CINTA TANAH AIR DAN MODERASI (HADITS)

 CINTA TANAH AIR MODERASI BERAGAMA

(HADITS TENTANG CINTA TANAH AIR DAN MEDERASI BERAGAMA)





Hadis-hadis tentang Cinta tanah air

Berikut ini adalah hadis-hadis yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penjelasan para ulama ahli hadis, yang dikupas tuntas secara gamblang:

 lihat link VIDEO

 عن أنسٍ أن النبي صلى الله عليه و سلم  كان إذا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ  فَنَظَرَ الى جُدُرَاتِ المدينةِ اَوْضَعَ نَاقَتَهُ  وان كان على دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِن حُبِّهَا  ...... و فى الحديث دلالةٌ على فَضْلِ المدينةِ وعلى مَشْرُوْعِيَّةِ حُبِّ الوطنِ وَالْحَنِيْنِ إليه

Artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi Saw. ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari (Beirut, Dar Al-Ma’rifah, 1379 H, Juz 3, hal. 621), menegaskan bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya. Sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar, Badr Al- Din Al-Aini (wafat 855 H) dalam kitabnya ‘Umdat al-Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan:

 و فيه : دلالةٌ على فَضْلِ المدينةِ وعلى مَشْرُوْعِيَّةِ حُبِّ الوطنِ وَالْجِنَّةِ إليه

 Artinya; “Di dalamnya (hadis) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas disyari’atkannya cinta tanah air dan rindu padanya.” (Badr Al-Din Al-Aini, Umdat al-Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 10, hal. 135).

Hadits berikutnya yang menjadi dalil cinta tanah air yaitu hadits riwayat Ibn Ishaq, sebagimana disampaikan Abu Al-Qosim Syihabuddin Abdurrahman bin Ismail yang masyhur dengan Abu Syamah (wafat 665 H) dalam kitabnya Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa

 

 

 

Al-Suhaily berkata: Dan di dalam hadits (tentang) Waraqah, bahwasanya ia berkata kepada Rasulullah Saw.; sungguh engkau akan didustakan, Nabi tidak berkata sedikitpun. Lalu ia berkata lagi; dan sungguh engkau akan disakiti, Nabi pun tidak berkata apapun. Lalu ia berkata; sungguh engkau akan diusir. Kemudian Nabi menjawab: “Apa mereka akan mengusirku?”. Al- Suhaily menyatakan di sinilah terdapat dalil atas cinta tanah air dan beratnya memisahkannya dari hati.” (Abu Syamah, Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa, Maktabah al-Umrin Al-Ilmiyah, 1999, hal. 163).


Hadis-hadis tentang moderasi dalam beragama

Dalam literatur hadis, kata wasath hampir tidak ditemukan. Hanya saja, kata yang digunakan dalam padanan maknanya, yakni al-Qashd yang bermakna al-tawassuth dan al-I’tidaal.

Dalam salah satu contoh hadis yang menggunakan kata al-Qashd adalah hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim tentang sahabat Jabir bin Samurah tentang pelaksanaan khutbah Nabi pada hari Jumat:

 عن جابر ابنِ سَمُوْرَة قال : كنتُ اُصليْ مع النبِي صم الصَلَوَاتُ فَكَانَتْ صَلاتُهُ قَصْدًا وخُطْبَتُهُ قصدا

Artinya : Dari Jabir bin Samurah berkata, aku telah sholat bersama Nabi saw berkali kali, dan (aku dapati) shalatnya dalam pertengahan. Khutbahnya juga pertengahan 

Dari beberapa prinsip dasar dan karakteristik wasathiyah yang diintisarikan dalam hadis, dikutip dari tulisan Ardiansyah, Islam Wasathiyah Perspektif Hadis adalah terdapat beberapa prinsip.

Pertama, al-khayriyah yang memiliki arti terbaik atau terpilih (Ali Imran [3]: 110). Umat Islam merupakan umat terbaik dan terpilih yang disebutkan dalam kitab suci Al-Qur’an. Dalam kedua sifat tersebut, umat Islam seyogiyanya membawa nilai-nilai kedamaian dan kelembutan. 

Kedua, al-‘adalah yakni adil. Dalam wasath (al-Qasd) nilai keadilan merupakan yang penting. Keadilan mencakup segalanya baik dalam hal yang bersifat ketahuidan ataupun kehidupan bermasyarakat.

Ketiga, at-tawazun, yang berarti keseimbangan, karakter ketiga ini menjadi pengikatnya. Islam menjadi agama yang sempurna karena Islam mampu menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat. Seseorang yg seimbang dalam kehidupannya akan seimbang pula dalam kehidupan sosialnya.

Keempat, at-tasamuh (toleran). Dalam karakter dan prinsip ini merupakan pembuka dari wasath. Seseorang yang menjalankan sikap tasamuh akan tawazun, kemudian sikapnya akan adil. Lalu, dari situlah menjadi (umat) yang terpilih dan terbaik.

Kelima, al-Istiqamah (konsistensi), selain empat karakter dan prinsip wasath di atas, seseorang hendaknya memegang prinsip berada dalam “jalan yang lurus”.

Keenam, ra’f al-haraj (menghilangkan kesulitan). Prinsip ini sesuai dengan sabda Nabi; “Berikanlah kemudahan jangan mempersulit, berikanlah ketenangan jangan membuat gaduh”. Dari sini jelas, bahwa Rasulullah adalah sosok pemimpin yang bersikap sederhana yang tidak mempersulit umatnya dengan mnberikan solusi yang tidak memberatkan.

Dari keenam prinsip dan karakter tersebut, wasath dalam hadis memiliki kesinambungan dengan sikap-sikap baik lainnya. Dengan mengedepankan toleransi dan keseimbangan. Semoga umat Islam senantiasa memberikan kedamaian bagi sekitarnya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar