Tokoh Islam Masa Modern
6. KH. Hasyim Asy’ari (1871–1947)
Kiai Hasyim dilahirkan di Gedang Jombang Jawa Timur pada hari Selasa Kliwon, 24 Dzulqa’dah 1287 H, bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Kiai Hasyim lahir dari pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah dan masih keturunan Sunan Giri
Dalam mencari ilmu, Kiai Hasyim termasuk sosok yang tidak
mengenal kata menyerah. Kiai Hasyim belajar ilmu agama langsung dengan bapak
dan kakeknya yang sekaligus pengasuh pondok pesantren. Kemudian melanjutkan ke
belajar ke berbagai Pondok Pesantren di Jawa. Di antaranya adalah Pondok
Pesantren Wonorejo Mojokerto, Wonokoyo Probolinggo, Langitan Tuban, Tenggilis
Surabaya, Kademangan Bangkalan Madura, Siwalan Panji Buduran Sidoarjo, dan
Semarang. Waktu mondok di KH. Sholeh Darat Semarang, KH Hasyim belajar ilmu
agama bersama KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
Untuk memantapkan ilmu agama, Kiai Hasyim belajar sampai
ke Makkah Arab Saudi selama tujuh tahun. Di antara gurunya adalah Syaikh
Mahfudz al-Tirmisi, Syaikh Ahmad Khatib al-Minankabawi, Syaikh Nawawi
al-Bantani, Syaikh Ahmad Khatib al-Sambasi, Syaikh Ahmad Amin al-Athtar, Sayyid
Sulthan bin Hasyim, Sayyid Ahmad Nawawi, Sayyid Husain al-Habsyi yang saat itu
menjadi mufti di Mekkah, dan masih banyak yang lain. Prestasi Kiai Hasyim yang
menonjol selama belajar di Makkah adalah memperoleh kepercayaan untuk mengajar di
Masjidil Haram. Beberapa ulama dari berbagai negara yang pernah belajar dengan
Kiai Hasyim adalah: Syaikh Sa’dullah al-Maymani (mufti di Bombai India), Syaikh
Umar Hamdan (ahli hadis di Mekkah), al-Syihab Ahmad bin Abdullah (Syiria), KH.
Wahab Hasbullah (Tambakberas), KH. R. Asnawi (Kudus), dan masih banyak yang
lain.
Di antara bentuk pembaharuan yang dilakukan oleh Kiai
Hasyim yang sekarang masih bisa dilihat adalah mendirikan Pondok Pesantren
Tebuireng Jombang Jawa Timur yang saat itu dusun Tebuireng penuh dengan
perjudian, prostitusi, minuman keras, pencurian maupun perampokan. Dengan
kesabaran Kiai Hasyim dalam mewujudkan gagasan, tidak menggunakan kekerasan
dalam berdakwah menyebabkan masyarakat yang awalnya menentang, akhirnya
menghentikan aksinya dan mendukung adanya pondok pesantren. Selain itu juga
Kiai Hasyim merupakan pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Penjelasan lebih
lanjut tentang NU akan dijelaskan tersendiri pada kelas XII.
Di antara pemikiran KH. Hasyim Asy’ari adalah:
a) Dalam
bidang tasawuf, Kiai Hasyim banyak dipengaruhi oleh al-Ghazali. Menurutnya,
tasawuf bertujuan memperbaiki perilaku umat Islam yang sesuai dengan prinsip
ajaran Islam;
b) Dalam
melawan penjajah Belanda, Kiai Hasyim menginisasi resolusi Jihad yang
dicetuskan pada tanggal 22 Oktober 1945 yang sekarang diperingati menjadi Hari
Santri Nasional. Adapun isi resolusi jihad ada dibawah ini.
Resolusi Jihad
1. Kemerdekaan
Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan;
2. Republik
Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, wajib dibela dan
diselamatkan;
3. Musuh
Republik Indonesia, terutama Belanda yang datang membonceng tugas-tugas tentara
sekutu (Inggris) dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang tentulah akan
menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia;
4. Umat Islam
terutama Nahdlatul Ulama wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan
kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia,
5. Kewajiban
tersebut adalah suatu jihad yang menjadi yang menjadi kewajiban tiap-tiap orang
Islam (fardhu ’ain) yang berada pada jarak radius 94 km (jarak di mana umat
Islam diperkenankan sembahyang jama’ dan qasar. Adapun mereka yang berada
diluar jarak tersebut berkewajiban membantu saudara-saudaranya yang berada
dalam jarak radius 94 km tersebut.
c) Dalam
bidang politik, Kiai Hasyim mengajak kepada umat Islam untuk membangun dan
menjaga persatuan. Menurutnya fondasi dalam pemerintahan dalam Islam mempunyai
tujuan memberi persamaan bagi setiap muslim, melayani kepentingan dengan cara
perundingan, dan menjaga keadilan;
d) Dalam
bidang pendidikan, tujuan pendidikan menurut Kiai Hasyim selain pemahaman
terhadap pengetahuan adalah pembentukan karakter yang baik yang penuh dengan
pemahaman secara benar dan sempurna terhadap ajaran-ajaran Islam serta mampu
mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten. Segala
perbuatan, tindakan, dan ucapan berdasarkan atas ilmu yang telah diperoleh.
Sosok Kiai Hasyim termasuk ’ulama yang produktif menulis.
Di Antara karyanya yang sampai sekarang masih bisa dikaji adalah:
1) Adab al-Alim
wa al-Muta’allim (berisi tentang keutamaan ilmu dan akhlak murid kepada guru
2) Al-Nur
al-Mubin (berisi tentang pentingnya beriman dan mencintai kepada Nabi Muhammad
Saw. Beserta segala akibat dari keimanan tersebut)
3) Al-Tanbihat
wa al-Wajibat (berisi tentang reaksi dan kecaman Kiai Hasyim terhadap
praktek-praktek peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Yang dijumpai di
masyarakat sekitar pesantren yang diramaikan dengan hal-hal maksiat)
4) Al-Durar
al-Muntatsirah (berisi tentang hakikat dari orang-orang pilihan (waliyullah)
dan praktek-praktek sufi dan thariqah secara benar;
5) Al-Tibyan
(berisi tentang pemikiran Kiai Hasyim tentang tata cara menjalin tali
silaturrahim, bahaya memutuskan, dan arti membangun interksi sosial)
6) Al-Mawa’idz
(berisi pentingnya persatuan dan kesatuan di antara sesama umat Islam dalam
merespon upaya-upaya yang telah dilakukan Belanda;
7) Risalah fi
Ta’akud al-Akhdz bi Madzahib al-A’immah al-Arba’ah (berisi pentingnya berpegang
teguh kepada salah satu madzhab yang empat, metode ijtihad, dan metodologi
pengambilan hukum.
Selain kitab di atas, masih banyak lagi karyanya yang
lain. Padahal kalau direnungkan pada saat itu belum ada teknologi smartphone
atau laptop, Kiai Hasyim memberikan teladan untuk produktif menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar