MENJADI ISLAM YANG DAMAI

Menjadi Duta Islam Yang Damai



Hanya ulah sebagian oknum atau kelompok yang mengatasnamakan Islam, Islam dituduh yang bukan-bukan, misalnya Islam itu keras, kasar, tidak toleran, reaktif, dan tidak santun. Tuduhan tersebut memang menyakitkan, maka jika ingin membela Islam, kita harus menggunakan cara-cara yang benar, santun, dan mendamaikan. Bukan malah menambah cara yang membabi buta, tidak santun, apalagi menakutkan.

Mayoritas umat Islam, banyak yang memilih diam, jika berhadapan dengan persoalan yang rumit, contohnya aksi teror bom oleh sebagian oknum; ikhtiar memerangi kemaksiatan dengan cara-cara yang kasar dan menakutkan; mau menang sendiri saat mengutarakan argumen atau lebih unggul karena mayoritas, serta sangat abai dengan keberagaman. Semua pandangan itu tentu tidak benar, dan harus dicari solusi yang tepat.

Belajar dari Sirah Rasulullah Saw., kita mendapatkan banyak hikmah tentang bagaimana Islam itu harus dibawa dan diperjuangkan. Islam diajarkan oleh beliau dengan kelemahlembutan, santun, damai dan akhlak yang baik. Bahkan tidak pernah menggunakan cara-cara tetor dan menakutkan. Melalui cara seperti itu, akhirnya banyak pihak atau kelompok yang awalnya antipati kepada Islam, berubah menjadi pemeluk dan pembela Islam yang sejati. Sabda Rasulullah Saw.:

……………………….

Artinya: Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut, dan mencintai kelembutan dalam segala hal.” (HR. al-Bukhāri)

Harus kita sadari bersama bahwa saat ini kita (umat Islam) kurang duta Islam yang damai. Mayoritas umat, memang bersikap damai, hanya sikap mayoritas diam, maka panggung sejarah (media) dimanfaatkan sekelompok kecil yang anarkis, tidak toleran, dan wajah muslim yang marah. Sebab itu, diperlukan upaya bersama untuk melawan kesewenang-wenangan tersebut, dan upaya ini harus dilakukan oleh mayoritas umat.

Lalu, dimulainya dari mana, dan forum apa yang dapat dipakai untuk membendung citra Islam yang kurang bagus? Jawabannya, tentu dari sekelompok umat yang mengambil peran sebagah dai, khatib, dan mubalig, mereka inilah yang berada di garda terdepan mendakwahkan Islam, kelompok profesi yang banyak menyuarakan nilai-nilai Islam, melalui beragam kegiatan yang dilakukan, misalnya dalam forum Majelis-majelis Dakwah, Khutbah Jum’at, dan Tablig Akbar.

Dakwah, khutbah, dan tablig membutuhkan manajemen yang profesional. Sebab, ketiganya memadukan beragam sumber daya yang ada untuk mengajak pihak internal dan pihak eksternal untuk memeluk, mencintai, dan mengamalkan ajaran Islam, atau menyempurnakan nilai ajaran yang sudah terhujam di dada setiap muslim (internal). Di antara faktor penting keberhasilan ketiganya adalah memulai dan mengamalkan terlebih dahulu ajaran Islam kepada diri sendiri, keluarga terdekat, baru kemudian mengajak pihak lain.

Ketidakberhasilan dakwah, khutbah, dan tablig dewasa ini, banyak disebabkan karena mereka yang semestinya menjadi contoh atau panutan, malah menerjang dan tidak mematuhi ajaran yang disampaikan. Laksana pagar makan tanaman, tidak satunya kata dengan perbuatan. Pepatah bijak mengatakan: ”Semestinya ia menerangi orang lain, namun yang terjadi ia malah terbakar sendiri.”








 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar