PERSATUAN ISLAM (PERSIS)

PERSATUAN ISLAM (PERSIS)

Persatuan Islam (Persis) didirikan tepatnya pada tanggal 12 September tahun 1923 M di Bandung Jawa Barat oleh sekelompok orang Muslim yang pada saat itu berminat pada studi dan aktifitas keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus.2Bersama jamaahnya, mereka menelaah, mengkaji ajaran Islam. Kelompok tadarussan yang berjumlah sekitar 20 orang tersebut akhirnya semakin tahu akan hakikat Islam yang sebenarnya. Mereka kemudian mencoba melakukan gerakan tajdid dan pemurniaan ajaran Islam dari paham-paham yang sesat dan menyesatkan.

Mengenai sejarahnya mengapa memakai nama Persatuan Islam itu karena dimaksudkan untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha sekuat tenaga untuk tercapainya cita-cita yang sesuai dengan yang diinginkan, dan cita-cita organisasi yaitu persatuan rasa Islam, persatuan pemikiran Islam, persatuan suara Islam dan persatuan usaha Islam. Pendirian Persatuan Islam (Persis) mempunyai ciri yang berbeda dengan organisasi lain yang berdiri pada awal abad ke-20 M, ciri khusus yang dimiliki oleh Organisasi Persatuan Islam (Persis) adalah kegiatannya yang dititikberatkan pada pembentukan faham keagamaan.

Hal ini berbeda dengan organisasi lain yang ada misalnya, seperti Budi Utomo, yang berdiri pada tahun 1908 M, Budi Utomo ini bergerak pada bidang pendidikan untuk orang-orang pribumi (khususnya orang-orang Jawa dan Madura). Kemudian Sarekat Islam (SI) yang berdiri pada tahun 1912 M yang bergerak pada bidang politik, dan juga Muhammadiyah yang juga berdiri pada tahun 1912 M yang bergerak pada bidang sosial dan keagamaan. (Yafiq A. Mughni, Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994).

Kemudian perhatian utama Persis adalah bagaimana cara menyebarkan pemikiran dan cita-citanya. Persis melakukan hal ini dengan cara mengadakan pertemuan umum, khotbah-khotbah, tabligh, kelompok-kelompok studi, menyebarkan pamflet-pamflet, majalah- majalah, kitab-kitab dan juga mendirikan sekolah. Dalam kegiatan ini bisa dikatakan Persis beruntung dikarenakan ada dua tokoh penting yang dikenal sebagai guru Persis dan juru bicara dari Organisasi Persis. Pertama ada Ahmad Hassan sebagai guru Persis dan yang kedua ada Muhammad Natsir yaitu seorang pemuda yang sedang berkembang dan bertindak sebagai juru bicara dari organisasi Persis dalam kalangan kaum terpelajar. Seperti halnya dengan organisasi- organisasi lain, Persis juga menaruh perhatian yang besar pada kegiatan- kegiatan pendidikan, tabligh serta publikasi. Dalam kegiatan pendidikan, Persis mendirikan madrasah. Madrasah ini didirikan pada mulanya untuk kegiatan belajar anak-anak dari anggota Persis, kemudian lambat laun madrasah ini mengalami perluasan hingga akhirnya dapat menerima anak- anak lain pula.

Umat Islam di Indonesia pada tahun 1930 M bisa dikatakan mengalami masalah pendidikan yang cukup serius, ini bisa dilihat, karena pada tahun itu banyak dari anak-anak muslim yang belajar pendidikan di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda. Pendidikan yang dihasilkan sudah barang tentu menjurus pada proses mempercepat sekulerisasi pada kalangan menengah ke atas bangsa yang mayoritas adalah muslim. Akibatnya pun bisa ditebak bahwa kebijakan yang diambil sudah barang tentu tidak akan memihak pada kepentingan umat Islam, karena bisa dibayangkan bahwa kelompok inilah yang akan mendapat kedudukan penting dalam pengaturan negara dan pemerintahan.

Disatu sisi yang lain keadaan terjangkit dan mengikuti taqlid, takhayul, bid’ah, fanatisme, dan khurafat telah menjangkit anak-anak muslim yang belajar di madrasah-madrasah dan pondok pesantren. Keadaan seperti ini sudah barang tentu mengkhawatirkan. Keadaan yang seperti ini disadari benar oleh para ulama, sehingga mereka pun sepakat mengadakan pertemuan-pertemuan kecil. Setelah melakukan pertemuan-pertemuan kecil ini, mereka pun berkumpul di Masjid Persatuan Islam Bandung tepatnya pada tanggal 1 Dzulhijjah 1354 yang bertepatan pada bulan Maret 1936 M. Hasil dari pertemuan ini menghasilkan suatu keputusan yang kongkrit dan juga mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan umat Islam di Indonesia, yaitu berdirinya Pesantren Persatuan Islam yang ada di Bandung Jawa Barat.

Tujuan dari didirikannya Pesantren Persis adalah untuk  mencetak para pendakwah yang bisa mengajarkan, mengamalkan, membela dan mempertahankan agama Islam, agama Islam seperti yang kita ketahui menyuruh kita para kaum muslimin untuk berdakwah atau menyampaikan walaupun hanya satu ayat. Dengan adanya para pendakwah ini bisa kita ketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang benar-benar memiliki jiwa dan semangat Islam yang tinggi. Inilah tujuan dari didirikan Pesantren Persis yang mula-mula ada di Bandung, Jawa Barat.

Selama kurang lebih 3 tahun Pesantren Persis ini berjalan, dapat diketahui pesantren ini akhirnya harus berpindah dari wilayah Bandung Jawa Barat ke wilayah Jawa Timur lebih tepatnya pada daerah Bangil Pasuruan yang diikuti dengan para pengurus dan para guru-gurunya di antaranya Ahmad Hassan dan Moh. Ali Al Hamidy. Barulah sejarah pesantren ini berubah yang akhirnya pesantren ini mengalami perkembangan dan bertahan hingga saat ini.

Pada masa pendudukan Jepang ini, Pesantren Persis juga mengadakan Pesantren Kecil seperti yang ada di Bandung. Adanya pesantren ini dimaksudkan untuk menjaga agar anak-anak tidak terseret kepengaruh- pengaruh lain. Dalam Pesantren Kecil ini mereka berada dibawah asuhan para pelajar yang tidak sempat pulang tadi. Pesantren Kecil ini sifatnya tidak lebih dari sekolah agama (diniyyah) dan hanya bertahan sekitar tiga tahun, pesantren ini akhirnya pun ditutup penyebabnya yaitu tidak lain dan tidak bukan dikarenakan kesulitan-kesulitan yang lazim yang terdapat pada masa pendudukan Jepang tersebut. Pada saat zaman pendudukan Jepang sudah mulai berakhir dan Indonesia pun mulai menyatakan diri sebagai negara merdeka. Maka tibalah pesantren pada zaman revolusi Indonesia. Pada tahun itu, tahun 1945-1950, pihak pesantren belum ada niatan dan kesempatan untuk menghidupkan kembali pesantren dikarenakan kesibukan dan terputusnya hubungan dengan beberapa daerah di Indonesia. Kemudian dengan adanya situasi yang mendukung dan adanya permintaan dari para orang tua pelajar untuk membuka kembali pesantren, barulah pada akhir tahun 1950 M yaitu bulan Oktober pesantren mulai dibuka kembali. Pesantren pun dibuka kembali dengan sifat yang agak luas dari yang sebelumnya.

Dalam metode tabligh ini A. Hassan lebih suka melakukannya dengan metode debat. Karena itu, perdebatan sengit tentang berbagai masalah keagamaan sering kali digelar. Perdebatan yang ada biasanya membahas persoalan yang ada pada masa itu, seperti talqin, tahlil, talafudzh niyat, bid’ah, khurafat, taklid dan lain-lain. Persis benar- benar mendapat tenaga yang luar biasa dengan keberaniannya dalam setiap perdebatan. Perdebatan adalah salah satu sarana Persis untuk mengembangkan faham-fahamnya,

Persis adalah satu-satunya organisasi di Indonesia pada abad ke-20 M yang dikenal sebagai organisasi yang suka berdebat.

Kemudian pada saat berdirinya Partai Masyumi, para tokoh-tokoh Persis juga menjadi anggota istimewa Partai Masyumi sebagaimana juga dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Karena menurut para tokoh-tokoh Persis untuk menegakkan ideologi Islam dalam masyarakat senantiasa menuntut kegiatan-kegiatan politik, untuk itulah anggota-anggota Persis umumnya menyalurkan kegiatan politiknya melalui organisasi-organisasi politik Islam tertentu, misalnya: Masyumi.

Persis menegaskan bahwa semua orang Islam wajib aktif dalam kegiatan politik sebagai salah satu kewajiban agama. Dengan dasar- dasar tersebut hampir seluruh anggota Persis memasuki Masyumi bahkan beberapa orang di antaranya menjadi pemimpin, bahkan salah satu tokoh Persis yaitu M. Natsir, pada saat perang kemerdekaan usai, beliau menjadi tokoh Masyumi. Kemudian pada tahun 1949 M setelah beberapa kali duduk dalam kabinet pemerintah, beliau menjadi Ketua Umum Masyumi. Salah satu tokoh Persis yang lain juga berperan aktif dalam Masyumi, beliau adalah Isa Anshari, beliau menjadi anggota Dewan Pimpinan Masyumi, pimpinan wilayah partai di Jawa Barat. Sedangkan A. Hassan sendiri, beliau tidak memainkan peranan politiknya yang menonjol. Meskipun demikian, beliau menulis beberapa artikel dan fatwa tentang masalah politik yang sifatnya menunjang posisi Isa Anshari, dan kemudian ia sendiri (A. Hassan) duduk sebagai anggota Majelis Syura Masyumi.

Persis disamping banyak mendirikan pesantren juga mendirikan sekolah-sekolah yang banyak tersebar di Jawa Barat. Persis juga banyak melakukan kegiatan dakwah yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadis, memberantas bid’ah, khurafat, tahayul dan kemusyrikan baik melalui ceramah-ceramah agama maupun melalui media. Diantara tokoh dan pimpinan Persis yang terkenal adalah Moh. Nasir seorang ulama intelek yang kelak menjadi pimpinan partai Masyumi.







 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar