CINTA TANAH AIR DAN MODERASI (ASBABUN NUZUL DAN TAFSIR) 1

 CINTA TANAH AIR MODERASI AGAMA

(ASBABUN NUZUL DAN TAFSIR AL BAQARAH 143)






وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ



Asbabun Nuzul

Di dalam kitab Mausu’at al-Hafidz Ibn Hajar dijelaskan bahwa asbabun nuzul Q.S. al-Baqarah/2: 143 berdasarkan keterangan dari Muqatil adalah; bahwa ada sekelompok orang Yahudi di Madinah antara lain Mirhab, Rabi’ah, dan Rafi’ yang berpendapat di hadapan sahabat Mu’ad bin Jabal. Mereka berpendapat bahwa berpalingnya Rasulullah menghadap kiblat dari semula kiblat Baitul Muqaddas (di Indonesia lebih sering disebut Baitul Maqdis) di Palestina bergeser ke kiblat Ka’bah di Mekkah adalah karena dengkinya Nabi Muhammad Saw.

Menurut mereka, nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad semuanya menjadikan kiblat Masjidil Aqsha karena letaknya yang pas. Dari kejadian itu lalu turunlah Al-Qur’an surat al-Baqarah/2 :143. Melalui ayat ini, Allah Swt. bermaksud memberitahukan kepada umat manusia bahwa perubahan kiblat umat Islam ke kiblat Ibrahim yakni Ka’bah adalah karena alasan terbaik. Kata ‘wasath’ di sini adalah pilihan yang terbaik.

Ada pula yang mendasarkan asbabun-nuzul Q.S. Al-Baqarah/2: 143 ini berdasarkan riwayat Abu Said al-Hudhri yang langsung bersumber dari Rasulullah Saw. Beliau berkata:


 


Artinya: “Nabi Nuh kelak dipanggil di hari kiamat, maka ditanyakan kepadanya, “Apakah engkau telah menyampaikan (risalahmu)?” Nuh menjawab, “Ya.” Lalu kaumnya dipanggil dan dikatakan kepada mereka, “Apakah dia telah menyampaikannya kepada kalian?” Maka mereka menjawab, “Kami tidak kedatangan seorang pemberi peringatan pun dan tidak ada seorang pun yang datang kepada kami.” Lalu ditanyakan kepada Nuh, “Siapakah yang bersaksi untukmu?” Nuh menjawab, “Muhammad dan umatnya.”

Abu Sa’id mengatakan bahwa yang demikian itu adalah firmanNya, “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil” (Al-Baqarah: 143), al-wasat artinya adil. Kemudian kalian dipanggil dan kalian mengemukakan persaksian untuk Nabi Nuh, bahwa dia telah menyampaikan (nya) kepada umatnya, dan dia pun memberikan kesaksiannya pula terhadap kalian.” (HR. Al-Bukhari: 3339/4487, Ahmad: 3/32, At-Tirmidzi: 2961, An-Nasai: 1007, dan Ibnu Majah: 4284).

Imam Ahmad juga meriwayatkan, dari Abu As-Aswad, katanya, “Aku pernah datang di Madinah dan di sana sedang terjangkit penyakit yang menyerang banyak orang, dan korban pun berjatuhan dengan cepat. Lalu aku duduk di dekat Umar bin Al-Khaththab, kemudian ada jenazah yang lewat, lalu jenazah itu dipuji dengan kebaikan. Umar berkata, “Pasti.” Kemudian Umar melewati jenazah yang lain, dan jenazah itu disebutkan dengan keburukan. Lalu Umar berkata, “Pasti.” Setelah itu Abu As-Aswad bertanya kepada Umar bin Al-Khaththab, “Ya Amirul Mukminin, apa yang pasti itu?” Umar menjawab, aku mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:


 اَيُّمَا مسلمٍ شَهِدَ لَه أربعةٌ بخيرٍ أَدْخَلَهُ الله الجَنَّةَ . قال: فقلنا وثَلَاثَةٌ قال: وثلاثةٌ  قال: فقلنا: وَاثْنَانِ  قال: وَاثْنَانِ    ثم لم نسألْهُ عن الوحد

Artinya: “Orang Muslim mana pun yang diberikan kesaksian oleh empat orang bahwa ia baik, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga.” Kami bertanya, “Juga tiga orang?” Beliau menjawab, “Ya, meski hanya tiga orang.” Kami pun bertanya, lanjut Umar, “Juga dua orang?” Beliau pun menjawab, “Ya, termasuk dua orang.” Masih lanjut Umar, “Dan kemudian kami tidak menanyakan tentang satu orang.” (HR. Ahmad: 1/22, Al-Bukhari: 1368, At- Tirmidzi: 1059, dan An-Nasai: 4/50)

 

Tafsir Al Baqarah/2 : 143

Seluruh kaum muslimin adalah umat yang mendapat petunjuk dari Allah Swt. dan termasuk ummatan washathan, sehingga mereka menjadi umat yang adil serta pilihan dan akan menjadi saksi atas keingkaran orang yang kafir. Umat Islam harus senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran serta membela yang hak dan melenyapkan yang batil. Mereka dalam segala persoalan hidup berada di tengah orang-orang yang mementingkan kebendaan dalam kehidupannya dan orang-orang yang mementingkan ukhrawi saja. Dengan demikian, umat Islam menjadi saksi yang adil dan terpilih atas orang-orang yang bersandar pada kebendaan, yang melupakan hak-hak ketuhanan dan cenderung kepada memuaskan hawa nafsu. Mereka juga menjadi saksi terhadap orang-orang yang berlebih-lebihan dalam soal agama sehingga melepaskan diri dari segala kenikmatan jasmani dengan menahan dirinya dari kehidupan yang wajar. Umat Islam menjadi saksi atas mereka semua, karena sifatnya yang adil dan terpilih dan dalam melaksanakan hidupnya sehari-hari selalu menempuh jalan tengah. Demikian pula Rasulullah Saw. menjadi saksi bagi umatnya, bahwa umatnya itu sebaik-baik umat yang diciptakan untuk memberi petunjuk kepada manusia dengan amar makruf dan nahi mungkar.

Sejarah perubahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah dikandung maksud untuk menguji siapa antara mereka yang benar benar beriman dan mengikuti Rasulullah saw. Serta siapa yang lemah imannya. Pemindahan kiblat dirasakan berat bagi yang fanatic kepada kiblat pertama, tetapi bagi yang beriman dan mendapat hidayah dari Allah Swt., mereka akan sadar bahwa melaksanakan ibadah dengan menghadap kiblat semata-mata perintah Allah bukan karena rahasia yang tersembunyi pada tempat itu, tetapi untuk menghimpun manusia pada satu arah untuk persatuan umat.

Untuk menghilangkan keragu-raguan dari sebagian kaum Muslimin tentang pahala salatnya selama mereka menghadap ke Baitul Maqdis dulu, maka Allah menerangkan bahwa Dia sekali-kali tidak akan menyia-nyiakan iman dan amal orang-orang yang mematuhi Rasul karena Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar