TELAAH HADITS TENTANG BERFIKIR KRITIS
Telaah Hadis dan
Penjelasan Lain tentang Berpikir Kritis
تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في ذات الله فتهلكوا
Artinya: Dari Abi Dzar r.a. Nabi Saw. bersabda: “Pikirkanlah mengenai segala sesuatu (yang diciptakan Allah), tetapi janganlah kalian memikirkan tentang Dzat Allah, karena kalian akan rusak” (H.R. Abu Syeikh).
Isi Kandungan Hadis
1. Isi Hadis ini membimbing kepada kita
agar selalu berpikir kritis atau berpikir positif (positive thinking), yakni
memikirkan tentang ciptaan Allah Swt. Maksudnya, kita digalakkan untuk
berpikir, meneliti dan mengkaji segala hal yang terkait dengan makhluk
ciptaan-Nya, tetapi dilarang memikirkan Dzat-Nya.
2. Terlarang memikirkan Dzat Allah Swt.
itu disebabkan: jika dipikir Dzat Allah, pasti akal dan segala potensi yang
dimiliki manusia tidak mampu mencapainya. Sebagaimana Rasulullah Saw. menuntun
kita dalam menggunakan akal dan kalbu yang dipikirkan hanya makhluk-Nya saja,
agar tidak sesat pikir, yang akhirnya menjadi sesat jalan.
3. Harus menjadi kesadaran bersama, bahwa
berilmu, yang awalnya dimulai dari proses berpikir, obyeknya hanya di seputar
makhluk dan alam semesta, termasuk dirinya sendiri. Jangan sampai melampaui
kapasitas akal, yakni berpikir tentang Dzat Allah Swt.
4. Berpikir itu ada batasnya, tidak
sebebas-bebasnya. Ada batas yang tidak boleh dilalui dan harus berhenti, karena
jika tidak, manusia sendiri yang mengalami kebingungan dan kekacauan dalam
hidupnya. Ini tentu tidak dikehendaki, karena penggunaan akal pikiran dan akal
budi, bermuara kepada semakin dekatnya kepada Allah Swt., bukan malah menjauh
dari-Nya.
Penjelasan Lebih Luas
tentang Berpikir Kritis
Berpikir menjadi ciri khas manusia. Disebabkan kemampuan berpikir,
manusia menjadi makhluk yang dimuliakan Allah Swt. sebagaimana Q.S.
al-Isrā’/17: 70 sebagai berikut:
۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ
وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ
وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًاࣖ
Sungguh, Kami telah
memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami
anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang
sempurna.
Peran sebagai khalifah, diamanahkan kepada manusia, karena faktor
berpikir juga. Karena, kemampuan berpikirlah, akan diserap, didapat dan
ditemukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah/2: 30
menggambarkan dialog antara Malaikat, Adam, dan Allah Swt. tentang terpilihnya
manusia menjadi khalifah di muka bumi, dikarenakan unggulnya ilmu yang dimiliki
Adam.
Menarik untuk merenungkan dialog tersebut bahwa segala
seuatu itu sebelum diputuskan, harus ada dialog dan musyawarah terlebih dahulu.
Lalu diputuskan mana argumen dan pemikiran yang paling matang dan unggul untuk
dipakai sebagai sebuah keputusan. Itu artinya Islam sangat menekankan adanya
berpikir kritis, silakan menyodorkan argumen yang sahih, dan proses dialog yang
bijak, sehingga hasilnya membawa kebaikan untuk semua.
Berpikir terambil dari bahasa Arab, yakni الفكر,
berarti kekuatan yang menembus suatu obyek, sehingga menghasilkan pengetahuan.
Jika pengetahuan itu didukung bukti-bukti kuat, dinamakan علم/’ilm (Q.S. at-Takātsur/102: 3-5). Jika buktinya belum
meyakinkan, namun kebenarannya lebih
dominan, disebut ظن (dhann/dugaan)/Q.S. al-Hujurāt/49: 12. Selanjutnya,
jika kemungkinan benar dan salahnya seimbang disebut شك
(syakk/keraguan). Sementara jika tidak didukung bukti, atau bukti tersebut
lemah, sehingga kemungkinan salahnya lebih besar disebut وهم
(wahm).
Banyak ditemukan ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang pengetahuan yang
bersumber pada akal pikiran atau rasio. Perintah untuk menggunakan akal dengan
berbagai macam bentuk kalimat dan ungkapan merupakan suatu indikasi yang jelas
untuk hal ini. Tetapi, tidak sedikit paparan ayat- ayat yang mengungkap tentang
pengetahuan yang bersumber pada intuisi (hati atau perasaan) terdalam.
Menata ulang cara berpikir, mendayagunakan akal, dan menimbang- nimbang
sebuah problematika untuk mencari solusi dan menemukan kebenaran, menjadi hal yang
niscaya. Itulah sebabnya, Islam menekankan agar akal pikiran harus dijaga
betul, jangan sampai diperlemah, baik berasal dari faktor internal maupun
eksternal, misalnya tidak mendayagunakan, karena faktor kemalasan; minim
ikhtiar, apalagi mengkonsumsi minuman keras, narkoba atau zat adiktif lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar