CINTA TANAH AIR MODERASI AGAMA
Asbabun Nuzul
Di dalam kitab Mausu’at al-Hafidz Ibn Hajar dijelaskan bahwa asbabun nuzul Q.S. al-Baqarah/2: 143 berdasarkan keterangan dari Muqatil adalah; bahwa ada sekelompok orang Yahudi di Madinah antara lain Mirhab, Rabi’ah, dan Rafi’ yang berpendapat di hadapan sahabat Mu’ad bin Jabal. Mereka berpendapat bahwa berpalingnya Rasulullah menghadap kiblat dari semula kiblat Baitul Muqaddas (di Indonesia lebih sering disebut Baitul Maqdis) di Palestina bergeser ke kiblat Ka’bah di Mekkah adalah karena dengkinya Nabi Muhammad Saw.
Menurut
mereka, nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad semuanya menjadikan kiblat Masjidil
Aqsha karena letaknya yang pas. Dari kejadian itu lalu turunlah Al-Qur’an surat
al-Baqarah/2 :143. Melalui ayat ini, Allah Swt. bermaksud memberitahukan kepada
umat manusia bahwa perubahan kiblat umat Islam ke kiblat Ibrahim yakni Ka’bah
adalah karena alasan terbaik. Kata ‘wasath’ di sini adalah pilihan yang
terbaik.
Ada
pula yang mendasarkan asbabun-nuzul Q.S. Al-Baqarah/2: 143 ini berdasarkan
riwayat Abu Said al-Hudhri yang langsung bersumber dari Rasulullah Saw. Beliau berkata:
Artinya: “Nabi Nuh
kelak dipanggil di hari kiamat, maka ditanyakan kepadanya, “Apakah engkau telah
menyampaikan (risalahmu)?” Nuh menjawab, “Ya.” Lalu kaumnya dipanggil dan
dikatakan kepada mereka, “Apakah dia telah menyampaikannya kepada kalian?” Maka
mereka menjawab, “Kami tidak kedatangan seorang pemberi peringatan pun dan
tidak ada seorang pun yang datang kepada kami.” Lalu ditanyakan kepada Nuh,
“Siapakah yang bersaksi untukmu?” Nuh menjawab, “Muhammad dan umatnya.”
Abu
Sa’id mengatakan bahwa yang demikian itu adalah firmanNya, “Dan demikian (pula)
Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil” (Al-Baqarah: 143),
al-wasat artinya adil. Kemudian kalian dipanggil dan kalian mengemukakan
persaksian untuk Nabi Nuh, bahwa dia telah menyampaikan (nya) kepada umatnya,
dan dia pun memberikan kesaksiannya pula terhadap kalian.” (HR. Al-Bukhari:
3339/4487, Ahmad: 3/32, At-Tirmidzi: 2961, An-Nasai: 1007, dan Ibnu Majah:
4284).
Imam
Ahmad juga meriwayatkan, dari Abu As-Aswad, katanya, “Aku pernah datang di
Madinah dan di sana sedang terjangkit penyakit yang menyerang banyak orang, dan
korban pun berjatuhan dengan cepat. Lalu aku duduk di dekat Umar bin
Al-Khaththab, kemudian ada jenazah yang lewat, lalu jenazah itu dipuji dengan
kebaikan. Umar berkata, “Pasti.” Kemudian Umar melewati jenazah yang lain, dan
jenazah itu disebutkan dengan keburukan. Lalu Umar berkata, “Pasti.” Setelah
itu Abu As-Aswad bertanya kepada Umar bin Al-Khaththab, “Ya Amirul Mukminin,
apa yang pasti itu?” Umar menjawab, aku mengatakan seperti apa yang dikatakan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
Artinya: “Orang Muslim mana pun yang diberikan kesaksian oleh empat orang bahwa ia baik, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga.” Kami bertanya, “Juga tiga orang?” Beliau menjawab, “Ya, meski hanya tiga orang.” Kami pun bertanya, lanjut Umar, “Juga dua orang?” Beliau pun menjawab, “Ya, termasuk dua orang.” Masih lanjut Umar, “Dan kemudian kami tidak menanyakan tentang satu orang.” (HR. Ahmad: 1/22, Al-Bukhari: 1368, At- Tirmidzi: 1059, dan An-Nasai: 4/50)
Tafsir Al Baqarah/2
: 143
Seluruh
kaum muslimin adalah umat yang mendapat petunjuk dari Allah Swt. dan termasuk
ummatan washathan, sehingga mereka menjadi umat yang adil serta pilihan dan
akan menjadi saksi atas keingkaran orang yang kafir. Umat Islam harus
senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran serta membela yang hak dan
melenyapkan yang batil. Mereka dalam segala persoalan hidup berada di tengah
orang-orang yang mementingkan kebendaan dalam kehidupannya dan orang-orang yang
mementingkan ukhrawi saja. Dengan demikian, umat Islam menjadi saksi yang adil
dan terpilih atas orang-orang yang bersandar pada kebendaan, yang melupakan
hak-hak ketuhanan dan cenderung kepada memuaskan hawa nafsu. Mereka juga menjadi
saksi terhadap orang-orang yang berlebih-lebihan dalam soal agama sehingga
melepaskan diri dari segala kenikmatan jasmani dengan menahan dirinya dari
kehidupan yang wajar. Umat Islam menjadi saksi atas mereka semua, karena
sifatnya yang adil dan terpilih dan dalam melaksanakan hidupnya sehari-hari
selalu menempuh jalan tengah. Demikian pula Rasulullah Saw. menjadi saksi bagi
umatnya, bahwa umatnya itu sebaik-baik umat yang diciptakan untuk memberi
petunjuk kepada manusia dengan amar makruf dan nahi mungkar.
Sejarah
perubahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah dikandung maksud untuk
menguji siapa antara mereka yang benar benar beriman dan mengikuti Rasulullah
saw. Serta siapa yang lemah imannya. Pemindahan kiblat dirasakan berat bagi
yang fanatic kepada kiblat pertama, tetapi bagi yang beriman dan mendapat
hidayah dari Allah Swt., mereka akan sadar bahwa melaksanakan ibadah dengan
menghadap kiblat semata-mata perintah Allah bukan karena rahasia yang
tersembunyi pada tempat itu, tetapi untuk menghimpun manusia pada satu arah
untuk persatuan umat.
Untuk
menghilangkan keragu-raguan dari sebagian kaum Muslimin tentang pahala salatnya
selama mereka menghadap ke Baitul Maqdis dulu, maka Allah menerangkan bahwa Dia
sekali-kali tidak akan menyia-nyiakan iman dan amal orang-orang yang mematuhi
Rasul karena Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar