10 Kriteria Muslim Memperoleh Predikat Takwa
Bagi umat Islam tujuan
berpuasa Ramadhan adalah meningkatkan ketakwaan. Muara puasa Ramadhan ialah
memperoleh derajat takwa. Setelah Ramadhan selesai dan kembali ke fitri dengan
adanya perayaan Idul Fitri, apakah kita semua sudah naik kelas menjadi manusia
yang lebih bertakwa? Hal ini patut direnungkan di bulan-bulan berikutnya
termasuk bulan Syawal yang merupakan bulan peningkatan. Lalu seperti apa
kriteria Muslim yang memperoleh derajat takwa? Mustasyar Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Zakky Mubarak (2023) menjelaskan bahwa kriteria
manusia takwa banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, antara lain dalam Surat
Al-Baqarah ayat 77.
Dalam ayat tersebut
ditegaskan bahwa kebajikan atau kebaktian bukanlah dengan menghadapkan wajah ke
arah timur atau barat, atau mungkin ke arah-arah yang lain. Akan tetapi kebajikan atau kebaktian adalah
orang-orang yang memiliki kriteria sebagai manusia takwa, yaitu,
Pertama, beriman kepada Allah
dengan iman yang sesungguhnya. Iman itu memiliki tiga komponen, yaitu meyakini
dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, dan merealisasi dalam amal perbuatan.
Kedua, beriman kepada hari
akhirat dengan segala macamnya, seperti mempercayai adanya alam barzakh, hari
kiamat, hari kebangkitan, hari mahsyar, hari hisab, hari pembalasan, dan
sebagainya.
Ketiga, mempercayai kepada
para malaikat. Malaikat adalah makhluk immateri yang senantiasa taat kepada
Allah dan mengerjalan tugas-tugas dari Allah yang diberikan kepada mereka.
ad
Keempat, beriman kepada
kitab-kitab suci. Kitab suci seluruhnya terdiri dari 104 kitab, dari 104 kitab
itu terangkum dalam empat kitab, yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’an.
Dari empat kitab itu semuanya terangkum dalam Al-Qur’an.
Kelima, percaya kepada para
nabi dan rasul. Para nabi jumlahnya 124.000, sedangkan para rasul berjumlah 313
orang, yang wajib diketahui adalah 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam
Al-Qur’an.
Keenam, memberikan harta yang
dicintainya untuk kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, anak
jalanan atau musafir, orang-orang yang meminta-minta, dan untuk membebaskan perbudakan.
Ketujuh, menegakkan shalat
dengan konsekuen. Shalat pengertian secara bahasa adalah doa dan pujian,
sedangkan secara istilah atau terminology adalah suatu ibadah yang diawali
dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan beberapa syarat dan rukun
tertentu.
Kedelapan, menunaikan zakat.
Zakat menurut pengertian bahasa adalah tumbuh kembang, pensucian jiwa dan
harta, dan keberhakan. Sedangkan menurut istilah adalah memberikan sebagian harta
yang dimilikinya kepada mereka yang berhak menerima dengan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan.
Kesembilan, menepati janji
apabila berjanji, dengan demikian mereka melaksanakan janji-janjinya dengan
konsekuen dan tidak pernah mengingkarinya.
Kesepuluh, ketabahan dan
kesabaran yang maksimal dalam menghadapi berbagai kesulitan, penderitaan dan
pada masa peperangan. Mereka yang memiliki kriteria-kriteria tersebut adalah
orang-orang yang benar-benar beriman, dan merekalah orang-orang yang bertakwa.
Takwa dan pengendalian
diri Selain derajat takwa, setelah berpuasa, Muslim juga seharusnya bisa
meningkatkan sikap pengendalian diri. Bahkan pengendalian merupakan salah satu
fondasi takwa. Hal ini sesuai
penjelasan Muhammad Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i
atas Pelbagai Persoalan Umat (2000). Prof Quraish Shihab menjabarkan,
mengendalikan diri dari hawa nafsu dan perbuatan dosa serta merugikan orang
lain merupakan modal penting bagi setiap Muslim untuk memperoleh predikat
takwa.
Quraish Shihab
menjelaskan, takwa terambil dari akar kata yang bermakna menghindar, menjauhi,
atau menjaga diri. Kalimat perintah ittaqullah secara harfiah berarti,
hindarilah, jauhilah, atau jagalah dirimu dari Allah. Makna ini tidak lurus
bahkan mustahil dapat dilakukan makhluk. Bagaimana mungkin makhluk
menghindarkan diri dari Allah atau menjauhi-Nya. Sedangkan Dia (Allah) bersama manusia di
mana pun manusia berada. Karena itu perlu disisipkan kata atau kalimat untuk
meluruskan maknanya. Misalnya kata siksa atau yang semakna dengannya, sehingga
perintah bertakwa mengandung arti perintah untuk menghindarkan diri dari siksa
Allah. Sebagaimana kita ketahui, siksa
Allah ada dua macam:
Pertama, siksa di dunia akibat
pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan yang ditetapkan-Nya berlaku di alam raya
ini. Seperti misalnya, "Makan
berlebihan dapat menimbulkan penyakit", "Tidak mengendalikan diri
dapat menjerumuskan kepada bencana", atau "Api panas, dan
membakar", dan hukum-hukum alam dan masyarakat lainnya.
Kedua, siksa di akhirat,
akibat pelanggaran terhadap hukum syariat, seperti tidak shalat, puasa,
mencuri, melanggar hak-hak manusia, dan lain-lain yang dapat mengakibatkan
siksa neraka. Takwa dapat terwujud
dalam bentuk rasa takut dari siksaan dan atau takut dari yang menyiksa (Allah
swt). Rasa takut ini, pada mulanya timbul karena adanya siksaan, tetapi
seharusnya sifat takwa timbul karena adanya Allah swt.
Dengan demikian, yang
bertakwa adalah orang yang merasakan kehadiran Allah setiap saat,
"bagaikan melihat-Nya atau kalau yang demikian tidak mampu dicapainya,
maka paling tidak, menyadari bahwa Allah melihatnya," sebagaimana bunyi
sebuah hadits. Salah satu saluran untuk
memperoleh predikat takwa ialah peristiwa malam lailatul qadar. Malam agung dan
istimewa yang kebaikannya berlanjut dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Quraish Shihab,
pertanda orang yang mendapatkan malam lailatul qadar ialah kebaikannya terus
meningkat dalam kehidupan sehari-hari setelah Ramadhan. Kemudian hati dan
perilakunya penuh dengan kedamaian dalam interaksinya dengan sesama makhluk
Allah swt.
semoga bermanfaat
Sumber:
https://islam.nu.or.id/ramadhan/10-kriteria-muslim-yang-memperoleh-predikat-takwa-DoYEZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar