Ketentuan Pernikahan
6. Ketentuan Pernikahan
a. Rukun Pernikahan dan Syarat Pernikahan
Rukun ialah hal yang harus ada ketika pelaksanaan suatu perbuatan. Sedangkan syarat dalam fikih merupakan hal yang harus terpenuhi sebelum melakukan suatu perbuatan tertentu. Rukun menikah ada lima, yaitu: calon suami, calon Istri, wali, dua orang saksi, dan sighat (Ijab dan Qabul). Adapun masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut.
1) Calon Suami. Ada beberapa syarat yang harus
terpenuhi untuk seorang calon suami, yaitu:
a) Calon suami benar-benar laki-laki;
b) Calon suami bukanlah orang yang haram
dinikahi bagi calon istri, baik haram
karena nasab, sepersusuan, atau karena ikatan pernikahan;
c) Tidak terpaksa. Tidak sah menikah tanpa ada
kehendak sendiri;
d) Calon suami diketahui jelas identitasnya.
Sudah diketahui nama beserta orangnya;
e) Tidak sedang melakukan ihram.
2) Calon Istri. Ada beberapa syarat yang harus
terpenuhi untuk calon istri, yaitu:
a) Benar-benar perempuan;
b) Bukan wanita yang haram dinikahi, baik karena
nasab, sepersusuan, atau karena ikatan pernikahan;
c) Jelas identitasnya, sudah diketahui nama
serta yang mana orangnya oleh calon suami;
d) Tidak sedang melakukan ihram, atau dalam
masa ‘iddah.
3) Wali, syarat menjadi wali pernikahan ialah sebagai
berikut:
a) Islam;
b) Baligh (sudah dewasa), tidak sah anak kecil
menjadi wali nikah;
c) Berakal sehat;
d) Merdeka, bukan seorang budak;
e) Laki-laki, tidak sah wali dari perempuan;
f) Adil, bukan orang fasiq;
g) Urutan wali adalah Bapak, kakek, saudara
laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu, anak
laki-laki dari saudara seayah, anak laki-laki dari saudara kandung, anak
laki-laki dari saudara seibu, paman, anak laki-laki paman;
c) Bagi perempuan yang tidak memiliki wali,
misalnya wali sudah meninggal, maka walinya adalah pemimpin di daerah tersebut,
jika di Indonesia adalah dari pegawai Kantor Urusan Agama (KUA).
4) Dua orang saksi
Syarat
dua orang saksi ini juga hampir sama dengan wali, yakni:
a) Islam;
b) Baligh (sudah dewasa), tidak sah anak kecil
menjadi saksi nikah
c) Berakal sehat;
d) Merdeka, bukan seorang budak;
e) Laki-laki, tidak sah saksi dari perempuan.
f) Adil, bukan orang fasiq.
5) Sighat (Ijab dan Qabul)
Syarat
dari ijab-qabul dalam pernikahan adalah:
a) Ijab-qabul dilaksanakan dalam keadaan
bersambung. Artinya: antara pelafalan ijab dengan qabul (penerimaan) tidak
berselang lama.
b) Tidak ditambahi dengan keterangan jangka
waktu tertentu. Misalnya saya terima nikah si fulanah dalam waktu sebulan.
c) Lafadz jelas maksudnya, dan tidak
disangkutkan dengan makna yang lain. Misalnya saya nikahkan engkau dengan
anakku jika engkau tetap menjadi pengusaha.
d) Ijab dan qabul menggunakan kalimat “nikah,
tazwij, atau turunannya yang semakna.”
e) Boleh menggunakan bahasa selain bahasa Arab
contoh ijab qabul
Ijab |
Wali perempuan atau penghulu berkata kepada
pengantin laki-laki. Di bawah ini adalah contoh menggunakan Bahasa Arab. أَنْكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكَ مَخْطُوْبَتَكَ ............. بِنْتِ
............ بِمَهْرِ اَدَوَاتِ الصَّلَاةِ وَثَلَاثِيْنَ جُزْأً مِنْ مُصْحَافِ
القرانِ حَالًا Jika dilafadzkan dengan bahasa Indonesia: “Saya nikahkan engkau dan saya kawinkan
engkau dengan pinanganmu …. binti …. dengan mas kawin seperangkat alat sholat
dan 30 juz dari mushaf Al-Qur’an dibayar tunai.” |
Qabul |
Calon suami menjawab. Apabila menggunakan
bahasa Arab sebagai berikut قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِجَهَا لِنَفْسِي بِالْمَهْرِ الْمَذْكُورِ
حَالًا Jika diucapkan menggunakan bahasa
Indonesia: “Saya terima nikah dan kawinnya …. binti ….
untuk diri saya sendiri dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar