DEFINISI IMAN, SYUABUL IMAN, DALIL NAQLI
1. Definisi Iman
Pada dasarnya, setiap manusia dilahirkan dengan memiliki fitrah tentang keyakinan adanya zat yang Maha Kuasa. Keyakinan ini dalam istilah agama disebut dengan iman.
Dalam hal ini manusia telah menyatakan
keimanannya kepada Allah Swt. sejak masih berada di alam ruh. Sebagaimana yang
tersebut QS. al-A’raf/7 : 172 berikut ini:
Artinya : Dan (ingatlah) Ketika
Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan
mereka dan Allah Swt mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman)
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
bersaksi” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat tidak
mengatakan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini”
Iman berasal dari bahasa Arab dari
kata dasar amana - yu’minu - imanan, yang berarti beriman atau percaya. Adapun
definisi iman menurut bahasa berarti kepercayaan, keyakinan, ketetapan atau
keteguhan hati. Imam Syafi’i dalam sebuah kitab yang berjudul al-‘Umm
mengatakan, sesungguhnya yang disebut dengan iman adalah suatu ucapan, suatu
perbuatan dan suatu niat, di mana tidak sempurna salah satunya jika tidak
bersamaan dengan yang lain.
Pilar-pilar keimanan tersebut terdiri
dari enam perkara yang dikenal dengan rukun iman yang wajib dimiliki oleh
setiap muslim. Beriman tanpa mempercayai salah satu dari enam rukun iman
tersebut maka gugurlah keimanannya, sehingga mempercayai dan mengimani
keenamnya bersifat wajib dan tidak bisa ditawar sedikit pun.
Enam pilar iman itu antara lain
adalah:
1) iman kepada Allah Swt., 2) meyakini
adanya rasul-rasul utusan Allah Swt., 3) mengimani keberadaan malaikat-malaikat
Allah Swt., 4) meyakini dan mengamalkan ajaran-ajaran suci dalam
kitab-kitab-Nya, 5) meyakini akan datangnya hari akhir dan 6) mempercayai qada
dan qadar Allah Swt.
Pokok pilar iman ini sebagaimana yang
disebutkan dalam QS. an-Nisa/4: 136 yang artinya sebagai berikut:
……………………………..
Wahai orang-orang yang beriman!
Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab
(Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan
sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul- Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu
telah tersesat sangat jauh.
2. Definisi Syu’abul Iman
Menurut Syeikh Muhammad Nawawi bin
Umar al-Jawi dalam kitab Qamiuth-Thughyan ‘ala Manzhumati Syu’abu al-Iman, iman
yang terdiri dari enam pilar seperti tersebut di atas, memiliki beberapa bagian
(unsur) dan perilaku yang dapat menambah amal manusia jika dilakukan semuanya,
namun juga dapat mengurangi amal manusia apabila ditinggalkannya.
Terdapat 77 cabang iman, di mana
setiap cabang merupakan amalan atau perbuatan yang harus dilakukan oleh
seseorang yang mengaku beriman (mukmin). Tujuh puluh tujuh cabang itulah yang
disebut dengan syu’abul iman. Bilamana 77 amalan tersebut dilakukan seluruhnya,
maka telah sempurnalah imannya, namun apabila ada yang ditinggalkan, maka
berkuranglah kesempurnaan imannya.
Jika setiap muslim mampu menghayati
dan mengamalkan tiap-tiap cabang iman yang berjumlah 77 tersebut, maka niscaya
ia akan merasakan nikmat dan lezatnya mengimplementasikan hakikat iman dalam
kehidupan.
3. Dalil Naqli tentang Syu’abul Iman
Amalan-amalan yang merupakan cabang
dari iman sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh
Muslim dan Abu Hurairah RA:
…………………………………………….
Artinya: Dari
Abu Hurairah ra.berkata, Rasulullah Saw. bersabda: Iman itu 77 (tujuh puluh tujuh) lebih cabangnya, yang paling utama
adalah mengucapkan laa ilaha illallah, dan yang paling kurang adalah
menyingkirkan apa yang akan menghalangi orang di jalan, dan malu itu salah satu
dari cabang iman (HR. Muslim).
Sabda Rasulullah Saw. yang lain
terkait dengan cabang-cabang iman adalah sebagai berikut:
…………………………………………………..
Dari Anas r.a., dari Nabi Saw. beliau
bersabda, tiga hal yang barang siapa ia
memilikinya, maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah
Swt. dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai (sesuatu)
semata-mata karena Allah Swt. dan benci kepada kekufuran, sebagaimana bencinya
ia jika dilempar ke dalam api neraka. (HR. Bukhari Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar