WARITS 1

MAWARITS 1



 Bahan Tafakkur

       Menurut Islam, meninggalkan keturunan yang berkecukupan lebih baik dari pada dalam keadaan miskin. Oleh karena itu kualitas dan nasab keturunan harus diperhatikan. Bertikai karena warisan, bahkan sampai saling membunuh hanya karena ingin menguasai harta warisan. Seringkah kita mendengarkan orang yang jatuh miskin, hartanya habis karena serakah terhadap warisan? Allah telah memberikan ketetapan dalam hal pembagian harta warits.

Tadarrus

Tadarrus Alqur’an merupakan pembiasaan peserta didik untuk menumbuhkan rasa senang dan terbiasa membaca Alquran. Tadarrus ini yang dibaca adalah ayat ayat yang sering dibaca sehari-hari. Waktu untuk membaca antara 5 – 10 menit sebelum pelajaran inti dimulai, baik secara kelompok maupun individu.

Dalam kesempatan ini alternatif yang dibaca yaitu QS. An Nisa’ ayat 1 s/d 14 surah ke 4 juz 4.

Menganalisa Dan Mengevaluasi Ketentuan Warits Dalam Islam

Islam hadir ke permukaan bumi untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan umat manusia, hubungan manusia secara vertikal (hablun minallahi) dan hubungan manusia secara horisontal (hablun munannas). Contoh hubungan manusia secara horisontal ialah warits. Warits ada yang diatur secara adat, secara hukum negara dan warits secara agama.

Mawarits ialah serangkaian kejadian mengenai pemindahan kepemilikan harta benda dari seseorang yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih hidup.

Mempelajari ilmu warits (faraid) hukumnya fardlu kifayah, yaitu kewajiban yang berlaku untuk setiap muslim, tetapi jika ada diantara kaum muslimin di daerahnya telah melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban atas muslim yang lain dalam wilayah tersebut.

Dasar-Dasar Hukum Waris

Sumber hukum ilmu mawarits yang paling utama adalah al-Quran, kemudian As-Sunnah/hadits dan setelah itu ijma’ para ulama serta sebagian kecil hasil ijtihad para mujtahid

1.      Al-Quran

          Dalam Islam saling mewarisi di antara kaum muslimin hukumnya adalah wajib berdasarkan al-Quran dan Hadis Rasulullah Saw. Banyak ayat al-Quran yang mengisyaratkan tentang ketentuan pembagian harta warisan. Di antaranya firman Allah SWT. dalam Q.S. an-Nisa’/4: 7

 لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَفْرُوضًا

      

          Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”.

Ayat-ayat lain tentang mawarits terdapat dalam berbagai surat, seperti dalam Q.S. an-Nisa/4: 7 s/d 12 dan ayat 176, QS. an-Nahl/16: 75 dan QS. al Ahzab/33: ayat 4, sedangkan permasalahan yang muncul banyak diterangkan oleh as-Sunnah, dan sebagian sebagai hasil ijma’ dan ijtihad.

2.    As-Sunnah

Hadits dari Ibnu Mas’ud berikut.

عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ:  تَعَلِّمُوْا الْقُرْاَنْ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ وَتَعَلَّمُوْا الْفَرَائِضَ  وَعَلِّمُوْهَا فَاِنِّيْ امْرُؤٌ مَقْبُوْضٌ وَالْعِلْمُ مَرْفُوْعٌ وَيُوْشِكَ اَنْ يَخْتَلِفَ اسْمَانِ فِي الْفَرَائِضِ وَالْمَسْأَلَةِ فَلَا يَجِدَانِ اَحَدًا يُخْبِرُ هُمَا (رواه احمد)

 Artinya: Dari Ibnu Mas’ud, katanya: Bersabda Rasulullah saw.: “Pelajarilah al-Quran dan ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajarilah al faraid dan ajarkanlah ia kepada manusia. Maka sesungguhnya aku ini manusia yang akan mati, dan ilmu pun akan diangkat. Hampir saja nanti akan terjadi dua orang yang berselisih tentang pembagian harta warisan dan masalahnya; maka mereka berdua pun tidak menemukan sesorang yang memberitahukan pemecahan masalahnya kepada mereka”. (HR. Ahmad).

Hadis dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Nabi saw. bersabda:

اَلْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ وَمَاسِوَاى ذَلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ: اَيَةٌ مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْفَرَيْضَةٌ عَادِلَةٌ  (رواه ابو داود وابنماجه)

Artinya: “Ilmu itu ada tiga macam dan yang selain yang tiga macam itu sebagai tambahan saja: ayat muhkamat, sunnah yang datang dari Nabi dan faraid yang adil”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

3.      Posisi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia

          Hukum kewarisan Islam di Indonesia merujuk kepada ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), mulai pasal 171  diatur  tentang pengertian pewaris, harta warisan dan  ahli waris. Kompilasi Hukum Islam  merupakan kesepakatan para  ulama dan perguruan tinggi berdasarkan Inpres No. 1 Tahun 1991. Yang masih menjadi perdebatan hangat adalah keberadaan pasal 185 tentang ahli waris pengganti yang memang tidak diatur dalam fiqih Islam.

Ketentuan Mawarits dalam Islam

1.      Syarat-Syarat Mendapatkan Warisan

                    Syarat syarat mendapat harta warisan sebagai berikut;

a.  Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang untuk mendapatkan warisan.

b.      Kematian orang yang diwarisi, baik secara hakiki yaitu kematian nyata yang dapat disaksikan, dan kematian secara hukum yaitu apabila kematiannya tidak diketahui secara pasti, seperti orang hilang yang tidak diketahui rimbanya,  hakim memutuskan bahwa orang yang hilang itu dianggap telah meninggal dunia.

c.     Ahli waris hidup pada saat orang yang memberi warisan meninggal dunia. Jadi, jika seorang wanita mengandung bayi, kemudian salah seorang anaknya meninggal dunia, maka bayi tersebut berhak menerima warisan dari saudaranya yang meninggal itu, karena kehidupan janin telah terwujud pada saat kematian saudaranya terjadi.

2.      Rukun

          Berikut yang termasuk rukun waris.

          1.      Muwarits, yaitu orang yang meninggal (orang yang mewariskan) dan ada harta yang ditinggalkan. Kematian seseorang terbagi dua:   kematian hakiki, yaitu kematian nyata yang dapat disaksikan dan kematian secara hukum, apabila kematiannya tidak diketahui secara pasti, seperti orang hilang yang tidak diketahui rimbanya.

       2.    Harta warits, yaitu harta pribadi (bukan harta bersama sekalipun suami istri) peninggalan dari orang yang meninggal. Harta pribadi asalnya dapat diketahui dari hasil usaha,peninggalan orang tuanya, hadiah atau hibah. Dikatakan harta waris, jika harta peninggalan tersebut, sudah dikurangi hal-hal sebagai berikut

a.      Biaya mengurus jenazah mulai meninggal sampai saat dimakamkan.

b.      Pelunasan utang apabila ada (Q.S. An-Nisa’/4:12) Utang ada dua:

1.   Utang terhadap Allah swt., contoh: zakat, menunaikan ibada haji, kafarat, nazar, dan lain sebagainya.

2.   Utang terhadap sesama manusia, contoh: bisa berupa uang, barang atau bentuk lainnya

c.     Wasiatyaitu pesan sebelum seseorang meninggal (QS. An-Nisa’/4: 11).

Adapun syarat-syarat berwasiat, antara lain:

1.    Tidak boleh lebih dari 1/3 harta miliknya.

2.   Tidak boleh wasiat kepada salah satu ahli waris saja jika ada ahli waris yang lain dan ada saksi

3.    Tidak untuk maksiat.

3.    Muwarits  atau ahli waris, yaitu satu atau beberapa orang hidup sebagai keluarga yang ditinggalkan yang berhak mendapat harta waris dari muwarits. 

3.      Sebab-Sebab Menerima Harta WaritsaN

          Seseorang mendapatkan harta warisan disebabkan salah satu dari beberapa  sebab sebagai berikut:

       a.      Nasab (keturunan), yakni hubungan pertalian darah dengan yang meninggal, seperti orang tua, anak, saudara, paman dan seterusnya.  Allah Swt. berfirman dalam Q.S.  an-Nisa’/4: 33

                   “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak  dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya...”

          b.      Pernikahan, yaitu akad yang sah untuk menghalalkan berhubungan  suami isteri, walaupun suaminya belum menggaulinya serta belum  berduaan dengannya. Allah Swt. berfirman dalam QS. an-Nisa’/4: 12

                   Suami istri dapat saling mewarisi dalam talak raj’i selama dalam masa iddah dan ba’in, jika suami menalak istrinya ketika sedang sakit dan meninggal dunia karena sakitnya tersebut.

      c.       Wala’, yaitu seseorang yang memerdekakan budak . Jika budak yang dimerdekakan meninggal dunia sedang ia tidak meninggalkan ahli waris, maka hartanya diwarisi oleh yang memerdekakannya itu. Rasulullah saw. bersabda,

... فَاِنَّ الْوَلَاء لِمَنْ أَعْتَقَ ... (رواه البخارى)

 

                    “. . Wala’ itu milik orang yang memerdekakannya . . ”  (HR. al-Bukhari dan Muslim).

           d.     Adanya pertalian agama, apabila orang yang meninggal tidak meninggalkan ahli warits.

4.      Sebab-Sebab Tidak Mendapatkan Harta WaritsaN

          Sebab-sebab yang menghalangi ahli waris menerima bagian warisan adalah sebagai berikut.

    a.  Kekafiran. Kerabat yang muslim tidak dapat mewarisi kerabatnya yang kafir, sebaliknya orang yang kafir tidak dapat mewarisi kerabatnya yang musliM  Dari Usamah bin Zaid ra, Nabi SAW bersabda:

                   Orang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim.” (H.R.Bukhari).

       b.    Membunuh. Jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja, maka pembunuh tersebut tidak bisa mewarisi yang dibunuhnya, berdasarkan hadis Nabi saw:

                   “Pembunuh tidak berhak mendapatkan apapun dari harta peninggalan orang yang dibunuhnya.” (HR.Ibnu Abdil Bar)

          c.       Perbudakan. Seorang budak / hamba sahaya tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi,baik budak secara utuh ataupun sebagiannya. Seseorang yang tidak dapat mengatur dirinya dan tidak memiliki kebebasan. Ia dapat dijual, dihibahkan, diwaritskan bagaikan harta. Harta yang dimilikinyapun adalah milik tuannya. Dengan demikian, seorang budak tidak berhak menerima waritsan. Namun pada saat ini, perbudakan telah mulai dihapus.  berdasarkan sebuah hadis Rasulullah saw yang artinya: “Ia (seorang budak yang merdeka sebagiannya) berhak mewarisi dan diwarisi sesuai dengan kemerdekaan yang dimilikinya.”

          d.      Perzinaan. Seorang anak yang terlahir dari hasil perzinaan tidak dapat diwarisi dan mewarisi bapaknya. Ia hanya dapat mewarisi dan diwarisi ibunya.

 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ اخْتَصَمَ سَعْدٌ وَابْنُ زَمْعَةَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَلَكَ يَاعَبْدُ بْنَ زَمْعَةَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَاحْتَجِبِي مِنْهُ يَاسَوْدَةُ زَادَلَنَا قُتَيْبَةُ عَنْ اللَّيْثِ وَلِلْعَاهِرِالْحَجَرُ

 

                      Dari Aisyah radliallahu anha mengatakan, Sa’d dan Ibnu Zam’ah bersengketa, lantas Nabi SAW bersabda: ” Anak laki laki itu milikmu hai Abd bin Zam’ah, karena anak itu milik pemilik kasur, dan berhijablah engkau darinya ya Saudah!” Sedang Qutaibah menambah redaksi kepada kami dari Al Laits;’’ dan bagi para pezina adalah batu.” (HR Bukhari).

          e.      Li’anAnak suami isteri yang melakukan li’an tidak dapat mewarisi dan diwarisi bapak yang tidak mengakuinya sebagai anaknya. Hal ini diqiyaskan dengan anak hasil perzinaan. 

Sampai jumpa materi berikutnya

Semoga barokah dan bermanfaat

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar