Sabar Dalam Menghadapi Musibah dan Ujian
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini kalian diharapkan dapat:
1. Melafalkan dengan fasih bacaan Q.S. al-Baqarah/2: 155-156 dan Q.S. Ibrahim/14: 9 serta Hadis terkait
2. Mengidentifikasi bacaan tajwid dalam Q.S. al-Baqarah/2: 155-156
dan Q.S. Ibrahim/14: 9
3. Mengartikan perkata dan menerjemahkan Q.S. al-Baqarah/2: 155-156 dan Q.S. Ibrahim/14: 9
4. Mendeskripsikan tafsir Q.S. al-Baqarah/2: 155-156 dan Q.S. Ibrahim/14: 9
5. Menganalisis sikap yang harus dimiliki ketika tertimpa musibah
dan ujian
6. Menganalisis manfaat hikmah di balik musibah dan ujian
Tadabur
Kalian mungkin sering mendengar
dan membaca kata musibah. Kata musibah
berasal dari Bahasa Arab ashaaba,
yushiibu, mushiibatan yang
berarti segala yang menimpa pada sesuatu baik berupa kesenangan maupun
kesusahan. Namun, umumnya dipahami musibah selalu identik dengan kesusahan.
Padahal, kesenangan yang dirasakan pada hakikatnya musibah juga. Dengan
musibah, Allah Swt. hendak menguji siapa yang paling baik amalnya.
Ujian dalam bahasa Arab disebut Balaa’. Dalam
istilah kehidupan balaa’
dapat diartikan cobaan yang diberikan kepada hamba-Nya untuk mengujinya
atau mengetahui kualitas manusia itu sendiri. Orang yang mendapat ujian atau
cobaan diharapkan bersikap sabar dalam menjalani apa yang sedang menimpa
dirinya. Sabar berarti menahan diri dalam melaksanakan sesuatu dan meninggalkan
sesuatu.
Adapun Tawakal berasal dari
bahasa Arab dengan kata dasarnya wakl yang
berarti menyerahkan, membiarkan, serta merasa cukup (pekerjaan itu dikerjakan oleh seorang wakil).
Sedangkan menurut Quraish
Shihab dalam tafsir Al Mishbah,
bahwa tawakal adalah berusaha dengan sungguh-sungguh sejauh batas kemampuan
manusiawi untuk bisa mewujudkan sesuatu yang diinginkan, dengan dibarengi
berserah diri kepada Allah Swt. atas apa yang telah diusahakan. Tawakal bukan
berarti penyerahan mutlak nasib manusia kepada Allah Swt. semata. Namun,
penyerahan tersebut harus didahului dengan usaha manusiawi. Manusia dituntut
untuk melakukan sesuatu sesuai batas kemampuannya
وَلَـنَبۡلُوَنَّكُمۡ بِشَىۡءٍ مِّنَ الۡخَـوۡفِ وَالۡجُـوۡعِ وَنَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَالۡاَنۡفُسِ وَالثَّمَرٰتِؕ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيۡنَۙ ١٥٥
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar
الَّذِيۡنَ اِذَآ اَصَابَتۡهُمۡ مُّصِيۡبَةٌ ۙ قَالُوۡٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّـآ اِلَيۡهِ رٰجِعُوۡنَؕ ١٥٦
َ(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata "Innā lillāhi wa innā ilaihi
rāji'ūn" 1 (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).
Memahami Asbabun Nuzul Q.S. al-Baqarah/2: 155-156 dan Q.S. Ibrahim/14: 9
a. Asbabun Nuzul Q.S. al-Baqarah/2: 155-156
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ummu Salamah yang bercerita: bahwa pada suatu hari Abu Salamah mendatangiku dari tempat Rasulullah Saw. lalu ia menceritakan, aku telah mendengar ucapan Rasulullah Saw. yang membuat aku mereka senang, yaitu sabda beliau yang artinya: “Tidaklah seseorang dari kaum muslimin ditimpa musibah, lalu ia membaca innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un kemudian mengucapkan:
(Ya Allah, berikanlah pahala dalam musibahku ini dan berikanlah ganti padaku yang lebih baik darinya) melainkan akan dikabulkan doanya itu.” Ummu Salamah bertutur, kemudian aku menghafal doa dari beliau itu, dan ketika Abu Salamah meninggal dunia, maka aku pun mengucapkan, innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un, dan mengucapkan, ‘Ya Allah, berikanlah pahala dalam musibahku ini dan berikanlah ganti kepadaku yang lebih baik darinya.’ Kemudian mengintrospeksi diri, dengan bertanya, “Dari mana aku akan memperoleh yang lebih baik dari Abu Salamah?” Setelah masa iddahku berakhir, Rasulullah izin kepadaku. Ketika itu aku sedang menyamak kulit milikku, lalu aku mencuci tanganku dari qaradz (daun yang digunakan menyamak). Lalu kuizinkan beliau masuk dan ku-siapkan untuknya bantal tempat duduk yang isinya dari sabut, maka beliau pun duduk di atasnya. Lalu beliau menyampaikan lamaran kepada diriku.Setelah selesai beliau berbicara, kukatakan, “Ya Rasulullah, kondisiku akan membuat Anda tak berminat. Aku ini seorang wanita yang sangat pecemburu, maka aku takut Anda mendapatkan diriku sesuatu yang karenanya Allah akan mengadzabku, dan aku sendiri sudah tua dan mempunyai banyak anak.” Maka beliau bersabda, “Mengenai kecemburuanmu yang engkau sebutkan maka semoga Allah melenyapkannya dari dirimu. Dan usia tua yang engkau sebutkan, maka aku pun juga mengalami apa yang engkau alami. Dan mengenai keluarga yang engkau sebutkan itu, maka sesungguhnya keluargamu adalah keluargaku juga.” (HR. Ahmad: 4/27)
b. Asbabun Nuzul Q.S. Ibrahim/14: 9
Dalam ayat ini, Allah Swt. bertanya kepada umat manusia apakah mereka pernah mendapatkan berita tentang umat-umat yang terdahulu, serta berita tentang peristiwa yang mereka alami, misalnya berita tentang kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad dan kaum Tsamud, serta umat yang datang sesudah mereka, yang hanya Allah sajalah yang benar benar mengetahuinya?
Mereka mendustakan para rasul padahal telah membawa bukti-bukti yang nyata. Mereka menutupkan tangan ke mulut untuk menunjukkan kebencian kepada para rasul tersebut, seraya berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari apa-apa yang diperintahkan kepadamu untuk disampaikan kepada kami.” Di samping itu, umat-umat tersebut juga mengatakan kepada para rasul bahwa mereka berada dalam keragu-raguan dan tidak yakin akan kebenaran yang diserukan para rasul kepada mereka.
Allah Swt. telah menceritakan kepada kita berita tentang kaum Nuh, kaum ‘Ad, kaum Tsamud, dan umat-umat lainnya di masa silam yang mendustakan para rasul. Jumlah mereka tidak terhitung, hanya Allah Swt. yang mengetahuinya
Makna Sabar Dalam Menghadapi Cobaan dan Ujian
Di antara perkara yang sangat dianjurkan dalam Islam adalah sifat sabar. Sabar secara bahasa artinya tertahan, sebagaimana perkataan Jabir
a) Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah Swt.
sebagaimana firman-Nya berikut ini:
Artinya: “Dan perintahkanlah keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah dalam
memerintahkannya.” (QS. Thaha: 132)Ayat di atas menunjukkan perintah sabar dalam melaksanakan taat, seperti seorang suami yang harus sabar dalam mengajak istrinya untuk mengerjakan salat. Memang seperti itu tugas seorang suami, ia harus dapat memimpin bahtera rumah tangganya dan mengajak istri serta anggota keluarganya untuk melakukan kebaikan. Allah Swt. berfirman: ......
b) Sabar dalam menjauhi kemaksiatan
Saat ini masyarakat dengan adanya kemudahan berinternet harus bias menghindari maksiat seperti ghibah dalam bermedia social, menyakiti orang lain dengan membully, mencaci maki orang lain, dan menghindari membunuh orang lain.
c) Sabar dalam menerima takdir Allah Swt.
Sabar jenis yang ketiga adalah dalam menerima takdir yang Allah berikan. sebagaimana firman-Nya:
Artinya: “Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu.” (QS. Al-Insan: 24).
Apabila seorang muslim mengalami takdir yang kurang baik seperti musibah sakit atau kematian, ingatlah bahwa para rasul pun mempunyai cobaan jauh lebih berat dibandingkan dengan kita semua.
Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada kita untuk mencontoh para rasul dalam hal bersabar, Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran para rasul
yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar (adzab)
disegerakan untuk mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 35)
Demikian tiga macam kesabaran yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Semuanya memiliki tingkatan keutamaan yang berbeda tergantung pribadi masing-masing. Ada yang lebih utama bersabar dalam menjauhi maksiat, disebabkan lebih sulit baginya dibandingan melakukan ketaatan. Ada pula yang lebih utama bersabar dalam takdir Allah Swt., disebabkan lebih sulit baginya dibandingkan untuk menjauhi maksiat.