DAKWAH 2

 DAKWAH

BAGIAN 2





2.      Tujuan Dakwah

Jika merujuk kepada Q.S. an-Nūr/24: 55, maka tujuan dakwah adalah menyeru dan mengajak segenap manusia agar konsisten/istiqamah dalam:

a.      Beriman hanya kepada Allah Swt. dan tidak melakukan kemusyrikan (tauhid/akidah);

b.      Menjadikan seluruh aktivitasnya hanya beribadah kepada Allah Swt. (ikhlas/syariah);

c.       Mengerjakan amal shaleh dalam arti yang seluas-luasnya (amal ibadah/ muamalah);

d.      Berakhlak mulia yang tolok ukurnya adalah akhlak Rasulullah Saw. (akhlak/ihsan).

Tersimpul bahwa tujuan dakwah adalah mengajak segenap manusia keluar dari jalan kesesatan yang dimurkai, menuju jalan yang benar yang diridhai Allah Swt. (Perhatikan isi dan kandungan Q.S. al-Jin/72: 23; dan Q.S. al-Fajr/89: 27-30).

 

 e.      Syarat dan Metode Dakwah

Banyak factor yang memengaruhi keberhasilan dakwah. Faktor terpentingnya adalah inayah Allah Swt., di samping tentu saja dari kepribadian dan karakter dai sendiri, yang menghiasi pribadinya, melebar ke keluarga terdekat, lalu ke masyarakat luas.

          Itulah sebabnya, seorang dai jika ingin sukses harus memenuhi syarat seperti yang telah dilakukan oleh para rasul, yaitu sebagai berikut:

1.      Satunya kata dengan perbuatan, sikap, perilaku dan tingkah lakunya benar-benar menjadi teladan (uswatun hasanah).

2.      Memahami objek dakwahnya, sehingga dakwahnya tepat sasaran (Perhatikan isi kandungan Q.S. Ibrāhīm/14: 4), dan Hadis yang artinya: “Berbicaralah kepada manusia sesuai kadar akal mereka.”

3.      Memiliki keberanian dan ketegasan, namun tetap bijak dan santun dalam berdakwah. Jalan yang dipilih adalah jalan tengah (tawasuth), damai, dan menenteramkan, meski tidak hilang sikap tegasnya. Kenapa harus santun dan damai dalam berdakwah? Ada beberapa jawaban yang dapat diketengahkan, yaitu:

          a)      Dakwah itu untuk agama Allah Swt. bukan untuk pribadi dai sendiri, golongan dan kelompok atau kaumnya.

          b)      Dakwah itu hakikatnya mengajak, jika disampaikan dengan marah, pihak lain akan menghindar terlebih dahulu, akibatnya bukan dekat, tetapi menjauh.

          c)      Jika dakwah dilakukan denga marah, itu sama artinya menutupi inti Islam sebagai agama yang menyelamatkan, menenteramkan, dan membahagiakan.

4.      Memiliki ketabahan dan kesabaran yang tinggi dalam menghadapi segala tantangan dan rintangan akibat dakwah yang dilakukan.

5.      Menyadari dengan sepenuh hati bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan, mengajak, dan menyeru, tentang hasilnya diserahkan sepenuhnya hanya kepada Allah Swt. (Q.S. al-An’ām/6: 159).

6.      Selalu berdoa kepada Allah Swt. agar dakwahnya mencapai kesuksesan.


Sementara itu, perihal metode dakwah yang harus dilaksanakan, jika mengacu kepada Q.S. al-Nahl/16: 125, maka acuannya sebagai berikut:

a)      Meluruskan niat, bahwa dakwah itu bertujuan hanya kepada Allah Swt., bukan kepentingan lain, tetapi hanya mencari ridha-Nya.

b)      Dakwah itu harus bijak (hikmah), mengetahui betul kondisi umat/ jamaahnya, sehingga materi dan metode yang disampaikan tepat mengenai sararan.

c)      Hindari cara-cara yang memaksa, menakutkan apalagi cara teror, tetapi kedepankan cara mau’idhah hasanah, yakni cara yang damai, indah, santun, menenteramkan dan menyenangkan, sehingga materi dakwah dapat masuk dalam relung hati yang paling dalam. Hal ini, tentu tidak mudah, namun dengan bertambahnya pengalaman, serta selalu memperbaharui rujukan atau bacaan, maka capaian tersebut bukan hal yang mustahil.

d)      Lakukan dakwah dengan cara ber-mujadalah, yakni melalui dialog, diskusi, bahkan boleh juga berdebat, tetapi tetap menggunakan cara yang beradab, berlandaskan etika diskusi yang baik, serta tidak melakukan debat kusir, apalagi mau menang sendiri.

 

f.       Metode Al-Qur’an dalam Menyajikan Materi Dakwah

Disebabkan objek dakwah itu manusia, yang memiliki unsur jasmani, akal dan jiwa, maka pendekatan dakwah yang dilakukan juga harus memperlakukan manusia secara utuh. Karena itu, Al-Qur’an menggariskan ciri-ciri sebagai berikut:

1.      Saat manusia mendapatkan puncak kesucian (saat menerima wahyu, atau hasil olah batin), Al-Qur’an membawa yang bersangkutan dalam situasi yang bersifat material (Perhatikan Q.S. Thāhā/20: 17, Q.S. al- Qiyāmah/75: 16, dan Q.S. al-Najm/53: 17).

2.      Menggunakan benda-benda alam, meski ukurannya kecil, sebagai penghubung antara manusia dengan Allah Swt. atau sebagai gambaran tentang sikap kejiwaannya (Perhatikan Q.S. az-Zumar/39: 5, Q.S. al- Baqarah/2: 264).

3.      Menekankan bahwa segala sesuatu yang terjadi di bawah kekuasaan, pengetahuan, dan pengaturan Allah Swt. (Perhatikan Q.S. al-Anfāl/8: 17, Q.S. al-An’ām/6: 59, dan Q.S. ar-Ra’d/13: 15).

 

g.      Media Dakwah

Penggunaan media dakwah tentu menjadi hal yang niscaya, apalagi kondisi masyarakat modern yang ingin serba cepat, canggih, dan mudah. Sebab itu, media dakwah yang digunakan mencirikan anak zamannya, tidak konvensional, apalagi hanya sekadar ceramah dan mengumpulkan massa dalam jumlah yang besar, setelah itu bubar tanpa bekas.

          Meskipun demikian, media dakwah yang dapat dipakai bisa dalam bentuk yang paling sederhana, misalnya terbatas pada media lisan dan tulisan, tetapi semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, media dakwah pun semakin lengkap, beragam, multi aspek dan sektor, serta memiliki daya jangkau yang semakin luas.

          Dakwah itu maknanya luas, tidak hanya ceramah dan berbicara di panggung atau mimbar. Dakwah itu meliputi: tutur kata yang sopan; berpakaian menutup aurat dan rapih; bekerja secara halal dan beretos kerja yang tinggi; menjadi karyawan yang disiplin, jujur dan amanah; konsisten shalat 5 waktu ditambah shalat-shalat sunnah; serta beraneka ragam kegiatan manusia yang sejalan dengan tuntunan Allah Swt.

          Selanjutnya, media dakwah untuk masa kini dapat menggunakan: (a) Media elektronik, beragam media sosial, TV, radio dan internet. (b) Media cetak, antara lain: buku, jurnal, surat kabar, majalah, spanduk, brosur, pamflet dan lain sebagainya.

 

h.      Manajemen Dakwah

Faktor lain dari kesuksesan seorang dai, sangat tergantung dengan manajemen dan pola yang digunakan, yang namanya manajemen tidak terlepas dari perencanan, pelaksanakan, dan evaluasi, ditambah prinsip- prinsip lain yang mendukung keberhasilan dakwah.

          Jika ingin berhasil, setiap dai harus mengacu kepada teladan yang sudah diterapkan oleh Rasulullah Saw. baik ketika di periode Makkah maupun Madinah, yang dikenal dengan istilah Sirah Nabawiyah. Pemahaman sirah harus lengkap dan utuh, karena jika tidak! Akibatnya menjadi fatal.

          Misalnya, apa dan dari mana   rujukannya,   sehingga   ada   seorang dai bisa menyuruh anak didikannya untuk melakukan bom bunuh diri, menghancurkan siapa saja, termasuk orang tuanya, dan rekan sesama muslim di negara yang damai (tidak dalam kondisi konflik/peperangan). Apa yang mendasari sikap dan perilaku mereka? Padahal Rasulullah Saw. tidak pernah mencontohkan yang demikian.

          Hal ini harus menjadi perhatian bersama, karena di negara Indonesia yang kita cintai, selama 2 dekade belakangan ini, muncul gerakan teror dan radikal yang meresahkan semua pihak, termasuk seluruh umat beragama, padahal semua agama tidak mentolerir, mengutuk secara tegas, dan tidak sedikitpun merestui gerakan tersebut.

          Jika becermin dari dakwah yang dilakukan Rasulullah Saw., semuanya dimulai dari diri sendiri melalui sikap dan perilaku/akhlak yang terbaik, tutur kata yang santun dan sopan, pergaulan yang damai dan menenteramkan, sampai pada menghindari cara-cara kekerasan, ketakutan, dan paksaan (Perhatikan isi dan kandungan Q.S. al-Qalam/68: 4), Q.S. al-Fath/48: 8, dan Q.S. at-Taubah {9}: 128).

          Saat berdakwah Rasulullah Saw menerapkan hal-hal sebagai berikut.

1.      Lemah lembut dalam menjalankan dakwah

2.      Bermusyawarah dalam segala urusan, termasuk urusan dakwah

3.      Menyampaikan dakwah sesuai dengan objek dakwah

4.      Lapang dada dan sabar

5.      Kebulatan tekad

6.      Bertawakal


Tidak ada komentar:

Posting Komentar