PERNIKAHAN YANG TIDAK BOLEH DAN TIDAK SAH
1. Orang-orang
yang tidak boleh dinikahi
Adapun orang-orang yang tidak boleh dinikahi dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Muabbad (Haram Selamanya) |
Muabbad (Haram Selamanya) |
Muabbad (Haram Selamanya) |
Ghairu Muabbad (haram selama masih ada ikatan pernikahan) |
Senasab
(keturunan) |
Radla’ah (sepersusuan) |
Ikatan
pernikahan |
Dinikahi
keduanya |
1.
Ibu kandung dan
seterusnya ke atas |
1. Ibu
yang menyusui |
1. Mertua
|
1. Saudara
perempuan dari istri |
2.
Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah |
2. Saydara
perempuan sepersusuan |
2. Anak
tiri |
2. Saudara
sepersusuan dari istri |
3.
Saudara perempuan sekandung |
|
3. Istri
dari ayah, kakek |
3. Bibi
dari istri |
4.
Saudara perempuan dari ibu |
|
4. Menantu |
4. Keponakan
dari istri |
5.
Saudara perempuan dari baapak |
|
|
|
6.
Anak perempuan dari saudara laki laki dan seterusnya ke
bawah |
|
|
|
7.
Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke
bawah |
|
|
|
2. Pernikahan yang tidak sah
Di antara pernikahan yang tidak sah dan
dilarang oleh Rasulullah Saw. adalah sebagai berikut.
1) Pernikahan Mut`ah, yaitu pernikahan
yang dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Imam
Madzhab empat sepakat bahwa pernikahan ini haram dilakukan. Secara historis
diperbolehkannya nikah mut’ah oleh Rasul ini karena umat Islam waktu itu berada
dalam masa transisi, yaitu peralihan dari masa Jahiliyah menuju Islam. Praktik
perzinaan pada masa jahiliyah sudah membudaya, sementara Islam datang dan Rasul
menyeru umat Islam untuk berperang, maka keadaan jauhnya pejuang muslim dari
istri-istri mereka tentu saja merupakan suatu penderitaan tersendiri. Kebolehan
ini berlangsung hingga datangnya hadis Nabi sebagai nasikh (penghapus) atas
kebolehan nikah tersebut. Dasarnya adalah hadis yang terdapat dalam Kitab
al-Jami’ al- Shahih Juz 3 Nomor 4216 berikut ini:
اَنَّ رسولُ اللهِ صم نَهَى عن مُتْعَةِ النِساءِ يومَ خَيْبَرَ وعن اَكْلِ
لُحُوْمِ الحُمُرِ الإِنْسِيَّةِ
Artinya:Dari ‘Ali bin Abu Thalib ra bahwa Rasulullah
saw melarang nikah mut’ah (perkawinan dengan waktu terbatas semata untuk
bersenang- senang) dan melarang makan daging keledai jinak pada perang Khaibar.
(HR. al-Bukhāri).
2) Pernikahan syighar, yaitu pernikahan
dengan persyaratan barter tanpa pemberian mahar. Dasarnya adalah hadis nomor
1415 yang disebutkan dalam Kitab Shahih Muslim berikut:
اَنَّ رسولُ اللهِ صم نَهَى عن الشِغَارِ والشغارُ اَنْ يُزَوِّجَ الرَجُلُ ابْنَتَهُ على اَنْ يُزَوِّجَهُ ابْنَتَهُ وليس بينهما صَدَاقٌ
Artinya:
“Dari Ibnu ‹Umar bahwa Rasulullah saw
melarang nikah syighar, yaitu seseorang menikah dengan putri orang lain dengan
syarat putrinya harus menikah dengannya tanpa ada maskawin.” (HR. Muslim)
3) Pernikahan muhallil, yaitu seseorang
menikahi wanita yang telah dicerai tiga kali oleh suaminya untuk diceraikan
lagi agar halal dinikahi kembali oleh suaminya yang pertama, dan ini dilakukan
atas perintah suami pertama tersebut. Hal ini ditegaskan dalam hadis Nomor 1120
dalam Kitab Sunan al-Tirmidzi Juz 3 disebutkan:
لعن رسولُ اللهِ صم المُحَلِّلَ والمُحَلَّلَ لُهُ
Artinya:
“Dari ‘Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rasulullah saw. melaknat muhallil dan
muhallal lahu.” (HR. al-Tirmidzī)
4. Pernikahan orang yang sedang ihram,
baik ihram Haji atau Umrah serta belum memasuki waktu tahallul. Dalam Kitab
Shahih Muslim , Nabi Muhammad Saw. bersabda:
قال رسولُ الله لَا يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ ولا يُنَكَحُ وَلَا يَخْطُبُ
Artinya:
Aban berkata,”Saya pernah mendengar Utsman bin Affan mengatakan bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Orang yang sedang berihram tidak diperbolehkan untuk
menikahkan, dinikahkan dan meminang.” (HR. Muslim)
5. Pernikahan dalam masa iddah, yaitu
pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang masih dalam masa
iddah, baik karena bercerai atau suami meninggal dunia. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَعْزِمُوْا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتّٰى يَبْلُغَ الْكِتٰبُ اَجَلَهٗۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوْهُۚ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ
“Dan
janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis
´iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyantun.” (Q.S. al-Baqarah/2:235).
6) Pernikahan tanpa wali, yaitu pernikahan
yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang wanita tanpa dihadiri walinya.
Rasulullah saw. Bersabda yang tertulis di dalam Kitab Sunan Abi Dawud, juz 2
nomor 2085 :
اَنَّ النَبي صم قال لا نِكَاحَ اِلَّا بِوَلِيٍّ
Artinya:
Dari Abu Musa bahwa Nabi saw bersabda: "Tidak ada (tidak sah) pernikahan
kecuali dengan wali." (HR. Abu Dāud).
7.) Pernikahan dengan wanita musyrik (menyekutukan
Allah), berdasarkan firman Allah Swt.:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْۚ
Artinya:
“Dan janganlah kamu menikahi
wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang
mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (Q.S.
al-Baqarah/2:221)
8.) Menikahi mahram, baik mahram untuk
selamanya, mahram karena pernikahan atau karena sepersusuan. Sebagaimana
Rasulullah Saw. bersabda:
قال رسولُ الله إن الله حَرَّمَ مِن الرَضَاعَ ما حَرَّمَ مِن
النَّسَب
Artinya: “Dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda sesungguhnya Allah mengharamkan sebab persusuan seperti yang diharamkan sebab keturunan (HR. at-Tirmidzī)
Adapun siapa saja mahram yang dilarang dinikahi terdapat
dalam Q.S. al- Nisa’/4:22-23 sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan
sebelumnya dalam tabel orang-orang yang haram dinikahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar