Peralihan Kiblat Umat Islam di Bulan Sya'ban
Sayyid Muhammad dalam kitab Madza fi Sya’ban menjelaskan, pada bulan Sya’ban terjadi beberapa peristiwa penting. Di antara peristiwa tersebut ialah peralihan arah kiblat umat muslim yang semula menghadap ke Baitul Maqdis berubah ke arah Ka’bah.
Apa sebab arah
kiblat diganti? Mari kita simak penjelasan Al-Razi dalam Tafsir Al-Kabir atau
yang dikenal dengan Mafatih al-Ghaib.
Nabi Muhammad
berpandangan bahwa Baitul Maqdis merupakan kiblat orang-orang Yahudi. Nabi pun
meminta malaikat Jibril untuk menyampaikan maksudnya kepada Allah swt agar arah
kiblat diganti ke arah Ka’bah saja.
“Wahai Jibril, aku
lebih senang jika Allah memalingkanku dari kiblat orang Yahudi. Aku tidak
menyukai arah kiblat mereka,” pinta Rasulullah.
Jibril menjawab,
“Aku pun hamba sepertimu. Akan saya mintakan hal itu untukmu.”
Sembari menunggu
hasil negoisasi Jibril, Rasulullah menengadahkan wajahnya ke arah langit,
menanti Jibril membawa jawaban setelah menemui Rabb-nya. Jibril kemudian turun
dengan membawa wahyu yang memerintahkan agar arah kiblat diganti ke arah Ka’bah.
Permintaan Nabi Muhammad saw dikabulkan. Wahyu itu adalah ayat berikut:
قَدۡ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجۡهِكَ فِي ٱلسَّمَآءِۖ
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبۡلَةٗ تَرۡضَىٰهَاۚ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ
وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ
أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ لَيَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡۗ وَمَا ٱللَّهُ
بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعۡمَلُونَ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi
dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]:
144)
Mengapa Rasulullah
saw tidak menyukai jika arah kiblat orang Muslim sama dengan orang Yahudi?
Syekh Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib melanjutkan,
الأول: أن اليهود كانوا يقولون: إنه يخالفنا ثم إنه يتبع
قبلتنا ولولا نحن لم يدر أين يستقبل ، فعند ذلك كره أن يتوجه إلى قبلتهم . الثاني: أن الكعبة كانت قبلة إبراهيم . الثالث: أنه عليه السلام كان يقدر أن يصير ذلك
سبباً لاستمالة العرب ولدخولهم في الإسلام .
الرابع: أنه عليه السلام أحب أن يحصل هذا الشرف للمسجد الذي في بلدته
ومنشئه لا في مسجد آخر.
Pertama, dulu orang-orang Yahudi berkata,
“Muhammad sebelumnya berbeda (arah kiblat) dengan kita, lalu ia mengikuti kami.
Andai saja tidak ada kami, pasti ia tidak tahu akan menghadap ke arah kiblat
yang mana.”
Kedua, Ka’bah merupakan kiblat bagi Nabi
Ibrahim.
Ketiga, menurut Rasulullah, jika arah kiblat ke
arah Ka’bah, hal ini bisa menyentuh hati orang-orang Arab. Sehingga mereka mau
masuk Islam.
Keempat, kiblat Rasulullah saw menginginkan
kemuliaan untuk masjid yang ada di kota beliau, kota kelahiran baginda. (Litah
Tafsir al-Kabir, juz 4, hlm 121)
Secara detail,
pergantian kiblat terjadi pada hari Selasa di pertengahan bulan Sya’ban. Abu
Hatim al-Basti mengatakan,
صلى المسلمون إلى بيت المقدس سبعة عشر شهرة
وثلاثة أيام سواء، وذلك أن قدومه المدينة كان يوم الاثنين لاثنتي عشرة ليلة خلت من
شهر ربيع الأول، وأمره الله عز وجل باستقبال الكعبة يوم الثلاثاء للنصف من شعبان
“Orang muslim pernah
shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan tiga hari. Hal ini berdasarkan
perhitungan Rasulullah saw tiba di Madinah pada Senin, tanggal 12 bulan Rabi’ul
awwal. Kemudian Allah swt memerintahkan Nabi saw untuk menggati arah kiblat ke
Ka’bah pada hari Selasa pertengahan bulan Sya’ban.” (lihat Madza fi Sya’ban,
hlm. 10)
Hikmah
Pergantian Arah Kiblat
Setiap apa yang
Allah ubah (naskh) pasti memiliki hikmah di baliknya. Termasuk diubahnya arah
kiblat yang semula menghadap Baitul Maqdis di Palestina, berubah ke arah Ka’bah
di Kota Mekah. Lantas, apa hikmahnya?
Menurut para
mufassirin (ulama pakar tafsir), mengatakan bahwa hikmah perubahan arah kiblat
diantaranya adalah sebagai ujian bagi orang-orang yang beriman. Siapa orang
yang betul-betul beriman dan sebaliknya.
Bagi mereka yang
betul-betul beriman, instruksi ini langsung mereka patuhi. Tanpa komentar atau
pun kritikan. Tapi, bagi mereka yang imannya masih lemah, akan meragukan dan
mengira Nabi saw tidak konsisten dengan pendiriannya. Mereka juga sedikit
keberatan begitu kiblat diubah.
Pasalnya, sudah
sekian lama menghadap Baitul Maqdis, rasanya berat meninggalkan sesuatu yang
sudah terbiasa. Istilah anak zaman now-nya ‘gagal move on’.
Terkait hal ini,
Allah swt berfirman,
وَمَا جَعَلۡنَا ٱلۡقِبۡلَةَ ٱلَّتِي كُنتَ
عَلَيۡهَآ إِلَّا لِنَعۡلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ
عَقِبَيۡهِۚ وَإِن كَانَتۡ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۗ
“Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi
kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang
mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu
terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 143)
Sumber:
https://nu.or.id/sirah-nabawiyah/peristiwa-peralihan-kiblat-umat-islam-di-bulan-sya-ban-nBKmW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar