KH. Ahmad Dahlan
5. KH. Ahmad Dahlan (1868 – 1923 M)
KH. Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868 dari pasangan KH. Abu Bakar bin Haji Sulaiman dengan Siti Aminah binti KH. Ibrahim. Menurut sumber lain, misalnya Prof. Abdul Munir Mulkhan, Kiai Dahlan lahir pada tahun 1869. Nama kecilnya adalah Muhammad Darwis. Ia baru dipanggil Ahmad Dahlan setelah pulang dari menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu.
Kiai Dahlan belajar Al-Qur’an dan berbagai dasar
keislaman langsung dengan bapaknya yang juga sebagai ketib (khatib) di Masjid
Gedhe Kauman Yogyakarta dan masih keturunan Sunan Giri. Selain belajar dengan
bapaknya, Dahlan juga belajar dengan KH. Muhammad Saleh, Kiai Muhammad Nur, KH.
Abdul Hamid, Kiai Muhsin (Yogyakarta) dan KH. Sholeh Darat (Semarang). Waktu
belajar dengan KH. Sholeh Darat bersama KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul
Ulama.
Pada saat itu Kiai Dahlan umurnya lebih tua daripada Kiai
Hasyim. Karenanya, Kiai Dahlan memanggil Kiai Hasyim dengan Adik. Sebaliknya
Kiai Hasyim memanggil dengan Mas (Kakak).
Tidak puasbelajardidalamnegeri, Kiai Dahlan melanjutkan menimba
ilmu ke Makkah. Di antara gurunya adalah Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi,
Syaikh Nahrawi al-Banyumasi, Syaikh Bakri as-Syatha, Syaikh Nawawi al- Bantani,
Syaikh Mahfudz at-Tarmasi, dan pernah bertukar pikiran langsung dengan Rasyid
Ridha. Selama belajar di Makkah, Dahlan mempelajari tafsir Al-Manar karya
Muhammad Abduh secara tekun dan serius.
Melalui perkenalannya dengan para pembaru, kemudian
meresap ke dalam jiwa Dahlan. Ide tersebut kemudian digabungkan dengan dasar
ilmu- ilmu yang didalaminya di Makkah. Pada akhirnya, pertautan dari semua
komponen tersebut mendorong melakukan melakukan perubahan-perubahan yang
berarti dalam kehidupan keagamaan kaum muslim di Indonesia.
Salah satu kesuksesan pembaruannya ditandai dengan
berdirinya organisasi masyarakat yang bernama Muhammadiyah di Indonesia pada
tanggal 18 November 1912. Penjelasan terkait dengan Muhammadiyah akan
dijelaskan tersendiri pada kelas XII.
Adapun di antara pokok-pokok pemikiran KH. Ahmad Dahlan
adalah.
a) Tujuan
utama pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berbudi luhur, alim dalam
agama, memiliki pandangan luas, dan paham tentang masalah ilmu keduniaan. Untuk
menererapkannya, perlu diajarkan ilmu agama dan umum di madrasah Muhammadiyah;
b) Pendidikan
harus mencetak manusia-manusia yang berjiwa nasionalisme dan patriotisme,
sehingga bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat;
c) Materi
pendidikan harus meliputi: pendidikan moral dan akhlak, pendidikan individu,
dan pendidikan kemasyarakatan;
d) Model
pendidikan memadukan dua jenis pendidikan, yaitu pesantren dan sekolah umum.
Dalam pengajarannya menggabungkan antara sistem pengajaran pesantren dengan
pendidikan Barat. Usaha tersebut diwujudkan dalam bentuk lembaga pendidikan
yang bersifat spesifik, yaitu mengadopsi sistem persekolahan Barat, tetapi
dimodifikasi sedemikian rupa sehingga berjiwa nusantara yang mempunyai misi
Islami. Selain itu, Kiai Dahlan juga mendirikan Panti Asuhan Yatim Piatu
Muhammadiyyah,
Kepanduan Hizbul Wathan bagi kalangan angkatan muda.
Dalam bidang pendidikan, Kiai Dahlan diantaranya mendirikan sekolah calon guru
Al- Qismul Arqa, Mu’allimin, Mu’allimat Muhammadiyyah, tabligh school dan
Kulliyah Muballighin. Dalam mengelola organisasi, KH. Ahmad Dahlan menerapkan
sistem administrasi dan organisasi seperti halnya lembaga modern. Manajemen
amal usaha pendidikan ditata agar berada di bawah organisasi, bukan milik
pribadi. Dalam pemikirannya tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Hadis. Di antara
surat Al-Qur’an yang menjadi inspirasinya adalah Q.S. Al-Mā’ūn. Terkait hal ini
ada kisah yang menarik untuk dicermati berikut.
Mengulang-ngulang
surah Al-Mā’ūn
Pada suatu ketika dalam sebuah majelis ilmu yang diampu
langsung oleh KH. Ahmad Dahlan, jamaah bertanya, “Kenapa Kiai selalu mengulang
ulang surah Al-Mā’ūn? Padahal, masih banyak surah lain di dalam Al- Qur’an yang
belum kita bahas.”
KH. Ahmad Dahlan diam sejenak, kemudian menjawab, “Saya
akan terus mengulang-ngulang surah ini sebelum kalian benar-benar paham dan
melaksanakan isinya dengan terjun ke masyarakat untuk menolong orang- orang
yang kesusahan.
Kiai Dahlan tidak hanya menekankan kepada jamaahnya untuk
bergerak sesuai isi kandungan Q.S. Al-Mā’ūn, tetapi juga terjun langsung dengan
memberi contoh nyata. Meskipun bukan termasuk orang yang mempunyai harta
melimpah, Kiai Dahlan terkenal dengan kedermawanan, terutama kepada anak yatim
dan masyarat kurang mampu.
Sumber: Buku Karya
Abdul Wali Kusno yang berjudul KH. Ahmad Dahlan: Nasionalisme dan Kepemimpinan
Pembaharu Islam Tanah Air yang Menginspirasi (2020:104)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar