Kisah Ashhabul Ukhdud
Zaman edan. Begitulah sebagian orang menyebut masa yang penuh dengan tipu daya dan cobaan keimanan. Kita sering menyaksikan orang yang sebelumnya beriman, namun kemudian menanggalkan keimanannya karena berbagai faktor. Ada yang melepas keyakinannya karena mencintai seseorang yang berbeda agama, ada pula yang meninggalkan agamanya karena desakan ekonomi.
Salah satu kisah yang patut
direnungkan dalam menghadapi cobaan keimanan adalah kisah Ashhab al-Ukhdud,
yang disebutkan secara singkat dalam Al-Qur’an, Surah Al-Buruj ayat 4–9:
قُتِلَ أَصْحَابُ
الْأُخْدُودِ (٤) النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ (٥) إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ (٦)
وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ (٧) وَمَا نَقَمُوا
مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (٨) الَّذِي
لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (٩)
Artinya: “Binasalah orang-orang
yang membuat parit (yaitu para pembesar Najran di Yaman). Yang berapi (yang
mempunyai) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka
menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang mukmin. Dan mereka
menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman
kepada Allah Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji, yang memiliki kerajaan langit dan
bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Q.S. Al-Buruj [85]: 4–9)
Secara umum, ayat ini mengisahkan kaum yang dilaknat karena
menyiksa orang-orang beriman demi memaksa mereka meninggalkan iman. Mereka
dibakar dalam kobaran api yang dibuat dalam parit. Alur kisah ini tidak
dijabarkan secara lengkap dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama tafsir
menyampaikan beberapa versi lengkapnya, seperti yang dijelaskan Fakhruddin
Ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib (Beirut: Dar Ihyaut Turats ‘Arabi, 1420 H, jilid
XXXI, hal. 109].jilid XXXI, hlm. 109).
Kisah Ashhabul Ukhdud
Menurut Imam al-Qurthubi, ukhdud berarti lubang panjang
seperti parit. Secara historis, kisah ini terjadi di Najran (Yaman), pada masa
transisi antara Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad SAW. (Al-Jami' li Ahkamil Qur'an,
[Kairo: Darul Kutub Al-Mishriyah, 1384 H], jilid XIX, halaman 287).
Dalam Shahih Muslim, disebutkan bahwa ada seorang raja zalim
yang mengaku sebagai Tuhan dan memiliki tukang sihir. Saat si penyihir menua,
ia meminta sang raja mencari pemuda cerdas untuk dijadikan murid. Pemuda ini
setiap hari pergi belajar sihir, namun di tengah perjalanan ia kerap mampir ke
rumah seorang pendeta untuk belajar agama dan mengadukan keresahan hatinya.
Suatu hari, di jalan, seekor binatang buas menghalangi jalan.
Pemuda itu berdoa, “Ya Allah, jika Engkau lebih ridha kepada pendeta daripada
tukang sihir, maka bunuhlah hewan ini.” Dengan izin Allah, hewan itu mati
seketika setelah dilempar batu.
Setelah peristiwa itu, pemuda tersebut dikaruniai kemampuan
menyembuhkan penyakit. Popularitasnya menyebar hingga seorang menteri raja yang
buta datang memintanya menyembuhkan penyakit, dengan imbalan hadiah besar.
Pemuda itu menegaskan bahwa kesembuhan datang dari Allah, dan menteri itu harus
beriman terlebih dahulu. Setelah beriman, atas doa pemuda itu, ia sembuh.
Raja yang mengetahui hal ini menjadi murka. Menteri dan
pendeta pun dihukum dengan digergaji hingga tubuh mereka terbelah dua.
Sementara pemuda tadi dihukum dengan cara berbeda: dilempar dari gunung dan
ditenggelamkan di laut, namun Allah menyelamatkannya setiap kali.
Akhirnya pemuda itu menawarkan solusi untuk membunuhnya: ia
hanya akan mati jika seluruh rakyat menyaksikan dan melepaskan anak panah
dengan mengucap, “Bismillah Rabbi al-Ghulam.” Sang raja mengikuti petunjuk itu,
dan pemuda tersebut wafat.
Namun, keajaiban itu justru membuat semua rakyat beriman
kepada Allah. Raja yang murka kemudian menggali parit besar, menyalakan api di
dalamnya, dan menguji keimanan rakyat. Mereka yang tetap beriman dilemparkan ke
dalam kobaran api, termasuk seorang ibu yang hampir goyah, hingga bayinya yang
masih kecil berkata, “Wahai Ibu, bersabarlah, sesungguhnya engkau di jalan yang
benar.”
Hikmah dari Kisah di Atas
Dari kisah ini, kita belajar arti
kesabaran dan keteguhan iman. Syekh Wahbah az-Zuhaili menegaskan bahwa kisah
ini mengajarkan kesabaran dalam menanggung derita demi membela agama Allah.
(Tafsirul Munir, [Damaskus: Darul Fikr, 1419 H.], jilid XXX, halaman 160)
Secara umum, Surah Al-Buruj diturunkan untuk menguatkan
keimanan Rasulullah SAW dan umat Islam yang saat itu mengalami siksaan dari
kaum Quraisy. Kesabaran dan keteguhan hati mereka kelak akan berbuah kemenangan
di dunia, serta keselamatan dan kebahagiaan abadi di akhirat. Wallahu a’lam.
Sumber: https://islam.nu.or.id/hikmah/kisah-ashhabul-ukhdud-keteguhan-iman-di-zaman-edan-alJbZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar