan
bagi sahabat yang akan
menjadi imam, bahwa hendaknya para imam meringankan shalatnya (tidak memanjangkan shalat), karena kondisi para makmum
berbeda-beda, ada yang lemah, seperti
orang yang telah tua, sedang
sakit, mempunyai kondisi fisik yang berbeda dari orang pada umumnya, ataupun
orang yang sedang mempunyai hajat/kebutuhan lain.
Marahnya
Nabi Saw bukan karena haramnya memanjangkan shalat, tetapi karena melihat
kondisi makmum yang berbeda-beda. sesungguhnya Nabi menghendaki kasih sayang
dan kemudahan bagi kaumnya. Ini adalah ketentuan seseorang ketika menjadi imam.
Berbeda ketika seseorang melaksanakan shalat secara munfarid (tidak berjama’ah), maka Nabi menyampaikan dalam hadis lain seseorang
dipersilakan memanjangkan shalat sesuai yang dia inginkan.
Contoh sikap toleransi lain adalah yang dilakukan ulama Indonesia
KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdullah Faqih Maskumambang. KH. Hasyim
Asy’ari menggunakan bedug di masjid Pesantren Tebuireng. Hal ini bertentangan
dengan pendapat KH. Abdullah Faqih Maskumambang Gresik yang tidak menggunakan
bedug di masjid pondoknya, namun menggunakan kentongan. Saat Kiai Hasyim
berkunjung ke Kiai Maskumambang, Kiai Faqih
yang berbeda pendapat dengan Kiai Hasyim justru memerintahkan kepada pengurus
mushalla dan masjid di sekitar Maskumambang untuk sementara mengganti kentongan yang ada dengan
bedug. Begitu pula dengan sebaliknya saat kiai tersebut berkunjung
ke Tebuireng.
Toleransi antarumat beragama
Adapun
tuntunan agama tentang toleransi antarumat beragama dapat ditemukan Q.S. al-Mumtahanah ayat 8 berikut
ini: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan
tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu.
Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku
adil.” (Q.S. al-Mumtahanah/60: 8).
Dalam
ayat tersebut, Allah Swt. menegaskan tidak melarang berbuat baik dan berlaku
adil kepada orang-orang yang berbeda agama yang tidak memerangi dan tidak mengusir dari
tempat tinggal. Melalui ayat ini, Allah Swt. ingin menghilangkan keraguan
umat muslim dalam kaitannya hubungan mereka dengan orang kafir yang tidak memerangi
dalam hal agama dan mengusir
umat muslim dari tempat tinggal mereka.
Dengan demikian,
dalam hubungan sosial seorang muslim juga
dapat menjalin hubungan baik dengan orang nonmuslim. Dalam ayat ini
mengajarkan agar umat muslim dapat berbuat baik dan memberikan keadilan kepada
mereka. Inilah tuntunan yang diajarkan al-Qur’an dalam kaitannya membangun
toleransi, saling menghargai antarumat beragama dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan.
Contoh
sikap toleransi yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. kepada nonmuslim tertuang
dalam Hadis, yaitu.
عن أبي هريرة رضى الله عنه قال : جَاءَ الْطّفَيْلُ بْنُ عَمْرٍ اِلَى النَّبِي
صم فقالَ : اِنَّ دَوْسًا قَدْ هَلَكَتْ عَصَتْ وَأَبَتْ فَادْعُ اللهَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ اللهم اهْدِ دَوْسًا وَأْتِ بِهِمْ
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., bahwa al-Thufail bin ‘Amr menemui Nabi Muhammad Saw. dan menceritakan bahwa Daus (salah satu kabilah
Yaman) telah durhaka dan menolak ajaran dakwahnya, dan meminta agar Nabi
mendoakan mereka binasa. Lalu Nabi berdoa, “Ya Allah
berilah petunjuk kepada kabilah Daus dan datangkanlah mereka bersama orang muslim (masuk
Islam).” (H.R. Al-Bukhāri)
Dalam
hadis lain dijelaskan para sahabat menyangka Nabi Muhammad Saw. akan mendoakan kebinasaan
untuk kabilah Daus. Kenyataannya justru sebaliknya, Nabi tidak
mendoakan mereka binasa,
tetapi mendoakan agar mereka mendapat
hidayah dan masuk Islam
Kemudian dalam hadis yang lain disebutkan:
Artinya:
“Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah
r.a., dia berkata, “Suatu ketika lewat di hadapan kami orang-orang yang membawa
jenazah seorang Yahudi. Nabi Saw. lalu berdiri dan kamipun segera mengikutinya.
Setelah itu kami berkata, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya yang lewat tadi adalah jenazah seorang
Yahudi.” Rasulullah kemudian menjawab: Jika kamu sekalian
melihat orang yang sedang lewat membawa jenazah,
maka berdirilah.” (HR Al Bukhari)
Dalam hadis lain disebutkan Nabi
menjawab اليست نفسا (bukankah dia juga manusia). Al-Zabidi
memberi penjelasan bahwa menghormati jenazah dengan cara berdiri saat
iring-iringan yang membawa jenazah, merupakan hal yang dianjurkan sekalipun
jenazah tersebut nonmuslim. Dengan kata lain, penghormatan Nabi dan para
sahabat pada waktu itu sebenarnya didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan.
Kemudian untuk contoh toleransi
dengan agama lain, kalian bisa belajar dari Sunan Kudus. Himbauan Sunan Kudus
untuk tidak menyembelih sapi sebagai lauk di kedai-kedai makanan. Hal ini
sebagai bentuk toleransi terhadap pemeluk agama lain. Himbauan tersebut sama
sekali tidak mengorbankan keyakinan agama Islam, tetapi bentuk penghargaan
sosial terhadap pemeluk agama lain.
Dari penjelasan di atas, diketahui
bahwa toleransi dengan umat agama lain diperbolehkan selama berkaitan dengan
hubungan sosial kemasyarakatan, sedangkan toleransi dalam hal akidah atau
ibadah tidak boleh dilakukan. Hal ini didasarkan pada Q.S. al-Kāfirūn/109: 1-6
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir! aku tidak akan menyembah
apa yang kamu sembah; dan
kamu bukan penyembah apa yang aku sembah; dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah; dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
apa yang aku sembah; Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Pesan dalam Q.S. Yūnus /10: 40-41
Pesan yang terkandung dalam Q.S. Yūnus/10:40-41, Apabila
dikaitkan dengan kehidupan saat ini, khususnya dalam menciptakan toleransi,
adalah:
R Ayat-ayat yang berbicara tentang akidah
atau keimanan, hendaknya dijadikan panduan bagi kalian sebagai individu, bukan
untuk mengukur dan menilai keimanan orang lain. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, keimanan adalah perbuatan hati yang kalian tidak dapat
mengetahuinya dengan panca indera. Hanya Allah Swt. yang berhak menilainya;
R Sebagai individu yang beriman, tetap
punya tanggung jawab mengajak kepada kebaikan dengan bijak, tanpa disertai
dengan paksaan. Adapun hasilnya diserahkan kepada Allah Swt. Seseorang tidak
perlu memaksakan kehendak bahkan sampai marah ketika ada orang yang tidak dapat
menerima ajakan kebaikan yang kalian lakukan;
R Menghargai orang lain dalam semua
perbedaan. Jika ingin dihargai orang lain, maka kalian juga harus menghargai
orang lain. Toleransi kepada orang lain dalam berinteraksi sosial menjadi
pondasi untuk mewujudkan kedamaian dan kerukunan di masyarakat.
Dari penjelasan Q.S. Yūnus/10: 40-41 dan hadis terkait
sebelumnya, menjadi dasar bagi kalian, calon pemimpin bangsa masa depan
mempunyai dan membiasakan sikap toleransi baik sesama umat Islam maupun dengan
antaragama lain dalam kehidupan sehari-hari. Sikap toleransi ini penting
dimiliki dan menjadi budaya pelajar SMA/SMK, karena negara Indonesia,
masyarakatnya beranekaragam suku, bahasa, budaya, dan agama.
Menurut data Puslitbang Bimbingan Masyarakat Agama dan
Layanan Keagamaan Tahun 2019, toleransi merupakan salah satu indikator paling
penting untuk menciptakan kerukunan umat beragama, yaitu sebuah kondisi
kehidupan umat beragama yang berinteraksi secara harmonis, toleran, damai, saling
menghargai, dan menghormati perbedaan agama dan kebebasan menjalankan ibadat
masingmasing. Karenanya, toleransi menjadi salah satu karakter yang
dikembangkan dalam Penguatan Pendidikan Karakter, Profil Pelajar Pancasila, dan
Moderasi Beragama untuk dimiliki pelajar SMA dan SMK di Indonesia. Melalui
sikap toleransi akan terwujud perdamaian, kerukunan, dan kesatuan Bangsa
Indonesia. Tidak hanya bermanfaat di Indonesia, tetapi juga untuk perdamaian
seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar