TELAAH HADITS DAN PENJELASAN LAIN TENTANG BERFIKIR KRITIS
Telaah Hadis
dan Penjelasan lain tentang Berpikir Kritis
سمعتُ عبدَ اللهِ بنِ عَمْرِ وبْنِ العَاصِ ,
يقولُ : سمعتُ رسولَ اللهُ صم يقول : اِن اللهَ لا يَقْبِضُ العِلمَ انْتِزَاغًا يَنْتَزِعُهُ
مِن الناس ولكن يَقْبِضُ العِلمَ بِقَبْضِ العُلماءِ حتى اذا لَمْ يَتْرُكْ عَالمًا
اتَّخَذَ الناسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فسُئِلُوا فَأَفْتُوا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا
وَاَضَلُّوا
Terjemah Hadis
Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bin ‘Ash r.a. : “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya, Allah tidak mencabut ilmu dengan melenyapkannya dari dada manusia, tetapi dengan mewafatkan ulama, sehingga setelah tidak ada seorang pun ulama, mereka manusia mengangkat orang-orang bodoh menjadi pemimpin. Mereka ditanya, tetapi mereka (pemimpin-pemimpin yang bodoh itu) memberikan petunjuk tanpa ilmu, kemudian tersesatlah mereka, dan menyesatkan orang lain pula.” (HR. Muslim)
Kandungan Hadis
1. Hadis ini membicarakan pentingnya
penguasaan ilmu pengetahuan yang terkumpul dalam diri pada ulama. Menjadi ulama
bukan hal mudah, seperti terlihat dari kisah para ulama saat menuntut ilmu,
misalnya Imam al-Ghazali, Imam al-Bukhari, Imam an-Nawawi, dan Buya Hamka
setelah mencurahkan segala tenaga, pikiran, waktu dan meghadapi pelbagai cobaan
dan rintangan dalam menutut ilmu. Mereka semua menjadi ulama yang produktif
dalam berkarya, sehingga karya- karya mereka menginspirasi dan dapat dibaca,
diteliti dan ditelusuri isi kandungannya, sehingga generasi saat ini, bahkan
generasi mendatang masih dapat mengambil manfaatnya.
2. Rentang sejarah para ulama dari satu
generasi ke generasi selanjutnya, baik dari buah karyanya maupun kisah (biografi)
hidupnya, masih dapat diambil menjadi teladan, contoh, dan pelajaran tentang
bagaimana cara mereka mencari ilmu dengan sungguh-sungguh, penuh keikhlasan dan
kesabaran, olah batin yang dijalani, sehingga ilmu para ulama dapat memberi
manfaat sampai saat ini.
3. Sekarang ini, kita rasakan semakin
sedikit ulama akibat diwafatkan oleh Allah Swt. Sehingga kita kehilangan ilmu
yang dimiliki sang ulama, dan berpengaruh terhadap kehidupan kita. Hal ini
terbukti saat ini kita semakin susah menemukan teladan yang dapat dicontoh,
akibatnya problematika dunia saat ini semakin banyak dan susah dicari
solusinya.
4. Wafatnya para ulama berpengaruh juga
kepada tokoh-tokoh yang muncul di seputar kehidupan kita, sosoknya kelihatan
lebih pintar, hebat dan meyakinkan, namun jika ditelaah secara mendalam dari sudut
pandang kebenaran, tenyata menipu dan membodohi kita. Itulah pentingnya kita harus
pandai-pandai memilih guru, sehingga ilmu yang didapat dapat membentengi kita
dari jalan yang keliru dan menyesatkan.
5. Coba amati dengan seksama, kehidupan di
sekeliling kita, ada tokoh masyarakat, bahkan agamawan yang terkenal, sangat
populer bagi sebagian masyarakat dengan nasihat dan gaya panggungnya sangat
meyakinkan, tetapi tidak lama kemudian ditangkap polisi, karena melanggar
aturan hukum yang berlaku. Misalnya, mengaku sebagai ‘nabi’ akhir zaman (nabi
palsu); berbuat asusila yang disembunyikan, padahal di antara mereka itu,
banyak juga pengikutnya.
6. Rajin, cinta, dan semangat kepada ilmu
itu mutlak, tetapi penting sekali melakukan seleksi ilmu dan guru, agar
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, akibat kebodohan (minim ilmu)
diri, atau dibodohi pihak lain, namun tanpa sadar, bahwa kita sebenarnya sedang
ditipu, baik di bidang duniawi, dan lebih parah lagi, jika itu berurusan dengan
masalah ukhrawi.
Penjelasan
lebih luas tentang iptek
Memiliki semangat dan mencintai ilmu, seperti tema utama bahan ajar
ini, ada baiknya kita hubungkan uraiannya dengan isi kandungan Q.S.
al-‘Alaq/96: 1-5 yang terkenal dengan istilah Surat Iqra’, sebuah kata yang
merupakan perintah Allah Swt. kepada manusia untuk membaca (mempelajari,
meneliti, atau mengeksplorasi) yang obyeknya tidak disebutkan, namun jelas
obyeknya tentang apa saja yang diciptakan oleh Allah Swt. baik ayat-ayat yang
tersurat (qauliyah) maupun ayat-ayat yang tersirat, yakni alam semesta
(kauniyah).
Membaca, meneliti dan menuntut ilmu itu harus berlandaskan nama
Allah Swt., sehingga terjadi keserasian hubungan antara pencinta ilmu dan
Pemberi Ilmu, yakni Allah Swt. Artinya ridha-Nya yang didapatkan, dan dengan
bertambahnya ilmu semakin mendekatkan dirinya (taqarrub) hanya kepada-Nya. Jika
ini yang dilakukan, hasilnya tentu membawa kebaikan untuk semua dan terhindar
dari ilmu yang membawa kerusakan dan kehancuran bagi manusia dan alam semesta.
Allah Swt. melalui Surat Iqra’ mengungkapkan bagaimana proses
tahapan penciptaan manusia, yakni sebagai makhluk mulia yang melekat di dalam
dirinya, dan diberi kesanggupan menguasai segala sesuatu yang ada di alam raya
ini, serta menundukkannya untuk keperluan hidupnya melalui ilmu dimiliki.
Berkali-kali Allah Swt. memerintahkan kembali kepada manusia, khususnya
umat Islam agar selalu membaca, karena bacaan tidak dapat melekat pada diri
seseorang, kecuali dengan mengulang-ngulangi dan membiasakannya, maka
seakan-akan perintah mengulangi bacaan itu berarti mengulang-ulangi bacaan yang
dibaca dengan demikian isi bacaan itu menjadi satu dengan jiwa seseorang.
Melalui rangkaian ayat ini, Allah Swt. menerangkan bahwa membaca
itu berkaitan dengan qalam (pena) sebagai alat untuk menulis, sehingga tulisan
itu menjadi penghubung antar manusia walaupun mereka berjauhan tempat,
sebagaimana mereka berhubungan dengan perantaraan lisan. Qalam sebagai benda
padat yang tidak dapat bergerak dijadikan alat informasi dan komunikasi,
sehingga dapat pula dijadikan sebagai sarana belajar dan mengajar.
Allah Swt. menyatakan bahwa manusia diajari untuk berkomunikasi
dengan perantara qalam. Lalu pandai membaca yang memunculkan bermacam- macam
ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya yang menyebabkan dia lebih utama
dibanding makhluk lain, sedangkan manusia pada permulaan hidupnya tidak
mengetahui apa-apa.
Melalui ayat-ayat ini, terbukti tingginya nilai membaca, menulis
dan berilmu pengetahuan. Jika tidak karena qalam, niscaya banyak ilmu
pengetahuan yang tidak terpelihara, penelitian yang tidak tercatat, dan banyak
ajaran agama hilang, serta pengetahuan orang terdahulu tidak dapat dikenal oleh
orang-orang sekarang.
Begitu pula tanpa qalam, tidak dapat diketahui sejarah orang-orang
yang berbuat baik atau yang berbuat buruk, tidak ada pula ilmu pengetahuan yang
menjadi pelita bagi orang-orang yang datang kemudian. Selain itu, melalui
ayat-ayat ini menjadi bukti bahwa manusia yang berasal dari unsur yang mati dan
awalnya belum berbentuk secara lengkap, akhirnya dijadikan Allah Swt. menjadi
manusia yang sangat berguna dengan mengajarinya pandai membaca, menulis, dan
berkomunikasi, serta mengetahui segala macam ilmu yang belum pernah diketahui
dan dikenalnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar