Kiat Menjadi Penjaga
Al-Qur’an
Orang yang telah hafal
Al-Qur’an secara kamil, 30 juz, disebut dengan istilah hafidz/hafidzah. Ada
juga yang menyebutnya dengan Hamilul Qur’an. Orang yang memutuskan untuk
menjalani proses menghafal Al-Qur’an sebetulnya telah mengambil sebuah
keputusan besar, sekaligus tanggung jawab yang mulia untuk menjaga Al-Qur’an.
Namun benarkah menjaga Al-Qur’an hanyalah dengan menghafalnya?
Lurusnya niat dan tepatnya
tujuan seorang dalam menjaga Al-Qur’an merupakan pondasi penting. Sebab
Al-Qur’an merupakan
kalamullah yang sekaligus menjadi dasar bagi agama Islam. Menghafal Al-Qur’an dalam tingkatan kesadaran
yang lebih tinggi merupakan proses menghubungkan hati dengan Allah melalui
kalam-kalam-Nya. Hingga Al-Qur’an dapat menjadi “Way of Life” bagi setiap orang
Islam. Trend setter kehidupanya adalah Al-Qur’an.
Seorang ulama, Hasan ibn
Ahmad ibn Hasan Himam, menulis sebuah bab terkait dengan langkah-langkah
mengintegrasikan hati dengan Al-Qur’an, dalam bukunya “Kaifa Tahfadz Al-Qur’an
fi ‘Asyri Khathwat” (Kiat Menjaga Al-Qur’an dalam Sepuluh Langkah) . Berikut
ini adalah pembahasan dari bagian buku tersebut, 7 Kiat Menjadi Penjaga
Al-Qur’an:
1. Memohon kepada Allah dengan segala kerendahan hati
Penting bagi setiap muslim
yang hendak mengkaji ataupun menghafalkan Al-Qur’an untuk menyadari sepenuhnya
bahwa sumber dan muara segala ilmu adalah Allah. Allah lah yang memberikan
pemahaman, pengertian dan hafalan kepada manusia bahkan seluruh makhluk-Nya.
Dengan menyadari hal itu, maka kita memulai aktifitas, terutama kegiatan
menuntut ilmu ataupun terkhusus pada kegiatan menghafal dan memahami Al-Qur’an,
dengan berdoa, meminta dengan sungguh dan penuh harap.
Doa yang cukup masyhur di
kalangan huffadz adalah doa berikut
أن تجعل القرأن ربيع قلبي
ونور صدري وجلاءحزني وذهاب همّي
Atau dengan versi lain
اللهمّ اجعل القرأن ربيع
قلبي ونور صدري وجلاءحزني وذهاب همّي
(allohumma ‘j’alil Qur’ana robi’a qolbi wa nuro
shodri wa jala’a huzni wa dzahaba hammi)
“Ya Allah jadikanlah Al-Qur’an sebagai bagian dari
hatiku, cahaya dadaku, tempat berpaling dari kesusahananku dan hilangnya
resah-gelisahku.”
2. Menghadirkan
rasa cinta pada Al-Qur’an
Diantara langkah penting sebelum ataupun dalam proses
menghafal dan memahami Al-Qur’an adalah menumbuhkan rasa cinta terhadap
Al-Qur’an. Menciptakan suasana hati yang senang dan bergembira serta merasa
beruntung karena diberikan kesempatan oleh Allah untuk menghafalkan firman-Nya.
Selain itu, kita perlu
membaca atau mengetahui bagaimana ulama-ulama terdahulu mencintai dan mengagungkan
Al-Qur’an. Sebagaimana salah seorang ulama, Syaikh Athiyyah Salim mengisahkan
mengenai gurunya yakni Syaikh Asy-Syinqithi: Aku mendengar guruku berkata:
“Tidaklah Al-Qur’an akan bertahan di hati dan tiadalah akan mudah dihafal serta
mudah di fahami kecuali dengan membaca dan meresapinya pada saat tengah malam.”
3. Menghafal Al-Qur’an adalah menjaganya
Seyogyanya, bagi penghafal dan pengkaji Al-Qur’an,
meniatkan bahwa dengan menghafal dan mengkaji Al-Qur’an bertambahlah
keimanannya serta meningkat ketaqwaannya dan pemahamanya terhadap makna-makna
Al-Qur’an. Jadi, tidak dengan hanya bertujuan sekedar menghafal, namun memiliki
tujuan yang lebih penting, yakni Al-Qur’an menjadi pelita hati dan menjadi
peningkat kualitas hubungan dengan Allah SWT. Maka ia tidak hanya menjadi
penghafal, tetapi penjaga Al-Qur’an dengan segala nilai-nilai yang
dikandungnya.
4. Mengulang-ulang (tikrar) membaca ayatnya
Semakin banyak dan berulang kali dibaca maka kita
akan mendapatkan dan memantapkan hafalan serta pemahaman terhadap makna ayat
Al-Qur’an. Para ulama terdahulu membaca satu ayat berulang kali untuk memahami
dan meresapi kandungannya.
5. Membaca dengan tartil
Yang dimaksud membaca dengan tartil ialah membaca
dengan pelan-pelan, tidak tergesa-gesa, serta dengan memperhatikan makhrijul
huruf dan tajwid yang tepat. Yang
Demikian ini sesuai dengan perintah dan anjuran dari Allah SWT. dalam QS.
Al-Muzammil ayat 4: “Dan bacalah Al-Qur’an dengan
tartil (perlahan)”
Keterangan hadis yang
diriwiyatkan dari Ummi Salamah, bahwa Rasulullah SAW. Ketika membaca Al-Qur’an
memenggal ayat satu dan lainnya.
6. Membaca Al-Qur’an dengan bersuara (bil-Jahr)
Al-Qur’an merupakan kitab yang memiliki berbagai sisi
kemukjizatan. Keindahan bahasa Al-Qur’an pun sudah diakui oleh bangsa Arab
sejak masa turunnya. Maka setiap ayat yang kita baca dari huruf, kata dan
kalimat, merupakan susunan luar biasa yang telah dipilih oleh Allah sebagai
wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
Membaca ayat-ayat Al-Qur’an
tersebut tentu akan lebih elok jika melengkapinya dengan menggunakan nada
(nagham) yang indah dan intonasi yang bagus. Abu Hurairah meriwayatkan, Nabi
Muhammad bersabda: “Tidaklah bagian dari kami, orang yang tidak melagukan
(bacaan) Al-Qur’an dan mengeraskan bacaannya.”
Yang dimaksud dengan
men-jahr-kan bacaan Al-Qur’an adalah dengan volume suara yang minimalnya
terdengar oleh pembaca sendiri dan orang yang berada di dekatnya, dan tidak
terlampau lantang hingga mengganggu orang lain.
7. Mengaitkan ayat dengan kehidupan sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari tentu banyak hal yang
terjadi pada masing-masing manusia, mangalami kegembiraan, rasa puas, rasa
senang hingga kesedihan, tertekan dan rasa cemas. Menjadikan Al-Qur’an sebagai
rujukan, sumber penyadaran, dan sandaran dalam menjalani kehidupan, seharusnya
dilakukan oleh setiap orang yang beriman.
Seorang muslim semestinya
menilik ayat Al-Qur’an untuk diresapi dalam rangka menghadirkan rasa syukur
ketika mendapatkan suatu hal yang baik dan nikmat. Atau merenungi ayat-ayat Al-Qur’an
ketika sedang diuji dan mengalami cobaan kesusahan serta kesedihan, sehingga
dengan perenungan itu menjadi energi positif untuk menguatkan diri menghadapi
cobaan tersebut.
Semoga bermanfaat