SUASANA MADINAH KEDATANGAN NABI
Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah adalah peristiwa bersejarah yang menandai babak baru dalam perkembangan Islam. Perjalanan ini penuh dengan perjuangan karena saat itu Rasulullah harus menghadapi kejaran dan ancaman pembunuhan dari kaum kafir Quraisy.
Dengan ditemani Abu Bakar,
Rasulullah Saw berangkat ke Madinah dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak
diketahui oleh musuh yang terus mengintai dan mengejarnya. Bahkan disebutkan
bahwa beliau harus menetap dalam gua Tsur selama 3 hari, tujuannya untuk
mengelabui kejaran kelompok kaum kafir Quraisy.
Saat sampai di gua Tsur, Abu
Bakar masuk terlebih dahulu untuk memeriksa dan memastikan keamanan dalam gua,
tujuannya tentu saja agar keselamatan Rasulullah terjamin dari potensi bahaya
ular atau binatang lainnya. Menurut satu riwayat, peristiwa ini terjadi pada
hari kedua bulan Rabi'ul Awwal yang bertepatan dengan tanggal 20 September 622
M. (Sa’id Ramadhan al-Buthi, Fiqhus Sirah an-Nabawiyah, [Damaskus, Darul
Fikr:2005], halaman 133)
Selain atas perintah Allah
swt, alasan hijrahnya Rasulullah ke Madinah juga karena adanya intimidasi dari
kaum musyrikin terhadap umat Islam. Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, para
sahabatnya telah terlebih dahulu melakukan perjalanan ke Madinah secara
bertahap. Lalu bagaimana respons penduduk Madinah tehadap kedatangan Nabi
Muhammad saw dan kaum muslimin Makkah? Berikut uraiannya.
Respons Masyarakat Madinah
Saat Nabi Muhammad sampai di
Madinah, respons positif mewarnai masyarakat setempat. Berikut ini penerimaan
masyarakat Madinah terhadap kedatangan Rasulullah:
1. Kaum Anshar
Nabi Muhammad saw mendapatkan
penerimaan yang sangat antusias dari masyarakat setempat. Hal ini terlihat dari
sambutan langsung yang dilakukan oleh kaum Anshar dari berbagai kalangan dan
menawarkan rumahnya menjadi tempat tinggal Rasulullah. Untuk menjaga perasaan masyarakat,
Rasulullah tidak memilih langsung melainkan membiarkan untanya memilihkan
tempat yang akan ditinggali. Hal ini dijelaskan oleh Abdul Malik bin Hisyam
dalam kitab As-Sirah an-Nabawiyah.
Kelompok yang pertama kali
menawarkan diri untuk memenuhi segala kebutuhan pokok dan keamanan Rasulullah
adalah dari Bani Salim bin Auf.
فَأَتَاهُ
عِتْبَانُ بْنُ مَالِكٍ، وَعَبَّاسُ بْنُ عُبَادَةَ بْنِ نَضْلَةَ فِي رِجَالٍ
مِنْ بَنِي سَالِمِ ابْن عَوْفٍ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ. أَقِمْ
عِنْدَنَا فِي الْعَدَدِ وَالْعِدَّةِ وَالْمَنَعَةِ، قَالَ خَلُّوا سَبِيلَهَا،
فَإِنَّهَا مَأْمُورَةٌ، لِنَاقَتِهِ: فَخَلُّوا سَبِيلهَا، فَانْطَلَقَتْ
Artinya: “Itba bin Malik dan
Abbas bin ‘Ubadah dari Bani Salim bin ‘Auf mendatangi Rasulullah saw dan mereka
berkata, ‘Wahai Rasulullah, tinggallah di tempat kami dengan jumlah,
pelengkapan dan kekuatan yang memadai.’ Rasulullah menjawab, ‘bebaskan jalannya
karena sesungguhnya ia sedang diperintah.’ Maksudnya adalah membiarkan jalan
untanya. Maka kalangan Bani Salim bin ‘Auf pun membiarkan unta tersebut
melanjutkan perjalanannya.” (Abdul Malik bin Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyah,
[Mesir: Maktabah Mushtofa al-Babi al-Halbi, 1955] juz 1, hal. 494)
Ibnu Hisyam kemudian
menjelaskan bahwa sesudah melewati Bani Salim bin Malik, ada empat kabilah kaya
raya dan berkecukupan di Madinah yang menawarkan hal serupa, yakni supaya
tempat mereka ditinggali oleh Nabi Muhammad saw. Kabilah tersebut adalah Bani
Bayyadhah, Bani Sa’idah, Bani al-Harits dan Bani ‘Adiy bin Najjar, tetapi unta
yang ditugaskan untuk memilih tempat tinggal Rasulullah saw tersebut tidak
berhenti di tempat kabilah-kabilah tersebut. Justru unta itu memilih tempat
sederhana milik Abu Ayyub al-Anshari dari kabilah Bani Najjar dari suku
Khazraj.
2. Anak-anak dan Wanita
Salah satu bukti respons baik
masyarakat Madinah terhadap kedatangan Rasulullah datang kalangan anak-anak dan
wanita, mereka menyambut Rasulullah dengan seruan kegembiraan. Peristiwa ini
diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah, dari Ibnu Aisyah Ra.
Tatkala Rasulullah saw tiba
di Madinah, para wanita dan anak-anak berseru, “Telah muncul bulan purnama di
tengah-tengah kita, dari lembah Wada, wajiblah atas kita untuk bersyukur
di mana segala seruan hanya kepada Allah.” (Al-Baihaqi, Dalailunnubuwwah,
[Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1988] juz 2, hal. 507)
Seruan yang disenandungkan
oleh kalangan wanita dan anak-anak inilah yang sampai saat ini dikenal sebagai
qashidah ‘Thala’al Badru ‘Alainna’, bait-bait syair ini sering dinyanyikan oleh
umat Islam Indonesia bahkan dunia, yaitu:
طَلَعَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا مِنْ ثَنِيَّاتِ الْوَدَاعْ ۞ وَجَبَ
الشُّكْرُ عَلَيْنَا مَا دَعَا لِلَّهِ دَاعْ Artinya: “Telah muncul bulan
purnama di tengah-tengah kita, dari lembah Wada ۞ wajiblah atas
kita untuk bersyukur di mana segala seruan hanya kepada Allah,”
Dalam riwayat lain, dua bait
tersebut ditambahkan satu bait lagi, yakni:
أيُّهَا المَبْعُوْثُ فِيْنَا … جِئْتَ بِالأمْرِ الْمُطاعِ
Artinya: “Wahai yang diutus
kepada kami, engkau datang dengan perintah yang ditaati.” (Al-Khudhari, Nurul
Yaqin Fii Sirah Sayyid al-Mursalin, [Damaskus, Darul Fiha’, 1999] halaman 78)
Adapun anak-anak perempuan
yang melantunkan bait senandung tersebut adalah anak-anak yang pernah pergi ke
Makkah untuk berbaiat kepada Rasulullah atau anak-anak dari kalangan
orang-orang yang telah masuk Islam berkat dakwah Mush’ab bin Umair dan Ibnu
Maktum di Madinah. (al-Manshurfuri, Rahmatullil’alamin, [Riyadh: Darussalam,
2010] halaman 87)
3. Kaum Yahudi Kaum
Yahudi di Madinah yang terdiri
dari Bani Qainuqa, Bani Quraizhah, dan Bani Nadhr, meski sebelumnya sangat
membenci kehadiran Nabi Muhammad, memilih berdamai dengan kedatangan beliau ke
Madinah. Hal ini ditandai dengan perjanjian tertulis antara mereka dan umat
Islam yang diabadikan dalam Piagam Madinah. Salah seorang pendeta mereka yang
bernama Abdullah bin Salam, memilih untuk masuk Islam dan sisanya tetap dalam
agama Yahudi. (Ibnu Katsir, Al-Fushul fis Sirah, [Mu’assasah Ulumul
Qur’an, 1982] hal. 120)
Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/respons-masyarakat-madinah-terhadap-kedatangan-nabi-muhammad-yt70x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar