KISAH NABI DAWUD DAN 100 ISTRI
Meskipun bergelar rasul, hal ini tidak menjadikan seorang nabi terlepas dari kemungkinan melakukan kekeliruan dalam hidupnya. Sebagai makhluk, tidak ada yang mampu mencapai derajat kesempurnaan yang hanya dimiliki oleh Allah SWT.
Namun demikian,
perlu ditegaskan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh seorang rasul tidak
mencerminkan dirinya sebagai pembawa risalah kerasulan, melainkan sebagai
manusia biasa yang juga tidak luput dari kekhilafan. Peristiwa semacam ini
sering kali terjadi untuk memberikan pelajaran yang berharga bagi umat secara
umum.
Salah satu
kisah yang menceritakan teguran Allah kepada Nabi Dawud AS diabadikan dalam
Al-Qur'an, tepatnya dalam Surah Shad ayat 22-24. Nabi Dawud, selain sebagai
seorang rasul, juga menjabat sebagai raja pada masanya.
Saat itu,
beliau telah memiliki 99 istri, namun ia menginginkan untuk menggenapkannya menjadi
100 dengan berusaha mengambil istri orang lain melalui cara yang kurang
terpuji. Beliau diduga menjebak suami dari wanita tersebut dalam kondisi
terdesak saat berperang, dengan harapan suaminya gugur sebagai syahid.
Rencana
tersebut berhasil, dan Nabi Dawud AS akhirnya menikahi wanita itu, sehingga
istrinya genap menjadi 100. Karena tindakan yang tidak sesuai dengan keadilan
tersebut, Allah SWT menegur Nabi Dawud melalui peristiwa yang melibatkan dua
orang yang berselisih. Peristiwa ini dijelaskan secara rinci dalam Surah Shad
ayat 22-24.
Berikut adalah
teks, terjemahan, dan tafsir ulama mengenai QS. Shad ayat 22-24 yang
menguraikan kronologi peristiwa tersebut serta hikmah yang dapat dipetik dari
kisah Nabi Dawud AS.
اِذْ دَخَلُوْا عَلٰى دَاوٗدَ فَفَزِعَ مِنْهُمْ قَالُوْا لَا
تَخَفْۚ خَصْمٰنِ بَغٰى بَعْضُنَا عَلٰى بَعْضٍ فَاحْكُمْ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ
وَلَا تُشْطِطْ وَاهْدِنَآ اِلٰى سَوَاۤءِ الصِّرَاطِ (22) اِنَّ هٰذَآ اَخِيْ ۗ
لَهٗ تِسْعٌ وَّتِسْعُوْنَ نَعْجَةً وَّلِيَ نَعْجَةٌ وَّاحِدَةٌ ۗفَقَالَ
اَكْفِلْنِيْهَا وَعَزَّنِيْ فِى الْخِطَابِ (23) قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ
نَعْجَتِكَ اِلٰى نِعَاجِهٖۗ وَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْخُلَطَاۤءِ لَيَبْغِيْ
بَعْضُهُمْ عَلٰى بَعْضٍ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
وَقَلِيْلٌ مَّا هُمْۗ وَظَنَّ دَاوٗدُ اَنَّمَا فَتَنّٰهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهٗ
وَخَرَّ رَاكِعًا وَّاَنَابَ ۩ (24)
Artinya, “Ketika
mereka masuk menemui Dawud, dia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka
berkata, 'Janganlah takut! (Kami) berdua sedang berselisih. Sebagian kami
berbuat aniaya kepada yang lain. Maka, berilah keputusan di antara kami dengan
hak, janganlah menyimpang dari kebenaran, dan tunjukilah kami ke jalan yang
lurus' (22). (Salah seorang berkata), 'Sesungguhnya ini saudaraku. Dia
mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina, sedangkan aku mempunyai
seekor saja'. Lalu, dia berkata, 'Biarkan aku yang memeliharanya! Dia mengalahkanku
dalam perdebatan' (23). Dia (Dawud) berkata, 'Sungguh, dia benar-benar telah
berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (digabungkan) kepada
kambing-kambingnya. Sesungguhnya banyak di antara orang-orang yang berserikat
itu benar-benar saling merugikan satu sama lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, dan sedikit sekali mereka itu.” Dawud meyakini bahwa
Kami hanya mengujinya. Maka, dia memohon ampunan kepada Tuhannya dan dia
tersungkur jatuh serta bertobat (24).”
Tafsir Jalalain
Syekh Jalaluddin al-Mahalli dan Syekh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Tafsir
Jalalain (Kairo: Darul Hadits, 2010, hlm. 600–601) menjelaskan secara rinci
tafsiran QS. Shad ayat 22–24. Dalam tafsir tersebut, keduanya menjelaskan bahwa
dua orang yang berselisih dan datang kepada Nabi Dawud AS sebenarnya adalah
jelmaan malaikat yang diutus oleh Allah SWT untuk memberikan teguran kepadanya.
Mereka menafsirkan bagian ayat berikut:
وَكَانَ لَهُ تِسْع وَتِسْعُونَ امْرَأَة وَطَلَبَ امْرَأَة
شَخْص لَيْسَ لَهُ غَيْرهَا وَتَزَوَّجَهَا وَدَخَلَ بِهَا
Artinya, "Dia (Nabi Dawud AS) memiliki 99
istri, kemudian menginginkan istri seorang laki-laki lain yang hanya memiliki
satu istri. Akhirnya, dia menikahi dan menggauli istri laki-laki
tersebut."
Dengan alasan
itu, dua malaikat menjelma menjadi orang yang berselisih datang kepada Dawud as
guna memberikan sindiran sekaligus teguran atas apa yang telah ia lakukan.
Dikatakan dalam ayat tersebut, bahwa ketika datang, salah seorang dari yang
berselisih berkata, “Sebagian kami berbuat aniaya kepada yang lain. Maka,
berilah keputusan di antara kami dengan hak, janganlah menyimpang dari
kebenaran, dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus.”
Jadi, kedua
orang tersebut mendatangi Nabi Dawud untuk meminta petunjuk atas apa yang
sedang terjadi di antara keduanya. Mereka mengharapkan petunjuk dari masalah.
Pada ayat selanjutnya, salah satu dari orang yang bersekutu tersebut berkata,
“Sesungguhnya ini saudaraku. Dia mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing
betina, sedangkan aku mempunyai seekor saja. Lalu, dia berkata, 'Biarkan aku
yang memeliharanya! Dia mengalahkanku dalam perdebatan'.”
Syekh
Jalaluddin al-Mahalli dan Syekh Jalaluddin as-Suyuthi menjelaskan, bahwa pengakuan
yang diutarakan oleh orang tersebut, “Sesungguhnya ini saudaraku.” Maksudnya
adalah saudara dalam agama. Bukan saudara kandung. Lalu perkataan selanjutnya,
“Dia mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina.” Hal ini
menggambarkan tentang 99 istri yang dimiliki oleh Nabi Dawud.
Kemudian, orang
tersebut kembali berkata, “Sedangkan aku hanya mempunyai seekor saja.” Lalu,
dia melanjutkan kronologi saudaranya yang ingin mengadopsi satu-satunya kambing
yang ia miliki, “Biarkan aku yang memeliharanya! Dia mengalahkanku dalam
perdebatan.” Peristiwa tersebut seolah digambarkan sesuai dengan apa yang
menjadi masa lalu dari Rasulullah Dawud.
Mendengar aduan
dari orang tersebut, Nabi Dawud memberikan nasihat, “Sungguh, dia benar-benar
telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (digabungkan)
kepada kambing-kambingnya. Sesungguhnya banyak di antara orang-orang yang
berserikat itu benar-benar saling merugikan satu sama lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan beramal saleh, dan sedikit sekali mereka [orang-orang saleh]
itu.”
الْمَلَكَانِ
صَاعِدَيْنِ فِي صُورَتَيْهِمَا إلَى السَّمَاء قضى الرجل على نفسه فتنبه داود
Artinya, “Kedua
malaikat tersebut kemudian naik ke langit dengan wujud aslinya. Seolah-olah
Laki-laki yang bertanya itu telah selesai dengan permasalahan dirinya. Sehingga
dengan hal ini Dawud as menyadari apa yang terjadi.”
Setelah itu,
Al-Mahalli dan As-Suyuthi melanjutkan penjelasannya, bahwa dengan kejadian dua
orang yang mendatanginya tersebut, Nabi Dawud meyakini bahwa mereka berdua
datang sebagai teguran atas cinta wanita yang dilakukan sebelumnya. Sehingga
dengan hal ini, dirinya memohon ampun dan bertobat kepada Allah, sebagaimana
yang dijelaskan dalam ayat tersebut.
Tafsir Thabari
Selanjutnya, Syekh Muhammad bin Jarir Ath-Thabari dalam kitab
Jami’ul Bayan (Makkah, Daruttarbiyah wa Turats, 21:174-187) juga menjelaskan
tafsiran mengenai 3 ayat yang mengabadikan momen ketika seorang rasul, yakni
Nabi Dawud, ditegur oleh Allah. Penjelasannya tidak jauh berbeda dengan apa
yang disampaikan oleh Syekh Jalaluddin al-Mahalli dan Syekh Jalaluddin
As-Suyuthi dalam kitab mereka. Akan tetapi, Ath-Thabari lebih merincikan aspek
kronologis kedatangan dua orang tersebut dan beberapa tambahan keterangan.
Jadi,
At-Thabari menyebutkan bahwa pada awalnya, kedua orang yang hendak konsultasi
ini sempat membuat Rasulullah Dawud terkejut sebab kedatangannya. Karena cara
mereka masuk ke mihrab, tempat ibadah Dawud as yang tidak lazim, yakni dengan
tidak masuk melalui pintu.
Selain itu,
mereka juga datang di waktu tidak tepat dan bukan masa untuk bertamu, yaitu di
waktu malam gelap gulita yang tidak memungkinkan adanya pengawasan dari
manusia. Hal ini membuat Dawud sempat ketakutan dan kaget juga, karena disangka
akan berbuat jahat.
Tatkala melihat
ada ketakutan dalam diri Dawud, kedua orang tersebut berkata, “Jangan takut.”
Setelah mengatakan hal itu, keduanya mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu
untuk memohon petunjuk atas sengketa yang sedang terjadi di antara mereka.
Mereka berkata,
“Berilah keputusan di antara kami dengan hak, janganlah menyimpang dari
kebenaran, dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus.” Ath-Thabari menjelaskan
kalau ungkapan tersebut menuntut Nabi Dawud agar menjadi hakim adil yang dapat
memutuskan perkara dengan bijaksana dan membawa keputusan yang mashlahat untuk
keduanya.
Kemudian,
terkait perkataan orang yang bersengketa, “Dia mengalahkanku dalam perdebatan,”
sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat tersebut, Ath-Thabari menjelaskan dengan
mengutip pendapat Ad-Dhahak, bahwa maksudnya adalah orang yang memiliki
kepunyaan 99 kambing itu lebih jelas ucapannya, kekuatannya lebih besar dan
doanya lebih banyak. Hal ini seolah menggambarkan eksistensi Dawud as sebagai
rasul yang sedang melawan orang biasa. Kronologis Pertemuan Dawud dengan
Wanita yang Menjadi Istri ke-100nya
Syekh Dr.
Muhammad Sayyid Thanthawi dalam kitabnya, Al-Qishshah fil Qur’anil Karim Jilid
II (Mesir, Darunnahdhah, 1997: 50), menjelaskan dengan mengutip pendapat Ibnu
Jarir dan beberapa ahli tafsir yang lain.
Dikisahkan
bahwa Nabi Dawud AS sedang melaksanakan shalat di dalam mihrabnya, tiba-tiba
saja ia melihat seorang wanita cantik dari jendela tempat ibadahnya. Wanita
tersebut menarik perhatian hatinya.
Nabi Dawud AS kemudian mengirimkan seorang utusan untuk mencari tahu
tentang wanita itu, termasuk siapa suaminya. Dari utusan tersebut, diketahui
bahwa wanita tersebut bersuamikan seorang pria bernama Urya, yang pada saat itu
sedang berada di medan perang melawan musuh.
Setelah mengetahui
informasi tersebut, Nabi Dawud AS menyusun sebuah siasat agar suami dari wanita
itu terbunuh di medan perang. Beliau mengirimkan sekelompok pasukan tambahan
dengan instruksi khusus untuk mendesak pasukan lawan. Strategi ini dirancang
sedemikian rupa agar Urya, yang tergabung dalam pasukan tersebut, berada dalam
situasi yang paling berbahaya sehingga peluangnya untuk selamat menjadi sangat
kecil.
Rencana ini
berhasil. Urya terbunuh di medan perang, dan Nabi Dawud AS kemudian menikahi
wanita yang sebelumnya menarik perhatiannya. Namun, tindakan ini tidak sesuai
dengan kehendak Allah SWT dan mengundang teguran dari-Nya. Teguran tersebut
disampaikan melalui peristiwa dua orang yang berselisih, sebagaimana dijelaskan
dalam QS. Shad ayat 22–24. Kisah ini mengajarkan pelajaran penting tentang
keadilan, tanggung jawab, dan penyesalan yang mendalam.
Pelajaran yang
Dapat Diambil
Kisah teguran Allah kepada Nabi Dawud AS mengajarkan bahwa
kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Meskipun Nabi Dawud adalah seorang rasul
yang mulia, ia tetap manusia yang tidak luput dari kekhilafan. Peristiwa ini
menunjukkan bahwa bahkan orang yang memiliki kedudukan tinggi sekalipun harus
senantiasa berhati-hati dalam bertindak, khususnya dalam menegakkan keadilan.
Melalui teguran
yang disampaikan oleh dua malaikat yang menyerupai orang berselisih, Allah SWT
menunjukkan kasih sayang-Nya. Teguran ini bertujuan menyadarkan Nabi Dawud AS
atas kesalahannya dan mengarahkannya untuk bertobat. Sikap Nabi Dawud yang
segera beristigfar dan bertobat menjadi teladan bahwa ketika menyadari
kekhilafan, seorang hamba harus segera kembali kepada Allah dengan kerendahan
hati.
Kisah ini juga
mengingatkan pentingnya pengendalian hawa nafsu. Hawa nafsu, jika tidak
dikendalikan, dapat menjerumuskan manusia kepada ketidakadilan. Nabi Dawud AS
diuji dalam hal ini, dan kesadarannya yang cepat menunjukkan keutamaan seorang
rasul dalam menghadapi godaan duniawi dengan segera bertobat dan memperbaiki
diri.
Lebih detail
lagi, kisah ini menjadi refleksi bahwa manusia sering kali tidak merasa cukup
dalam urusan dunia. Bahkan Nabi Dawud AS, dengan segala keutamaan yang
dimilikinya, tergoda oleh sifat manusiawi yang cenderung ingin memiliki
lebih.
Namun, bedanya
dengan manusia kebanyakan, nabi dan rasul segera menyadari kekhilafannya dan
bertobat. Kisah ini mengajarkan bahwa dunia tidak akan pernah cukup untuk
memuaskan manusia, sehingga kita harus senantiasa mengarahkan hati kepada Allah
SWT dan memohon ampun atas setiap kekhilafan.
Sumber:
https://islam.nu.or.id/hikmah/kisah-nabi-dawud-dan-100-istri-dunia-tak-pernah-memuaskan-hati-manusia-5Llc4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar