RIZKI DI CARI ATAU DATANG SENDIRI
Dikisahkan, Imam Syafi’i pernah berdebat dengan gurunya, Imam Malik, tentang masalah rezeki. Imam Malik berpendapat bahwa rezeki itu datang tanpa usaha. Seseorang cukup bertawakal saja, niscaya Allah akan memberinya rezeki.
Imam Malik berkata kepada Imam Syafi’i, “Lakukan saja apa yang
menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus yang lainnya.” Kemudian,
Imam Malik membacakan hadits Rasulullah yang berbunyi:
لَوْ تَوَكَّلْتُمْ
عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ
تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
Artinya, “Andai saja kalian bertawakal kepada Allah dengan
sebenar-benarnya tawakal, maka Allah akan memberi rezeki kepada kalian,
sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung, di mana ia pergi di pagi hari
dalam keadaan lapar, pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Malik dikutip
oleh Imam Az-Zarqani, Syarah al-Muwatha’, [Kairo: Maktabah ats-Tsaqafah, 2003],
jilid IV, halaman 394).
Sementara itu, Imam Syafi’i berpendapat sebaliknya. Ia berkata,
“Wahai Guru, andai seekor burung tidak keluar dari sarangnya, bagaimana mungkin
ia akan mendapatkan rezeki?”
Suatu ketika, saat sedang berjalan-jalan, Imam Syafi’i melihat
rombongan orang yang sedang memanen anggur. Sang Imam pun ikut membantu mereka,
lantas ia mendapat imbalan beberapa ikat anggur dari mereka.
Begitu mendapat imbalan anggur, Imam Syafi’i lantas bergegas
kembali menemui gurunya. Sang guru pun terlihat tengah bersantai. Sambil
menaruh ikatan anggur yang dibawanya, Imam Syafi’i menceritakan pengalamannya.
Ia berkata, “Andai saya tidak keluar dari rumah dan tidak bekerja, tentu anggur
ini tidak akan sampai kepada tangan saya.”
Mendengar demikian, Imam Malik tersenyum, seraya mengambil anggur
dan mencicipinya. Kemudian, Imam Malik berkata, “Sehari ini aku tidak keluar
rumah. Hanya mengajar saja. Dan sempat membayangkan betapa nikmatnya dalam
cuaca panas seperti ini saya bisa menikmati buah anggur.”
“Untungnya, engkau datang membawakannya untukku. Bukankah
ini yang dimaksud dengan, ‘Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan
Allah mengurus yang lain’.” Akhirnya, keduanya pun tertawa lebar dan mereka
melanjutkan menikmati buah anggur tersebut.
Perbedaan pendapat dua tokoh besar dalam kisah di atas sesungguhnya
tidak ada yang salah. Pasalnya, Allah sudah menyiapkan sedikitnya sepuluh pintu
rezeki untuk hamba-Nya.
Hanya saja, kita yang kurang mengetahui dan memahami, sehingga
melihat rezeki hanya datang dari pintu usaha saja. Sepuluh pintu tersebut dapat
kita telusuri dalam Al-Qur'an dan hadits, yaitu:
1. Rezeki karena usaha Dalam
Al-Qur'an, Allah berfirman:
ووَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ
اِلَّا مَا سَعٰىۙ، وَاَنَّ سَعْيَهٗ سَوْفَ يُرٰىۖ، ثُمَّ يُجْزٰىهُ الْجَزَاۤءَ
الْاَوْفٰىۙ
Artinya, “Dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak
akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan
balasan yang paling sempurna.” (QS. An-Najm [59]: 39-41). Inilah pintu rezeki
yang banyak dikejar orang. Bahkan mereka yakin, tanpa usaha tidak akan datang
rezeki. Ini akibat mereka lupa pintu-pintu rezeki yang lain.
2. Rezeki yang telah
dijamin Penting diketahui, ada rezeki hamba yang telah dijamin langsung oleh
Allah tanpa usaha makhluk secara mutlak. Setiap hamba akan mendapatkannya
sesuai dengan kadar dan waktu yang berbeda-beda. Hal itu sudah dinyatakan dalam
firman Allah:
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ
إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا
Artinya: “Tidak ada suatu binatang melata pun
di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS. Hud [11]: 6). Menurut
ayat ini, Allah menjamin rezeki manusia dan makhluk yang diciptakan-Nya. Tanpa
campur tangan mereka, Dia mampu memberi rezeki untuk mereka. Mungkin ini pula
yang dalam kesempatan lain disampaikan oleh Imam Syafi’i melalui syairnya:
يا طالب الرزق في الآفاق مجتهدا
… أقصر عناك فإن الرزق مقسوم الرزق يسعى
إلى من ليس يطلبه … وطالب الرزق يسعى وهو محروم
Hai orang yang sungguh-sungguh mencari rezeki
di seantero negeri Kurangi jerih
payahmu, sebab rezeki itu sudah terbagi-bagi.
Justru rezeki itu menghampiri orang yang tidak mencarinya. Sebaliknya, orang yang berupaya mengejar
rezeki akan terhalang dibuatnya. Maksud dari syair ini tak lain adalah rezeki
yang sudah dijamin Allah, sehingga tidak perlu bersusah payah mencarinya.
(Muhammad bin Musa asy-Syafi’i, Hayatul Hayawan al-Kubra, [Beirut: Darul Kutub,
2003], jilid I, halaman 192).
3. Rezeki karena
sedekah Tidak hanya dari pintu usaha, Allah juga memberikan rezeki dari pintu
sedekah. Siapa pun yang gemar sedekah, terutama di jalan Allah, maka rezekinya
akan ditambah oleh-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ
قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ
وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.
Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 245).
4. Rezeki karena
istighfar Salah satu penghalang rezeki seorang hamba adalah dosanya. Maka,
dengan cara memperbanyak istighfar, jalan rezekinya kembali dibuka, sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur'an:
فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟
رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا
وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّٰتٍ وَيَجْعَل
لَّكُمْ أَنْهَٰرًا
Artinya: “Maka aku katakan kepada mereka:
'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya
Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan
anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan pula di dalamnya
untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh [71]: 10-12).
5. Rezeki karena
menikah Menikah juga ternyata membawa berkah tersendiri. Di antara keberkahan
pernikahan adalah pintu rezeki yang dibukakan oleh Allah, sebagaimana
disebutkan dalam Al-Qur'an:
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى
مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا
فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya, “Dan nikahkanlah orang-orang yang
masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah
akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas
(pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur [24]: 32). Penting dicatat juga,
bahwa keterangan nikah membawa rezeki tidak selayaknya dijadikan ajang
pembenaran untuk bermalas-malasan, sehingga istri dan anak-anaknya melarat
karena dirinya berkeyakinan rezeki akan datang dengan sendirinya. Usaha-usaha
manusiawi tetap harus dilakukan, khususnya bagi seorang suami sebagai pemimpin
keluarga.
6. Rezeki karena anak
Pepatah pernah mengatakan, ‘Banyak anak banyak rezeki.’ Ternyata pepatah
tersebut terinspirasi dari janji Allah dalam Al-Qur'an:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ
خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ
خِطْـًٔا كَبِيْرًا
Artinya, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu
karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu.
Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.” (QS. Al-Isra [17]:
31). Pemahaman banyak anak banyak
rezeki dalam konteks teologis memang benar adanya. Namun seiring perkembangan
zaman, di mana kepadatan penduduk menciptakan problem baru seperti meningkatnya
angka kemiskinan dan pengangguran, tentunya sepasang suami istri mesti berpikir
dengan sangat matang soal anak-anak yang akan menjadi tanggung jawab mereka.
Upaya dan ikhtiar manusiawi tetap harus diperhatikan dalam urusan keluarga dan
rumah tangga. Jika disepelekan, khawatir malah menjadi bumerang penyesalan bagi
pasangan suami istri.
7. Rezeki karena
bersyukur Mensyukuri nikmat sama dengan membuka jalan rezeki lainnya. Misalnya
secara praktik, ketika mendapat rezeki berupa uang, seorang suami langsung
mengajak istri dan anak untuk makan di restoran. Si suami pun merasakan bahagia
dari sikapnya itu. Kebahagiaan itulah rezeki yang muncul dari bersyukur. Allah
menjanjikan dalam Al-Qur'an:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ
لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ
لَشَدِيْدٌ
ذArtinya, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah
(nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku
sangat berat.’” (QS. Ibrahim [14]: 7).
8. Rezeki karena
silaturahmi Rezeki bisa datang karena menjalin komunikasi dengan banyak orang,
dan mempertahankan silaturahmi dengan keluarga, kerabat, hingga teman dan
tetangga. Rezeki melalui pintu silaturahmi pernah disampaikan Rasulullah saw
dalam haditsnya:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ
فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya, “Siapa pun yang ingin dilapangkan rezekinya
dan ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia bersilaturahim,”
(HR. Al-Bukhari).
9. Rezeki karena taat,
takwa, dan tawakal Selain menjamin rezeki makhluk-Nya secara umum, Allah juga
secara khusus menjamin rezeki hamba-hamba-Nya yang beriman, taat, takwa, dan
tawakal kepada-Nya. Meningkatkan ketaatan dan ketakwaan pada Allah sama dengan
membuka pintu rezeki. Demikian seperti dalam firman-Nya:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ
لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ
عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Artinya, “Siapa pun yang bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada
Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]:
2-3). Rezeki bagi hamba yang takwa dan taat beribadah juga disampaikan dalam
hadits Rasulullah saw:
يا ابنَ آدمَ، تَفرَّغْ لِعبادَتي
أملَأْ قلْبَكَ غِنًى، وأملَأْ يدَيْكَ رِزْقًا، يا ابنَ آدمَ، لا تُباعِدْ مِنِّي
فأملَأَ قلبَكَ فقْرًا، وأمَلَأَ
Artinya, “Hai anak Adam, luangkanlah waktu
untuk beribadah kepada-Ku, hatimu akan Ku-isi dengan kekayaan dan tanganmu akan
Ku-penuhi dengan rezeki. Hai anak Adam, jangan engkau menjauh dari-Ku, akan Ku-isi
hatimu dengan kemiskinan dan tanganmu akan Ku-penuhi dengan kesibukan,” (HR.
Al-Hakim).
10. Rezeki karena
meninggalkan dosa dan kemaksiatan Setelah pada poin ke-9 dijelaskan bahwa
rezeki dapat dicapai melalui ketakwaan, Rasulullah saw mengingatkan bahwa dosa
yang dilakukan oleh seorang hamba dapat menjadi penghalang bagi rezekinya.
إنَّ العَبدَ ليحرم الرِّزق
بالذَّنبِ يُصيبُه
Artinya, “Sesungguhnya seorang hamba akan
terhalang rezekinya dengan dosa yang diperbuatnya,” (HR. Ahmad). Selanjutnya,
sulitnya rezeki para pendosa sesungguhnya sudah diumpamakan dalam Al-Qur'an:
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا
قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ
مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ
وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Artinya, “Allah telah membuat suatu perumpamaan
sebuah negeri yang dahulu aman lagi tenteram yang rezekinya datang kepadanya
melimpah ruah dari setiap tempat, tetapi (penduduknya) mengingkari
nikmat-nikmat Allah. Oleh karena itu, Allah menimpakan kepada mereka bencana
kelaparan dan ketakutan karena apa yang selalu mereka perbuat,” (QS. An-Nahl
[16]: 112).
Walhasil, sulitnya rezeki seorang hamba salah
satunya disebabkan oleh dosa-dosa yang diperbuatnya. Namun, Abu Thalib al-Makki
memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya, maksud hadits ini adalah banyaknya
dosa mengakibatkan terhalangnya rezeki yang lain, seperti pintu taubat, ilmu,
keberkahan, ketaatan, dan sebagainya. (Syekh Abu Thalib al-Makki, Qutul Qulub
fi Muamalatil Mahbub, [Beirut: Darul Kutub, 2005], jilid I, hal. 311).
Itulah pintu-pintu rezeki yang telah disiapkan
Allah untuk hamba-Nya. Tugas kita adalah menjemputnya, sembari tetap yakin
bahwa Allah menanggung rezeki setiap makhluk-Nya. Semoga kita diberikan rezeki yang
melimpah nan berkah. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar