KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
Guru Pendidikan Agama Islam mempunyai
kewajiban untuk selalu memperbaharui dan meningkatkan kompetensinya melalui
kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai esensi pembelajar
seumur hidup. Peserta didik adalah individu yang unik yang memiliki potensi,
kecakapan dan pribadi yang berbeda dengan individu yang lainnya. Oleh karena
itu, dalam proses dan kegiatan belajar peserta didik tidak bisa dilepaskan dari
karakteristik individualnya
Pengertian karakteristik dari beberapa pendapat:
Secara umum, teori perkembangan dibagi menjadi dua, teori
menyeluruh/global (Rousseau,Stanley Hall, Havigurst), dan teori spesifik
(Piaget, Kohlberg, Erikson), diuraikan sebagai berikut:
1) J.J. Rousseau
Merupakan ahli
pendidikan yang menjadi pendorong pembelajaran discovery. Menurutnya,
perkembangan anak terbagi menjadi empat tahap, yaitu:
a) Masa bayi infancy (0-2 tahun). Merupakan
masa perkembangan fisik. Kecepatan pertumbuhan fisik lebih dominan dibandingkan
perkembangan aspek lain, sehingga anak disebut sebagai binatang yang sehat.
b) Masa anak/childhood (2-12 tahun). Masa
perkembangan sebagai manusia primitif. Masih terjadi pertumbuhan fisik secara
pesat, aspek lain sebagai manusia juga mulai berkembang, yaitu kemampuan
berbicara, berpikir, intelektual, moral.
c) Masa remaja awal/pubescence (12-15 tahun),
disebut masa bertualang, ditandai dengan perkembangan pesat intelektual dan
kemampuan bernalar.
d) Masa remaja/adolescence (15-25 tahun),
disebut masa hidup sebagai manusia beradab. Terjadi perkembangan pesat aspek
seksual, sosial, moral, dan nurani.
2) Stanley Hall
Merupakan salah satu
perintis kajian ilmiah tentang siklus hidup (life span) yang berteori bahwa
perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal bagian
dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan psikologis, namun demikian,
faktor lingkungan dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan tersebut.
Stanley Hall membagi masa perkembangan menjadi empat tahap, yaitu:
a) Masa kanak-kanak/infancy (0-4 tahun);
perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu melata atau berjalan.
b) Masa anak/childhood (4-8 tahun), disebut
masa pemburu, anak haus akan pemahaman lingkungannya, sehingga akan berburu ke
manapun, mempelajari lingkungan sekitarnya.
c) Masa puber/youth (8-12 tahun), pada masa
ini anak tumbuh dan berkembang tetapi sebhagai makhluk yang belum beradab.
Banyak hal yang masih harus dipelajari untuk menjadi makhluk yang beradab di
lingkungannya, seperti yang berkaitan dengan sosial, emosi, moral, intelektual.
d) Masa remaja/adolescence (12 – dewasa),
pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia beradab yang dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu berubah. Dapat
dibuktikan pada tahap masa remaja sampai dewasa.
3) Robert J. Havigurst
Mengembangkan konsep
developmental task (tugas perkembangan), yang menggabungkan antara dorongan
tumbuh/berkembang sesuai dengan kecepatan pertumbuhannya dengan tantangan dan
kesempatan yang diberikan oleh lingkungannya. Havigurst menyusun tahap-tahap
perkembangan menjadi lima tahap berdasarkan problema yang harus dipecahkan
dalam setiap fase, yaitu:
a) Masa bayi/infancy (0-½ tahun)
b) Masa anak awal/early childhood (2/3-5/7
tahun)
c) Masa anak/late childhood (5/7
tahun-pubesen)
d) Masa adolesense awal/early adolescence
(pubesen-pubertas)
e) Masa adolescence/late adolescence
(pubertas-dewasa)
Menurut teori ini,
dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap perkembangan (developmental
stages). Terdapat sepuluh tugas perkembangan yang harus dikuasai anak pada
setiap fase tersebut, yaitu:
a) Ketergantungan-kemandirian
b) Memberi-menerima kasih sayang
c) Hubungan sosial
d) Perkembangan kata hati
e) Peran biososio dan psikologis
f) Penyesuaian dengan perubahan badan
g) Penguasaan perubahan badan dan motorik
h) Memahami dan mengendalikan lingkungan
fisik
i) Pengembangan kemampuan konseptual dan
sistem simbol
j) Kemampuan melihat hubungan dengan alam
semesta
Dikuasai atau
tidaknya tugas perkembangan pada setiap fase akan memengaruhi penguasaan
tugas-tugas pada fase berikutnya.
4) Jean Piaget
Piaget lebih
memfokuskan kajian dalam aspek perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya
dalam empat tahap, yaitu:
a) Sensorimotorik (0-2 tahun), disebut masa
discriminating dan labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada
gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja.
b) Praoperasional (2-4 tahun) pada tahap
praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif,
anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan
bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berpikir abstrak,
dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas.
c) Tahap operasional konkrit (7-11 tahun),
disebut masa performing operation. Anak sudah mampu menyelesaikan tugas:
menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi.
d) Tahap operasional formal (11-15 tahun),
disebut masa proporsional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir
tingkat tinggi, seperti berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis,
mensintesis, mampu berpikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu
memecahkan berbagai masalah.
5) Lawrence Kohlberg
Mengacu pada teori
perkembangan Piaget yang berfokus pada perkembangan kognitif, Kohlberg lebih
berfokus pada kognitif moral atau moral reasoning. Kemampuan kognitif moral
seseorang dapat diukur dengan menghadapkannya dengan dilema moral hipotesis
yang terkait dengan kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban
moral. Menurut Kohlberg, tiga tahapan perkembangan moral kognitif anak yaitu:
a) Preconventional moral reasoning
(1) Obidience and paunisment orientation
Orientasi
anak masih pada konsekuensi fisik dari perbuatan benar-salahnya, yaitu hukuman
dan kepatuhan.
(2) Naively egoistic orientation
Anak
berorientasi pada instrument relatif. Perbuatan benar adalah perbuatan yang
secara instrument memuaskan keinginannya sendiri dan terkadang juga orang lain.
Kepedulian pada keadilan/ketidakadilan bersifat pragmatis, yaitu apakah
mendatangkan keuntungan atau tidak.
b) Conventional moral reasoning
(1) Good boy orientation, disebut good/nice boy
orientation Orientasi perbuatan yang baik adalah yang menyenangkan, membantu,
atau disepakati oleh orang lain. Anak patuh pada karakter tertentu yang dianggap alami, cenderung
mengembangkan niat baik, menjadi anak baik, saling berhubungan baik, peduli terhadap
orang lain.
(2) Authority and social order maintenance
orientation
Orientasi
anak adalah pada aturan dan hukum. Anak menganggap perlunya menjaga ketertiban,
memenuhi kewajiban dan tugas umum, mencegah terjadinya kekacauan sistem. Hukum
dan perintah penguasa adalah mutlak dan final, penekanan pada kewajiban dan
tugas terkait dengan perannya yang diterima di masyarakat dan publik.
c) Post conventional moral reasoning
(1) Contranctual legalistic orientation
Orientasi
anak pada legalitas kontrak sosial. Anak mulai peduli pada hak asasi individu,
dan yang baik adalah yang disepakati oleh mayoritas masyarakat. Anak menyadari
bahwa nilai (benar/salah, baik/buruk, suka/tidak suka) adalah relatif,
menyadari bahwa hukum adalah instrumen yang disetujui untuk mengatur kehidupan
masyarakat, dan itu dapat diubah melalui diskusi apabila hukum gagal mengatur
masyarakat.
(2) Conscience or principle orientation
Berorientasi
pada prinsip-prinsip etika yang bersifat universal. Benar-salah harus
disesuaikan dengan tuntutan prinsip-prinsip etika yang bersifat ini sari dari
etika universal. Aturan hukum legal harus dipisahkan dari aturan moral. Hukum
legal dan moral harus diakui terpisah, masing-masing mempunyai penerapannya
sendiri, tetapi tetap mengacu pada nilai-nilai etika/moral
6) Erick Homburger
Erickson
Erickson (tokoh
psikoanalisis pengikut Sigmund Freud) memusatkan kajian pada perkembangan
psikososial anak. Menurut Erickson, dalam perkembangan, anak melewati delapan
tahap perkembangan (developmental stages), disebut siklus kehidupan (life
cycle) yang ditandai dengan adanya krisis psikososial tertentu. Teori Erickson
ini secara luas banyak diterima, karena menggambarkan perkembangan manusia
mencakup seluruh siklus kehidupan dan mengakui adanya interaksi antara individu
dengan konteks sosial. Kedelapan tahap tersebut sebagai berikut:
a) Basic trust vs mistrust (infancy-bayi,0-1);
menerima dan memberi
b) Autonomy vs shame and doubt (toddler-masa bermain, 2-3), menahan
atau membiarkan.
c) Initiative vs guilt (preschool-prasekolah,
3-6); menjadikan (seperti) permainan.
d) Industry vs inferiority (schoolage-masa
sekolah, 7-12); membuat atau merangkai sesuatu.
e) Identity vs role confusion
(asolescence-remaja, 12-18); menjadi diri sendiri, berbagi konsep diri.
f) Intimacy vs isolation (young
adulthood-dewasa awal, 20-an); melepas dan mencari jati diri.
g) Generativity vs stagnation (middle
adulthood-dewasa tengah- tengah, 20-50 tahun), membuat/memelihara.
h) Ego integrity vs despair (later
adulthood-dewasa akhir>50 tahun), tahap akhir dari siklus kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar