ULAMA INDONESIA UNTUK DUNIA
Riwayat Hidupnya
Syekh Abdus Samad dilahirkan di Palembang (kini masuk wilayah Sumatera Selatan) pada tahun 1116 H/1704 M, dan wafat pada tahun 1203 H/1789 M dalam usia 85 tahun. Beliau mendapat pendidikan dasar dari ayahnya sendiri di Palembang atau Kedah (Malaysia).
Jika
ditelaah dari silsilah, nasab Syekh Abdus Samad berketurunan Arab, dari jalur
ayah. Nama ayahnya adalah Syeikh Abdul Jalil, yang merupakan ulama yang berasal
dari Yaman, yang dilantik menjadi Mufti Negeri Kedah (kini Malaysia) pada awal
abad ke-18. Sementara ibunya, bernama Radin Ranti, adalah wanita asli
Palembang.
Sementara,
nama panjangnya terdapat 3 versi, yakni: Abdus Samad al-Jawi al-Falembani,
Abdus Samad bin Abdullah al-Jawi al-Falembani, dan Sayyid Abdus Samad bin
Abdurrahman al-Jawi.
Pendidikannya
dilanjutkan di salah satu pondok di Negeri Pattani (kini masuk wilayah Thailand
Selatan). Saat itu, di Pattani menjadi pusat menempa ilmu-ilmu keislaman,
setelah dari Pattani, beliau langsung belajar ke Arab (Makkah dan Madinah).
Di
Pattani, beliau mendapatkan ilmu-ilmu dasar, seperti hafalan Matan Ilmu-Ilmu
Arabiyah, dilanjutkan di bidang Syariat Islam dimulai dengan matan-matan ilmu
fiqh yang bermadzhab Imam Syafi’i.
Selanjutnya,
di bidang tauhid dimulai dengan menghafal matan-matan ilmu kalam/ushuluddin
menurut faham Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja/Sunni) yang bersumber dari Syekh
Abul Hasan al-Asy’ari dan Syeikh Abu Mansur al-Maturidi, karena kecerdasannya
saat di Pattani, beliau sudah diperbolehkan sebagai pengajar, meskipun masih
sebatas menjadi Mentor atau Tutor.
Syekh
Muhammad bin Samman menjadi gurunya, Sykh Abdus Samad mendalami juga
kitab-kitab tasawuf kepada Syeikh Abdul Rauf Singkel dan Samsuddin
al-Sumaterani, kedua-duanya dari Aceh. Sejak kecil, beliau lebih mendalami ilmu
tasawuf, maka sejarah mencatatnya sebagai ulama yang memiliki kepakaran dan
keistimewaan di cabang ilmu tersebut.
Syekh Abdus Samad merupakan salah
satu kunci pembuka dan pelopor perkembangan intelektualisme Nusantara
Indonesia. Ketokohannya melengkapi nama-nama ulama dan intelektual berpengaruh
seangkatannya, misalnya Nuruddin ar-Raniri, Muhammad Arsyad al-Banjari, Hamzah
Fansuri, Yusuf al-Makasari, dan masih banyak lainnya.
Teladan yang
dapat dicontoh
Sesampai
di Makkah dan Madinah, semangat belajarnya semakin giat. Ia mmpelahari dan
menyerap beberapa ilmu yang belum dikuasai, dan memperdalam ilmu-ilmu yang
sudah dikuasainya dari guru dan ulama yang terkenal dengan sebutan Jazirah
Arab. Namun, beliau tidak melupakan negeri asalnya. Syekh Abdus Samad tetap
memberikan perhatian besar pada perkembangan sosial, politik, dan keagamaan di
Nusantara Indonesia.
Beliau
mengalami perubahan besar berkaitan dengan intelektualitas dan spiritual.
Capaian itu tidak terlepas dari semangat dan proses pencerahan yang diberikan
para gurunya. Beberapa gurunya yang masyhur dan berwibawa dalam proses
tersebut, antara lain Muhammad bin Abdul Karim al-Sammani, Muhammad bin
Sulayman al-Kurdi (Irak), dan Abdul al-Mun´im Damanhuri.
Selain
itu, tercatat juga dalam sejarah bahwa beliau berguru juga kepada ulama besar
yang lain, di antaranya Ibrahim al-Rais, Muhammad Murad, Muhammad al-Jawhari,
dan Athaullah al-Mashri (Mesir). Hasilnya tidak sia- sia, perjuangannya
menuntut ilmu di Masjidil Haram dan tempat-tempat lainnya, mengangkat dirinya
menjadi salah seorang ulama Nusantara yang disegani dan dihormati di kalangan
ulama Arab, juga Nusantara Indonesia.
Berdasarkan jejak langkahnya, kita
menjadi sadar bahwa capaian besar, diperoleh dari ikhtiar dan usaha yang penuh
kesungguhan, bertanggung jawab, serta selektif dalam memilih guru. Itu baru
usaha lahir, sedangkan usaha dan olah batin tentu tidak dilupakan, baik dari
pribadi maupun mohon doa dari para guru-gurunya. Berkat capaian Syekh Abdus
Samad, sekali membuktikan bahwa bangsa Indonesia tidak kalah prestasinya dengan
bangsa lain di dunia.
Karya Tulisnya
Syekh Abdus Samad termasuk pengarang yang produktif.
Karyanya yang terkenal dan sampai saat ini masih dipergunakan adalah Hidayatus
Salikin dan Siyarus Salikin. Kedua kitab tersebut, merupakan penjelasan dari 2
kitab karya Hujjatul Islam Imam al-Ghazali, yakni Bidāyat al-Hidāyah dan Lubāb
Ihyā` ‘Ulūm al-Dīn.
Adapun kitab dan karyanya yang lain, sebagai berikut:
1) Zahratul
Murīd fi Bayāni Kalimah al-Tauhīd, 1178 H/1764 M.
2) Risalah
Pada Menyatakan Sebab Yang Diharamkan Bagi Nikah, 1179 H/1765 M.
3) Hidāyatus
Sālikīn fī Sulūki Maslakil Munaqīn, 1192 H/1778 M.
4) Siyārus
Sālikīn ilā ‘Ibādati Rabbil ‘Alamīn, 1194 H/1780 M-1203 H/1788 M.
5) Al-‘Urwatul
Wutsqā wa Silsilatu Waliyil Atqā.
6) Ratib
Sheikh ‘Abdus Shamad al-Falimbani.
7) Nashīhatul
Muslimīna wa Tazkiratul Mu’minīna fi Fadhāilil Jihādi wa Karāmatil Mujtahidīna
fī Sabīlillah.
8) Ar-Risālatu
fī Kaifiyatir Rītib Lailatil Jum’ah
9) Mulhiqun
fī Bayāni Fawaidin Nafi’ah fī Jihādi fī Sabīlillah
10) Zātul
Muttaqin fī Tauhidi Rabbil ‘Alamīn
11) ‘Ilmut
Tasawuf
12) Mulkhishut
Tuhbatil Mafdhah minar Rahmatil Mahdah ‘Alaihis Shalātu was Salām
Tidak ada komentar:
Posting Komentar