URUTAN WALI NIKAH SELAIN AYAH
Wali nikah dalam akad nikah merupakan rukun yang tak bisa dilewatkan. Menurut para ulama, hal ini bisa mempengaruhi keabsahan pernikahan tersebut. Ahmad Sarwat dalam bukunya Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan menyebut wali nikah adalah orang yang memiliki wilayah atau hak untuk melaksanakan akad atas orang lain dengan seizinnya.
Bahkan
menurut Syafi'i tidak sah nikah tanpa adanya wali bagi pihak pengantin
perempuan, tanpa adanya izin dari wali nikah maka perkawinan tersebut dianggap
tidak sah atau batal. Hal tersebut dijelaskan di dalam buku Hukum Pernikahan
Islam karya Nurhadi dan Muammar Gadapi.
Dalam
akad nikah Islam, ijab qabul dilakukan oleh wali dari perempuan tersebut.
Sehingga lafaz ijab diucapkan oleh si wali dan qabul dilafalkan oleh suami.
Posisi
Wali dalam Pernikahan
Masih
mengacu pada sumber yang sama, para ulama mempunyai pandangan yang berbeda
mengenai posisi wali dalam akad nikah. Jumhur ulama seperti Malikiyah,
Syafi'iyah, Hanabilah menyepakati wali sebagai rukun pernikahan dan pernikahan
tanpa wali maka tidak sah.
Nabi SAW menegaskan
dalam sebuah hadits menikah tanpa izin dari wali dapat membuat pernikahan itu
jadi batal. Diriwayatkan dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda,
"Siapa
pun wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya itu batal, nikahnya
itu batal dan nikahnya itu batal. Jika (si lelaki) menggaulinya maka harus
membayar mahar buat kehormatan yang telah dihalalkannya. Dan bila mereka
bertengkar, maka sultan adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali."
(HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi & Ibnu Majah)
Sementara itu, ulama
Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan ulama lain berpandangan jika wali nikah tidak
termasuk rukun melainkan hanya sebagai syarat nikah.
Mereka juga
berpendapat bahwa seorang perempuan gadis maupun janda yang sudah balig,
berakal sehat, mampu menguasai dirinya, boleh melakukan akad nikah bagi dirinya
sendiri dan tanpa wali. Meski pernikahan diwakilkan oleh wali lebih baik dan
sangat dianjurkan.
Hal tersebut
didasarkan pada surah Al Baqarah ayat 234 sebagai dalil, Allah SWT berfirman
yang artinya,
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ
وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ
وَّعَشْرًا ۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا
فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
خَبِيْرٌ
Artinya:
"Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri
hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beridah) empat bulan sepuluh
hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu
(wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang
patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Kemudian
diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Para janda lebih berhak atas diri mereka. " (HR Tirmidzi)
Rizem Aizid dalam
bukunya Fiqh Keluarga Terlengkap, menyampaikan perkawinan di Indonesia lebih
condong kepada pendapat Imam Syafi'i dan Maliki, yang menyebut wali adalah
rukun dan syarat sahnya nikah.
Orang
yang Berhak Menjadi Wali Nikah Perempuan
Dikutip
dari Fiqih Praktis 2, untuk menjadi wali nikah perempuan perlu memenuhi
kriteria tersebut yakni laki-laki merdeka, berakal sehat, baligh, dan beragama
Islam. Merangkum buku Fiqh Keluarga Terlengkap, terdapat empat jenis wali dalam
Islam, yakni wali nasab, wali hakim, wali tahkim dan wali maula.
1. Wali
Nasab
Wali
nasab adalah wali yang diambil berdasarkan keturunan atau yang memiliki
hubungan nasab dengan pengantin perempuan. Berikut urutannya.
Ayah kandung
Ayahnya
ayah (kakek) terus ke atas
Saudara
lelaki seayah-seibu
Saudara
lelaki seayah saja
Anak
lelaki saudara laki-laki seayah-seibu
Anak
lelaki saudara laki-laki seayah
Anak
lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah-seibu
Anak
lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah
Anak
lelaki dari no. 7 di atas
Anak
lelaki dari no. 8 dan seterusnya
Saudara
lelaki ayah, seayah-seibu
Saudara
lelaki ayah, seayah saja
Anak
lelaki dari no. 11
Anak
lelaki no. 12, dan
Anak
lelaki no. 13 dan seterusnya.
Dikutip
dari buku Fiqih Munakahat yang disusun oleh Sakban Lubis dkk, jika dalam satu
kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama berhak menjadi wali, maka
yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kerabatnya
dengan calon mempelai wanita.
Jadi,
wali nasab terdiri tiga kelompok; ayah kandung seterusnya ke atas, saudara
laki-laki ke bawah, dan saudara lelaki ayah ke bawah. Wali nasab harus berurutan
dan tidak boleh melangkahi satu dengan yang lainnya.
2. Wali Hakim
Wali
qadhi atau hakim adalah orang berasal dari hakim, seperti kepala pemerintah,
pemimpin, atau orang yang diberi kewenangan oleh kepala negara untuk menikahkan
perempuan yang berwali hakim.
Dalam hal ini, wali
hakim tidak boleh menikahkan perempuan yang belum balig, pasangan dari kedua
pihak keluarga yang tidak sekufu (sepadan), orang yang tanpa mendapat izin dari
wanita yang akan menikah, dan orang yang berada di luar wilayah kekuasaannya.
Wali hakim berlaku
jika wanita tidak adanya wali nasab seperti yang disebutkan di atas seluruhnya,
serta tidak mencukupinya syarat bagi wali nikah di atas jika masih hidup.
3. Wali Tahkim
Wali
tahkim adalah wali nikah yang diangkat sendiri oleh calon suami atau calon
istri. Syarat akad nikah bisa diwakilkan wali satu ini, jika wali nasab pada
urutan di atas tidak ada seluruhnya atau tidak memenuhi syarat, serta tak
adanya wali hakim. Sehingga wali tahkim baru boleh menikahkan, apabila tak
terdapatnya wali nasab dan wali hakim.
4. Wali Maula
Terakhir
ada wali maula. Wali ini adalah seorang majikan dari seorang hamba sahaya yang
ingin menikah. Maka jika ada wanita yang berada di bawah kuasanya (yakni
sebagai budak), maka majikan laki-lakinya boleh menjadi wali akad nikah bagi
hamba sahaya perempuannya itu.
Dari keempat jenis
wali di atas, urutan yang berhak menjadi wali nikah perempuan dimulai dari wali
nasab (paling utama). Kemudian boleh digantikan wali hakim, bila wali nasab
tidak ada seluruhnya. Jika wali hakim tidak ada maka boleh diwakilkan oleh wali
tahkim. Sementara untuk seorang hamba sahaya wanita yang tidak punya wali
nasab, maka bisa dinikahkan oleh wali maula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar