TALAK, IDDAH DAN RUJUK
7. Talak dan Iddah
1. Talak
Talak dari segi bahasa artinya melepaskan ikatan. Maksudnya di sini ialah melepaskan ikatan pernikahan. Hukum melakukan talak ialah makruh. Sebagaimana hadis Rasul Muhammad Saw.
عن
ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال أَبْغَضُ الحَلَالِ الى الله تعلى
الطَّلَاقُ
Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw beliau bersabda: “Perkara halal yang paling Allah benci adalah perceraian.” (HR. Abu Daud)
Namun, hukum tersebut dapat berubah sesuai dengan kemaslahatan dan kemudaratan keberlangsungan ikatan pernikahan:
1) Wajib. Talak
menjadi wajib ketika bercerai lebih baik mempertahankan pernikahan. Artinya
jika ikatan pernikahan dipertahankan namun hanya akan saling menyakiti ataupun
mendatangkan bahaya, maka hukum talak menjadi wajib;
2) Sunah.
Apabila sang suami sudah tidak sanggup memberikan kewajiban nafkah, sang istri
tidak menjaga kehormatan dirinya atau karena istri mengabaikan kewajibannya
kepada Allah Swt., contohnya istri tidak mau melaksanakan shalat atau ada
kewajiban lain yang dilanggar oleh istri;
3) Haram. Haram
menjatuhkan talak jika merugikan salah satu pihak. Talak juga haram dijatuhkan
apabila sang istri dalam keadaan haid. Selain itu, talak hukumnya haram
dilakukan ketika sang istri dalam keadaan suci sesudah dicampuri.
4) Makruh.
Makruh merupakan hukum asal dari talak. Talak dihukumi makruh, apabila tidak
disertai dengan alasan yang dibenarkan dalam ajaran agama Islam. Karena dengan
talak dapat merusak pernikahan.
2. Macam-macam Talak
Talak, dilihat dilihat dari macamnya dibagi
menjadi tiga, yaitu:
a) Talak dari segi kalimat yang digunakan
Talak
ditinjau dari segi kalimat yang diucapkan bisa dilakukan dengan kalimat yang
terang/jelas dan talak dengan menggunakan sindiran. Talak dengan kalimat yang
terang adalah talak yang diucapkan dengan terus terang, mengandung kalimat yang
sudah jelas dan sudah dipahami maksudnya. Contohnya: “Saya talak kamu
sekarang.”
Talak
dengan kalimat yang terang dianggap sah tanpa harus disertai dengan niat untuk
memastikan apa sebenarnya yang diinginkan dari kalimat yang diucapkannya.
Mengapa? karena kalimat tersebut jelas tujuan dan maknanya.
Sedangkan
talak dengan kalimat sindiran adalah kalimat yang diucapkan mengandung makna
talak dan makna lain, seperti “Semua urusanmu sekarang, ada di tanganmu
sendiri.” Kalimat ini dapat diartikan bahwa istri memiliki kuasa untuk
mengurusi dirinya sendiri dan melepaskan diri dari tanggung jawab suami.
Kalimat ini juga dapat diartikan bahwa istri bebas melakukan tindakan apa pun
sesuai yang dia inginkan. Talak yang menggunakan kalimat sindiran dinyatakan
tidak sah, kecuali apabila disertai dengan niat.
b) Talak dari segi sesuai atau tidak dengan
aturan syari’at
Jika
dilihat dari sesuai tidaknya dengan aturan syari’at, talak dibagi ke dalam
talak sunni dan bid’i. Talak sunni ialah talak yang dilakukan sesuai syariat
Islam, yang dilakukan ketika sang istri dalam keadaan suci (tidak sedang haid).
Talak bid’i yaitu talak yang tidak sesuai dengan ketentuan agama Islam.
Contohnya, suami yang menalak istrinya sebanyak tiga kali talak dengan 1 kali
ucapan atau suami menalak istrinya saat sedang haid atau nifas.
c) Talak
dari segi boleh dan tidaknya ruju’
Dilihat
dari segi boleh dan tidaknya ruju’ dibagi menjadi 2, yaitu talak raj’i dan
ba’in. Talak raj’i adalah talak yang
dijatuhkan oleh suami kepada istrinya tanpa didahului oleh talak sebelumnya
(talak pertama), atau pernah diucapkan satu kali talak sebelumnya (talak
kedua). Pada saat talak raj’i, suami masih diperbolehkan untuk ruju’ dengan
istri baik pada massa ‘iddah maupun di luar massa ‘iddah. Namun apabila ruju’
dilakukan di luar masa ‘iddah harus melakukan akad nikah yang baru.
Sedangkan
talak ba’in dibagi menjadi dua,
yaitu, pertama: ba’in shughra. Talak
ba’in sughra ialah talak yang dijatuhkan oleh suami atas permintaan sang istri.
Dalam talak ini berlaku ketentuan seorang suami tidak boleh meminta ruju’
walaupun masih dalam masa iddah. Suami hanya boleh ruju’ ketika sudah selesai
masa ‘iddahnya dengan akad yang baru. Kedua, talak ba’in kubra mempunyai hukum yang sama dengan talak ba’in
shughra, yaitu sama-sama memutuskan ikatan perkawinan. Talak ba’in kubra atau
talak untuk ketiga kalinya berarti menjadikannya terpisah untuk selama-lamanya
dan tidak diperbolehkan kembali lagi ke suaminya, kecuali apabila dia telah
menikah dengan lelaki lain dan pernah berhubungan.
3. Masa ‘iddah
Iddah
adalah masa menanti yang diwajibkan kepada perempuan yang ingin
menikah lagi setelah diceraikan oleh suaminya, baik cerai hidup atau cerai
mati. Diantara tujuannya untuk diketahui kandungannya berisi atau tidak.
Menurut sebagian ulama, masa ‘iddah juga bertujuan sebagai masa perenungan dan
introspeksi diri. Imam al-Sya’rawi menjelaskan salah satu hikmah dari masa
iddah adalah sebagai penghormatan atas hubungan pernikahan yang pernah dijalin
sebelumnya. Penjelasan masa iddah ialah sebagai berikut:
a)
Perempuan yang hamil, masa
iddahnya sampai lahir anak yang dikandungnya sebagaimana firman Allah swt:
وَاُولٰتُ الْاَحْمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يَّضَعْنَ حَمْلَهُنَّۗ
Artinya: “… dan perempuan-perempuan yang sedang hamil (baik ditinggal mati suami ataupun ditalak) maka masa ‘iddahnya sampai ia melahirkan kandungannya…” (Q.S. al-Thalaq/65: 4)
b) Perempuan
yang tidak hamil ada kalanya cerai hidup atau cerai mati (suami meninggal).
Untuk cerai mati massa iddahnya empat bulan sepuluh hari. Sebagaimana firman
Allah Swt:
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًاۚ
Artinya:
“Dan orang-orang yang meninggal dunia dan meninggalkan istri-istri maka masa
‘iddah istri mereka adalah empat bulan sepuluh hari…” (Q.S. al-Baqarah/2: 234)
Sedangkan untuk masa iddah
cerai hidup ialah tiga kali suci. Jika perempuan yang diceraikan sudah tidak
mengalami haid, maka ‘iddahnya tiga bulan. Telah difirmankan Allah dalam
al-Qur’an:
وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ
قُرُوْۤءٍۗ
Artinya: Dan perempuan-perempuan yang diceraikan, maka mereka menunggu menahan dirinya (masa ’iddah) 3 kali masa suci…” (Q.S. al-Baqarah/2: 228)
وَالّٰۤـِٔيْ يَىِٕسْنَ مِنَ الْمَحِيْضِ مِنْ نِّسَاۤىِٕكُمْ اِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلٰثَةُ اَشْهُرٍۙ
Artinya: Dan apabila perempuan-perempuan yang telah memasuki masa tidak haid, jika kalian ragu maka masa ‘iddah mereka adalah tiga bulan… (Q.S. al-Thalaq/65: 4)
4. Rujuk
Kata
rujuk dalam bahasa Arab disebut dengan raj’ah, artinya kembali. Suami yang
rujuk dengan istrinya, berarti ia telah kembali pada istrinya. Sedangkan secara
istilah sebagaimana dalam Kitab Mughni al-Muhtaj, rujuk adalah mengembalikan
istri yang masih dalam masa ‘iddah talak raj’i bukan ba’in. Dengan kata lain
rujuk hanya dapat dilakukan pada saat istri dijatuhkan talak raj’i (bukan
ba’in) dan selama pada masa ‘iddah.
Dalam al-Qur’an, Allah Swt. Berfirman
وَاِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ سَرِّحُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍۗ وَلَا تُمْسِكُوْهُنَّ ضِرَارًا لِّتَعْتَدُوْاۚ
Artinya: “Apabila kamu menceraikan istrimu, hingga (hampir) berakhir masa idahnya, tahanlah (rujuk) mereka dengan cara yang patut atau ceraikanlah mereka dengan cara yang patut (pula). Janganlah kamu menahan (rujuk) mereka untuk memberi kemudaratan sehingga kamu melampaui batas.” (Q.S. al-Baqarah/2: 231)
Dalam
ayat lain Allah Swt. menjelaskan tentang kebolehan rujuk jika masih talak satu
dan dua. Sebagaimana ayat berikut ini:
اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِۗ
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan) dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu (mahar) yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan batas-batas ketentuan Allah…” (QS. Al-Baqarah/2: 229)
Pada ayat di atas menjelaskan jika seorang
suami mentalak istri pertama kali dan kedua, suami masih bisa rujuk. Jika suami
mentalak istri untuk ketiga kalinya, maka suami tidak bisa langsung rujuk
dengan istrinya. Kecuali setelah istrinya menikah lagi dengan pria lain dan
sudah berhubungan. Setelah itu suami pertama dapat menikahi istrinya tersebut.
Ini pun jika istrinya bercerai dari suami keduanya tanpa ada paksaan atau
direncanakan.
Syarat
dan Rukun Rujuk
Syarat rujuk sama dengan waktu menikah,
yaitu: baligh, berakal, atas kehendak sendiri, dan bukan seorang yang murtad.
Apabila orang yang merujuk adalah murtad, belum baligh, dan orang yang
terpaksa, maka hukumnya tidak sah, sebagaimana dijelaskan oleh al-Syirbini
dalam Kitab Mughni al-Muhtaj juz 3.
Sedangkan
rukun rujuk sebagaimana ditulis oleh Syaikh Abi Zakaria Yahya bin Syaraf
al-Nawawi al-Dimasyqi dalam Kitab Raudhatul Thalibin, ada empat, yaitu:
1) Ada
perceraian/talak;
2) Orang
merujuk (suami);
3) Sighat, yakni ucapan yang digunakan untuk
rujuk, ucapan ini harus dikaitkan dengan pernikahan, contoh: raja’tuki ila
nikahi (aku mengembalikan engkau ke pernikahanku) atau raja’tuki ila zaujati
(aku mengembalikan engkau sebagai istriku). Ucapan rujuk juga bisa memakai
bahasa selain Arab;
4) Orang
yang akan dirujuk (istri).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar