Penjelasan Makna Hadits tentang Silaturahim
Pada momen lebaran ini banyak sekali orang yang ingin berkunjung untuk menyambung silaturahim dengan sesama. Terlebih ada banyak juga hadits yang menjelaskan tentang keutamaan silaturahim.
Di antaranya adalah hadits yang
diriwayatkan al-Bukhari, Muslim dan lainnya bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ،
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: Barangsiapa yang ingin dilapangkan
rezekinya dan ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia
bersilaturahim.
Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih
Muslim menjelaskan bahwa yang dimaksud dilapangkan rezekinya adalah diluaskan
dan dijadikan banyak hartanya, dan menurut pendapat yang lain, artinya adalah
diberi keberkahan harta (meskipun secara lahiriah, harta tidak bertambah
banyak).
Sedangkan penangguhan ajal
seperti yang disebutkan dalam hadits tersebut, apakah tidak bertentangan dengan
ayat:
فَإِذَا جَاءَ
أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: ... Apabila ajal mereka
telah tiba, maka mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesat
pun. (Q.S. al-A’raf: 34 dan an-Nahl: 61)
Bukankah rezeki dan ajal telah
ditakdirkan oleh Allah, sehingga tidak dapat dimajukan dan ditunda serta tidak
dapat bertambah dan berkurang?. Bukankah apa yang telah ditakdirkan oleh Allah,
tiada siapa pun yang dapat mengubahnya karena takdir Allah adalah kepastian dan
tidak bisa berubah?.
Ada beberapa jawaban yang
dikemukakan oleh para ulama untuk memadukan antara hadits dan ayat tersebut,
sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari
dan al-Hafizh an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim. Di antaranya:
Pertama, penambahan umur
(penangguhan ajal) yang dimaksud dalam hadits adalah kinayah (kiasan) mengenai
berkahnya usia. Artinya, dengan sebab silaturahim, seseorang akan diberi
kemampuan berbuat ketaatan, dan diberi kemudahan untuk dapat melalui masa
hidupnya dengan hal-hal yang memberikan manfaat kepadanya kelak di akhirat,
sekaligus ia dijaga dari tindakan menyia-nyiakan umurnya dalam hal-hal yang
tidak bermanfaat. Jadi silaturahim menjadi sebab bagi seseorang untuk
memperoleh taufiq (kemampuan berbuat taat) dan menjadi sebab terjaga dari
maksiat.
Dengan demikian, keharuman
namanya akan tetap terjaga meski ia telah meninggal. Di antara yang ia peroleh
dengan sebab taufiq yang Allah berikan kepadanya adalah ilmu yang bermanfaat
sepeninggalnya, shadaqah jariyah dan keturunan yang shalih.
Kedua, penambahan usia seperti
yang disebut dalam hadits di atas, maknanya adalah hakiki (arti sebenarnya),
bukan kiasan. Namun yang dimaksud penambahan usia dalam maknanya yang hakiki
itu adalah yang terkait dengan ilmu dan pengetahuan malaikat yang ditugasi oleh
Allah mengurusi umur. Adapun yang dijelaskan ayat bahwa ajal tidak dapat
dimajukan maupun ditunda, maksudnya adalah yang terkait dengan ilmu Allah.
Dikatakan kepada malaikat,
misalkan, bahwa usia Fulan seratus tahun jika ia bersilaturahim, dan jika
memutus silaturahim usianya hanya enam puluh tahun. Sedangkan Allah telah
mengetahui dan menentukan pada azal (keberadaan yang tidak bermula) bahwa Fulan
itu akan bersilaturahim ataukah akan memutuskan silaturahim, dan usianya akan
mencapai seratus tahun ataukah hanya enam puluh tahun. Semuanya telah diketahui
dan ditakdirkan oleh Allah. Dan tentu saja, takdir dan ketentuan Allah tidak
akan berubah sebagaimana dijelaskan dan disepakati oleh para ulama Ahlussunnah
wal Jama’ah (Aswaja).
Jadi apa yang dalam ilmu Allah
tidak berubah. Sedangkan yang mungkin menerima penambahan maupun pengurangan adalah
yang ada dalam ilmu malaikat. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah:
يَمْحُوا
اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ
Artinya: Allah menghapuskan apa
yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan pada-Nya terdapat
Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh). (ar-Ra’d: 39)
Penetapan dan penghapusan terkait
dengan apa yang ada dalam ilmu malaikat. Inilah yg disebut Qadla’ Mu’allaq. Dan
apa yang ada dalam Ummul Kitab, hal itulah yang ada dalam ilmu Allah dan tidak
ada penghapusan sama sekali. Inilah yang disebut Qadla’ Mubram.
Semoga bermanfaat.
https://jatim.nu.or.id/keislaman/2-penjelasan-makna-hadits-tentang-silaturahim-c3Ou3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar