Kiat Menjadi Penjaga Al-Qur’an

 

Kiat Menjadi Penjaga Al-Qur’an



Orang yang telah hafal Al-Qur’an secara kamil, 30 juz, disebut dengan istilah hafidz/hafidzah. Ada juga yang menyebutnya dengan Hamilul Qur’an. Orang yang memutuskan untuk menjalani proses menghafal Al-Qur’an sebetulnya telah mengambil sebuah keputusan besar, sekaligus tanggung jawab yang mulia untuk menjaga Al-Qur’an. Namun benarkah menjaga Al-Qur’an hanyalah dengan menghafalnya?

Lurusnya niat dan tepatnya tujuan seorang dalam menjaga Al-Qur’an merupakan pondasi penting. Sebab Al-Qur’an merupakan kalamullah yang sekaligus menjadi dasar bagi agama Islam.  Menghafal Al-Qur’an dalam tingkatan kesadaran yang lebih tinggi merupakan proses menghubungkan hati dengan Allah melalui kalam-kalam-Nya. Hingga Al-Qur’an dapat menjadi “Way of Life” bagi setiap orang Islam. Trend setter kehidupanya adalah Al-Qur’an.

Seorang ulama, Hasan ibn Ahmad ibn Hasan Himam, menulis sebuah bab terkait dengan langkah-langkah mengintegrasikan hati dengan Al-Qur’an, dalam bukunya “Kaifa Tahfadz Al-Qur’an fi ‘Asyri Khathwat” (Kiat Menjaga Al-Qur’an dalam Sepuluh Langkah) . Berikut ini adalah pembahasan dari bagian buku tersebut, 7 Kiat Menjadi Penjaga Al-Qur’an:

1.      Memohon kepada Allah dengan segala kerendahan hati

Penting bagi setiap muslim yang hendak mengkaji ataupun menghafalkan Al-Qur’an untuk menyadari sepenuhnya bahwa sumber dan muara segala ilmu adalah Allah. Allah lah yang memberikan pemahaman, pengertian dan hafalan kepada manusia bahkan seluruh makhluk-Nya. Dengan menyadari hal itu, maka kita memulai aktifitas, terutama kegiatan menuntut ilmu ataupun terkhusus pada kegiatan menghafal dan memahami Al-Qur’an, dengan berdoa, meminta dengan sungguh dan penuh harap.

Doa yang cukup masyhur di kalangan huffadz adalah doa berikut

أن تجعل القرأن ربيع قلبي ونور صدري وجلاءحزني وذهاب همّي

 

Atau dengan versi lain

اللهمّ اجعل القرأن ربيع قلبي ونور صدري وجلاءحزني وذهاب همّي

 

(allohumma ‘j’alil Qur’ana robi’a qolbi wa nuro shodri wa jala’a huzni wa dzahaba hammi)

“Ya Allah jadikanlah Al-Qur’an sebagai bagian dari hatiku, cahaya dadaku, tempat berpaling dari kesusahananku dan hilangnya resah-gelisahku.”

2.      Menghadirkan rasa cinta pada Al-Qur’an

          Diantara langkah penting sebelum ataupun dalam proses menghafal dan memahami Al-Qur’an adalah menumbuhkan rasa cinta terhadap Al-Qur’an. Menciptakan suasana hati yang senang dan bergembira serta merasa beruntung karena diberikan kesempatan oleh Allah untuk menghafalkan firman-Nya.

Selain itu, kita perlu membaca atau mengetahui bagaimana ulama-ulama terdahulu mencintai dan mengagungkan Al-Qur’an. Sebagaimana salah seorang ulama, Syaikh Athiyyah Salim mengisahkan mengenai gurunya yakni Syaikh Asy-Syinqithi: Aku mendengar guruku berkata: “Tidaklah Al-Qur’an akan bertahan di hati dan tiadalah akan mudah dihafal serta mudah di fahami kecuali dengan membaca dan meresapinya pada saat tengah malam.”

3.      Menghafal Al-Qur’an adalah menjaganya

          Seyogyanya, bagi penghafal dan pengkaji Al-Qur’an, meniatkan bahwa dengan menghafal dan mengkaji Al-Qur’an bertambahlah keimanannya serta meningkat ketaqwaannya dan pemahamanya terhadap makna-makna Al-Qur’an. Jadi, tidak dengan hanya bertujuan sekedar menghafal, namun memiliki tujuan yang lebih penting, yakni Al-Qur’an menjadi pelita hati dan menjadi peningkat kualitas hubungan dengan Allah SWT. Maka ia tidak hanya menjadi penghafal, tetapi penjaga Al-Qur’an dengan segala nilai-nilai yang dikandungnya.

4.      Mengulang-ulang (tikrar) membaca ayatnya

          Semakin banyak dan berulang kali dibaca maka kita akan mendapatkan dan memantapkan hafalan serta pemahaman terhadap makna ayat Al-Qur’an. Para ulama terdahulu membaca satu ayat berulang kali untuk memahami dan meresapi kandungannya.

5.      Membaca dengan tartil

          Yang dimaksud membaca dengan tartil ialah membaca dengan pelan-pelan, tidak tergesa-gesa, serta dengan memperhatikan makhrijul huruf  dan tajwid yang tepat. Yang Demikian ini sesuai dengan perintah dan anjuran dari Allah SWT. dalam QS. Al-Muzammil ayat 4:  “Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil (perlahan)”

Keterangan hadis yang diriwiyatkan dari Ummi Salamah, bahwa Rasulullah SAW. Ketika membaca Al-Qur’an memenggal ayat satu dan lainnya.

6.      Membaca Al-Qur’an dengan bersuara (bil-Jahr)

          Al-Qur’an merupakan kitab yang memiliki berbagai sisi kemukjizatan. Keindahan bahasa Al-Qur’an pun sudah diakui oleh bangsa Arab sejak masa turunnya. Maka setiap ayat yang kita baca dari huruf, kata dan kalimat, merupakan susunan luar biasa yang telah dipilih oleh Allah sebagai wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.

Membaca ayat-ayat Al-Qur’an tersebut tentu akan lebih elok jika melengkapinya dengan menggunakan nada (nagham) yang indah dan intonasi yang bagus. Abu Hurairah meriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda: “Tidaklah bagian dari kami, orang yang tidak melagukan (bacaan) Al-Qur’an dan mengeraskan bacaannya.”

Yang dimaksud dengan men-jahr-kan bacaan Al-Qur’an adalah dengan volume suara yang minimalnya terdengar oleh pembaca sendiri dan orang yang berada di dekatnya, dan tidak terlampau lantang hingga mengganggu orang lain.

7.      Mengaitkan ayat dengan kehidupan sehari-hari

          Dalam kehidupan sehari-hari tentu banyak hal yang terjadi pada masing-masing manusia, mangalami kegembiraan, rasa puas, rasa senang hingga kesedihan, tertekan dan rasa cemas. Menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan, sumber penyadaran, dan sandaran dalam menjalani kehidupan, seharusnya dilakukan oleh setiap orang yang beriman.

Seorang muslim semestinya menilik ayat Al-Qur’an untuk diresapi dalam rangka menghadirkan rasa syukur ketika mendapatkan suatu hal yang baik dan nikmat. Atau merenungi ayat-ayat Al-Qur’an ketika sedang diuji dan mengalami cobaan kesusahan serta kesedihan, sehingga dengan perenungan itu menjadi energi positif untuk menguatkan diri menghadapi cobaan tersebut.

Semoga bermanfaat

 

 

 

Tiga Peristiwa Bersejarah pada 17 Ramadhan

 

Tiga Peristiwa Bersejarah pada 17 Ramadhan



Ramadhan, selain memiliki keistimewaan sebagai bulan penuh keberkahan, juga menyimpan berbagai memori yang terukir sepanjang sejarah peradaban agama Islam, dari yang momen haru hingga pilu. Berikut ini tiga peristiwa bersejarah yang terjadi di bulan Ramadhan, lebih tepatnya di tanggal 17.  

1.         Pertama Kali Rasulullah saw Menerima Wahyu

Pada saat mendekati diutusnya Rasulullah saw menjadi seorang rasul, beliau sering menyendiri di gua Hira. Sebagaimana dinarasikan oleh Sayyidah Aisyah ra:

   وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ، وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا  

Artinya, "Rasulullah menyendiri di gua Hira, beliau beribadah di sana selama beberapa malam, sebelum kemudian pulang pada Sayyidah Khadijah dan mengambil bekal lalu kembali ke gua Hira. Begitu seterusnya."

Berhari-hari beliau di gua tersebut. Pulang mengambil bekal makanan, lalu kembali ke gua Hira. Demikian itu berlanjut hingga akhirnya beliau didatangi malaikat Jibril membawa wahyu untuk pertama kali. Kedatangan Jibril as membawa wahyu untuk pertama kali ini, menurut Imam Muhammad Al-Baqir terjadi pada tanggal 17 Ramadhan. Sebagaimana dicatat oleh Ibnu Katsir:

   وروى الواقديُّ بسند عن أبي جعفر الباقر أنه قال: كان ابتداءُ الوحي  إلى رسول اللَّه صلى الله عليه وسلم يومَ الاثنين، لسبعَ عشرةَ ليلة خلَتْ من رمضان  

Artinya, "Al-Waqidi meriwayatkan dari Abi Ja'far Muhammad Al-Baqir. Beliau (Abu Ja'far) berkata: Pertama kali wahyu disampaikan pada Rasulullah saw di hari Senin, tanggal 17 Ramadhan."   

Memang ada beberapa pendapat mengenai kapan pertama kali wahyu disampaikan pada Rasulullah. Dalam Al-Bidayah wan Nihayah sendiri, Ibnu Katsir menyebutkan dua pendapat lain. Ada yang berpendapat tanggal 12 Ramadhan dan ada yang berpendapat 24 Ramadhan.  

Berbeda dengan semua pendapat tersebut, Shafiyyurrahman Mubarakfuri menyebutkan:  

 وبعد النظر والتأمل في القرائن والدلائل يمكن لنا أن نحدد ذلك اليوم بأنه كان يوم الإثنين لإحدى وعشرين مضت من شهر رمضان ليلا، ويوافق ١٠ أغسطس سنة ٦١٠ م  

Artinya, "Setelah meneliti beberapa petunjuk dan dalil, dapat kita simpulkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada hari Senin, 21 Ramadhan, bertepatan dengan 10 Agustus tah

2.         Perang Badar Perang

Badar adalah pertempuran pertama pasukan Muslimin di medan perang. Badar nama sebuah tempat berjarak ± 150 km dari Madinah. Perang ini terjadi pada hari Jum'at, tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijriah. Tahun yang sama dengan dimulainya kewajiban puasa Ramadhan.   Rasulullah bersama 300an pasukan bertempur melawan orang-orang Quraisy yang berjumlah tiga kali lipat. Perang ini berakhir dengan kemenangan kaum Muslimin. Tercatat ada 70 korban dari pasukan musuh, 14 korban dari pasukan Muslimin, dan 70 orang tawanan perang dari orang Quraisy. (Sa'id Ramadhan Al-Buthi, Fiqhus Sirah, [Beirut, Darul Fikr: 2019], halaman 171-173).  

Perang ini sangat menentukan bagi keberlangsungan dan masa depan agama Islam. Hal ini tercermin dari penggalan doa yang Rasulullah saw panjatkan saat perang tersebut:

   اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي، اللَّهُمَّ إِنْ تَُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَُ  مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ  

Artinya, "Ya Allah, berikanlah sesuatu yang telah engkau janjikan padaku. Ya Allah, jika Engkau takdirkan pasukan muslimin ini kalah, maka tak ada yang akan menyembah-Mu di muka bumi."  

Allah   tak akan sekali mengingkari janji-Nya, setelah Rasulullah bersimpuh memohon pada-Nya, Allah kirimkan seribu malaikat untuk membantu pasukan muslimin, hal ini diabadikan dalam surat Al-Anfal ayat 9:

   إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَٱسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّى مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ ٱلْمَلَٰٓئِكَةِ مُرْدِفِينَ  

Artinya, "(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut". (Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, [Beirut: Dar Thuqin Najah, 2012], juz V, halaman 156).  

3.         Tragedi Pembunuhan terhadap Sayyidina Ali ra

Ada sebuah fakta yang memilukan dalam sejarah Islam. Tiga dari Empat Khulafaur Rasyidun wafat terbunuh. Tiga orang yang wafat karena dibunuh adalah Umar ra (khalifah kedua), Utsman ra (khalifah ketiga), dan 'Ali ra (khalifah keempat). Hanya Abu Bakr ra yang wafat karena sakit.    Siapa sangka, seorang khalifah, menantu, sepupu, dan orang terdekat Rasulullah saw, dan banyak atribusi lain yang dapat kita sematkan pada tokoh satu ini, hingga Imam Ahmad bin Hanbal berkata:

  ما ورد لأحد من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم من الفضائل ما ورد لعلي   

Artinya, "Tidak ada satupun sahabat Rasulullah saw yang mendapat keutamaan (berdasarkan hadits-hadits yang ada) sebagaimana yang didapat 'Ali." 

Namun siapa sangka, orang seistimewa itu wafat dibunuh oleh mantan pendukungnya sendiri. Pada pagi hari Jum'at, 17 Ramadhan tahun 40 H, tepatnya waktu subuh, Ali ra berjalan menuju masjid seraya berseru: 

 أيها الناس، الصلاة الصلاة  

Artinya, "Semuanya, waktunya shalat, waktunya shalat."  

Di tengah jalan, ia dikejutkan oleh sabetan pedang Abdurrahman ibnu Muljam yang mengenai dahinya hingga tembus ke otak. Orang-orang segera menyelamatkannya dan tentu menangkap Ibnu Muljam, yang merupakan salah satu anggota kelompok Khawarij. Namun nahas, Sayyidina 'Ali ra tak terselamatkan. Pada Sabtu malam menantu sekaligus sepupu Rasulullah saw ini menghembuskan nafas terakhir. (Abdurrahman As-Suyuthi, Tarikhul Khulafa' [Jakarta: Darul Kutubil Islamiyyah, 2011], halaman 157).  

Semoga bermanfaat

Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/tiga-peristiwa-bersejarah-pada-17-ramadhan-nomor-tiga-tragedi-memilukan-sayyidina-ali-lIjpp

4 Amalan Paling Utama Lailatul Qadar

 

4 Amalan Paling Utama Lailatul QadarMenurut Sunah Nabi



Lailatul qadar adalah malam yang sangat istimewa, malam yang lebih utama daripada 1000 bulan. Setiap muslim pasti sangat mengharapkan dapat menemuinya. Lalu, amalan apa yang bisa dikerjakan, dan amalan apa yang paling utama menurut sunah Nabi?    Terkait dengan amalan sunah Nabi pada malam lailatul qadar telah dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari. Nabi Muhammad saw bersabda: 

   مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ  

 Artinya, "Barangsiapa melaksanakan puasa Ramadhan karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya), maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan barangsiapa menegakkan malam lailatul qadar (mengisi dengan ibadah) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya." (HR Al-Bukhari).

Menurut Imam al-Ghazali Al-Hafizh Ibnu Rajab mengatakan bahwa menegakkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan malamnya dengan shalat tahajud.  Menurut Sufyan At-Tsauri amalan sunah Nabi yang paling utama pada malam lailatul qadar adalah berdoa:

   قال سفيان الثوري: الدعاء في تلك الليلة أحب إلي من الصلاة، قال: وإذا كان يقرأ، وهو يدعو، ويرغب إلى الله في الدعاء والمسألة، لعله يوافق. انتهى  

Artinya, "Sufyan at-Tsauri Berdoa di malam itu lebih aku sukai dibanding shalat." Dan jika ia membaca (al-Qur'an) dan memohon dengan bersungguh-sungguh kepada Allah di dalam doa dan permintaan hajatnya maka semoga Allah mengabulkannya."    Terkait ungkapan Sufyan At-Tsauri, Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata:  

 ومراده أن كثرة الدعاء أفضل من الصلاة التي لا يكثر فيها الدعاء وإن قرأ ودعا كان حسنا. وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يتهجد في ليالي رمضان ويقرأ قراءة مرتلة لا يمر بآية فيها رحمة إلا سأل ولا بآية فيها عذاب إلا تعوذ. فيجمع بين الصلاة والقراءة والدعاء والتفكر. وهذا أفضل الأعمال وأكملها في ليالي العشر وغيرها والله أعلم  

Artinya, "Maksudnya adalah memperbanyak doa lebih utama dibanding shalat yang di dalamnya tidak terdapat banyak doa. Dan jika ia membaca (Al-Quran) dan berdoa maka lebih bagus."   

Beliau berdalil dengan realita bahwa Nabi Muhammad saw melaksanakan shalat tahajud di malam-malamnya bulan Ramadhan dan membaca Al-Quran dengan tartil. Ketika beliau membaca ayat tentang rahmat maka beliau berdoa, dan bila membaca ayat azab maka beliau meminta perlindungan kepada Allah.   Sebab itu maka mengombinasikan antara shalat, membaca Al-Quran, berdoa dan tafakur, adalah amal yang paling utama dan paling sempurna dikerjakan pada malam-malam sepuluh akhir bulan Ramadhan dan malam-malam selainnya". (Ibnu Rajab al-Hambali, Lathaiful)

Sedangkan doa yang diajarkan Nabi saw adalah:

   اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي  

Artinya, "Sesungguhnya Engkau dzat yang maha memaafkan, menyukai memaafkan maka maafkanlah aku."   Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad sebagai berikut:

     وَعَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إنْ وَافَقْت لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟ قَالَ: قُولِي: اللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي  

Artinya, "Dari 'Aisyah, beliau berkata, "Aku bertanya, Wahai Rasulullah apa pandangamu jika saya bertepatan dengan malam lailatul qadar?. Beliaupun bersabada: "Berdoalah engkau dengan doa

 "اللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي "

"Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang maha memaafkan, menyukai memaafkan maka maafkanlah aku." (HR. Imam Ahmad)   

Dari paparan di atas maka dapat diketahui, amalan paling utama malam lailatul qadar adalah dengan menggabungkan empat amalan sunah Nabi sebagai berikut: shalat malam atau shalat tahajud; membaca Al-Quran; berdoa dengan doa yang diajarkan Nabi untuk lailatul qadar, dan tafakur.  

Wallahu a'lam bisshawab

Semoga bermanfaat

Sumber: https://islam.nu.or.id/ramadhan/4-amalan-paling-utama-lailatul-qadar-menurut-sunah-nabi-nomor-4-sering-terlewatkan-C7wa2

Menggapai Lailatul Qadar ala Rasulullah

Menggapai Lailatul Qadar ala Rasulullah



Di bulan Ramadhan yang penuh berkah, terdapat malam yang luar biasa istimewa, yaitu lailatul qadar. Malam ini dijelaskan dalam Al-Quran sebagai malam yang lebih mulia daripada 1000 bulan. Keistimewaan ini menunjukkan betapa bernilainya lailatul qadar bagi umat Islam.   Malam lailatul qadar merupakan malam yang penuh dengan rahmat dan ampunan dari Allah.

Pada malam itu, Allah menurunkan para malaikat ke bumi untuk menyebarkan rahmat dan kedamaian. Umat Islam yang beribadah pada malam ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.   Karena itu, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah pada malam lailatul qadar. Berbagai amalan yang dapat dilakukan seperti membaca Al-Quran, shalat malam, dan berdoa. Umat Islam juga dapat melakukan amalan lainnya, seperti zakat dan sedekah.  

Waktu Kedatangan Lailatul Qadar Lantas kapan datangnya lailatul qadar? Tak ada yang tahu pasti. Hadis yang berasal dari riwayat Aisyah, Nabi saw bersabda, malam lailatul qadar berada di malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan.  

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ  

Artinya, "Carilah lailatul qadar pada tanggal gasal dari 10 terakhir bulan Ramadhan." (HR. Al-Bukhari).   Meski tanggal pasti lailatul qadar tidak dijelaskan secara spesifik, umat Islam dianjurkan untuk bersungguh-sungguh mencarinya di bulan Ramadan, terutama pada 10 malam terakhir. Rasulullah saw sendiri memperbanyak ibadah pada saat itu. Beliau lebih fokus beribadah, memperbanyak shalat malam, dan membangunkan keluarganya untuk ikut beribadah bersamanya. Hal ini diriwayatkan dalam hadits riwayat Al-Bukhari:

   حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي يَعْفُورٍ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ  

Artinya, "Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Said ats-Tsauri, dari Abu Ya'fur, dari Abu adh-Dhuha, dari Masruq, dari Aisyah ra, ia berkata: "Ketika Nabi saw memasuki 10 hari terakhir (Ramadhan), beliau mengencangkan ikat pinggangnya (untuk lebih giat beribadah), menghidupkan malamnya (dengan ibadah), dan membangunkan keluarganya (untuk beribadah)"."  (HR Al-Bukhari).  

Ibadah Nabi dalam 10 Malam Terakhir Ramadhan

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari menjelaskan, Nabi Muhammad saw selalu menjadikan 10 malam terakhir bulan Ramadhan sebagai kesempatan untuk beribadah dan berserah diri kepada Allah swt.   Tidur di malam hari diibaratkan sebagai saudara kematian, karena saat tidur, aktivitas dan kesadaran manusia terhenti. Karena itu, dianjurkan bagi umat Islam untuk memanfaatkan waktu malam untuk beribadah, seperti shalat malam, membaca Al-Quran, atau berzikir.

   وأحيا ليله أي : سهره فأحياه بالطاعة وأحيا نفسه بسهره فيه ؛ لأن النوم أخو الموت ، وأضافه إلى الليل اتساعا ؛ لأن القائم إذا حيي باليقظة أحيا ليله بحياته ، وهو نحو قوله : " لا تجعلوا بيوتكم قبورا " أي : لا تناموا فتكونوا كالأموات فتكون بيوتكم كالقبور  

Artinya, "Dan ia menghidupkan malamnya". Maksudnya Nabi saw berjaga sepanjang malam. Ia menghidupkannya dengan ketaatan dan menghidupkan dirinya sendiri dengan berjaga-jaga di dalamnya. Karena tidur itu saudara kematian. Tambahan kata "malam" di sini untuk memperluas makna. Karena orang yang bangun dan berjaga, maka dia menghidupkan malam dengan kehidupannya. Hal ini serupa dengan firman Allah:

  لا تجعلوا بيوتكم قبورا 

 Artinya, "Janganlah kamu jadikan rumah-rumahmu seperti kuburan. Pengertiannya: janganlah kamu tidur di rumah-rumahmu, sehingga kamu menjadi seperti orang mati dan rumah-rumahmu menjadi seperti kuburan."  [Ibnu Hajar Al-Asqallani, Fathul Bari, [Kairo; Dar Rayyan lit Turats: 1986 M], jilid IV, halaman 316] 

Lebih dari itu, hadits ini menunjukkan keteladanan Rasulullah saw dalam memanfaatkan 10 malam terakhir Ramadhan dengan maksimal. Beliau meningkatkan intensitas ibadahnya dan mengajak keluarganya untuk turut serta dalam meraih malam-malam penuh berkah ini.   Selain memperbanyak shalat malam dan beribadah, Rasulullah saw juga menganjurkan untuk memperbanyak doa di malam-malam tersebut. Beliau mengajarkan kepada Aisyah ra doa yang bisa dipanjatkan untuk meraih lailatul qadar, yaitu:

  اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ  تُحِبُّ اَلْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي  

Artinya, “Ya Allah, sungguh Engkau maha pemaaf yang pemurah. Engkau juga menyukai maaf. Karena itu, maafkanlah aku."  

Simpulan Intinya, cara Rasulullah saw meraih lailatul qadar adalah dengan meningkatkan ketaatan dan ibadah di 10 terakhir Ramadan. Nabi Muhammad saw memperbanyak shalat malam, memperbanyak doa, dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Dengan kesungguhan tersebut, kita berharap bisa meraih keberkahan malam lailatul qadar. Wallahu a'lam.

Semoga bermanfaat

Sumber: https://islam.nu.or.id/ramadhan/kultum-ramadhan-menggapai-lailatul-qadar-ala-rasulullah-soi8e