IMAN KEPADA TAQDIR 1

 

IMAN KEPADA QADLO DAN QADAR



Bahan Tafakkur

       Adanya Qadha dan Qadar (takdir) tidak menutup ruang bagi manusia untuk melakukan sesuatu sesuai dengan pilihan dan kemauannya. Takdir menjadi ujian apakah manusia akan memilih takdir baik atau buruk.

       Sikap manusia terhadap takdir Allah SWT., ada yang menyikapinya dengan negatif dan ada yang menyikapinya dengan positif. Padahal apabila manusia menyikapi takdir dengan positif, maka akan berubah dengan usaha dan kehendak Allah SWT. Ada pemuda dari keluarga miskin bisa merubah dirinya menjadi kaya raya, pemuda yang dilahirkan dari keluarga yang tidak sekolah bisa menjadi orang yang sukses karena giat dan ketekunannya dalam belajar. Bekerja keras dapat mengentaskan diri dari kemiskinan. Melalui tafakkur ini, hikmah dan pelajaran apa yang dapat kita ambil dari realita tersebut diatas?

 

A.  Tadarrus

       Tadarrus Alqur’an merupakan pembiasaan peserta didik untuk menumbuhkan rasa senang dan terbiasa membaca Alquran. Tadarrus ini yang dibaca adalah ayat ayat yang sering dibaca sehari-hari. Waktu untuk membaca antara 5 – 10 menit sebelum pelajaran inti dimulai, baik secara kelompok maupun individu.

       Dalam kesempatan ini alternatif yang dibaca yaitu QS. Al Baqarah ayat 267 s/d 273 surah ke 2 juz 3 atau QS. Al Fiil surah ke 105 juz 30.    

 

B.   Menganalisis Dan Mengevalusi Makna Iman Kepada Qada’ Dan Qadar

1.    Makna Iman Qadha dan Qadar Allah SWT.

              Takdir Allah swt. disebut pula sunnatullah. Takdir itu, ada yang baik dan ada pula yang buruk, manusia tinggal memilih jalan hidup mana yang hendak ia usahakan.  Hidup itu penuh dengan pilihan. Coba kaji dan teliti diri kita sendiri. Banyak pertanyaan yang dapat dijadikan muhasabah. Kenapa saya jadi seperti ini? Kenapa keburukan selalu saya lakukan? Jika itu yang saya lakukan, pasti saya tidak seperti ini. Kenapa saya dulu pemalas? dan kenapa dulu sering tidak shalat? Dan banyak renungan lainnya. Malalui renungan tersebut, semakin jelas bahwa hasil hidup itu tergantung dari pilihan yang diambil, dan itu ada pada kita. Namun ingat! Jangan sekali-kali mengabaikan peran Allah SWT.

              Harus dipahami bahwa adanya pilihan takdir itu merupakan bagian dari ujian hidup. Saat sehat atau sakit, kaya atau miskin, pintar atau bodoh, semuanya adalah ujian. Kita sering salah memahami tentang kondisi kehidupan, misalnya sering kali kita menasehati seseorang saat ditimpa musibah, sementara saat jaya, hal itu jarang dilakukan. Padahal sehat, gembira, dan kaya, juga merupakan bagian dari ujian hidup.

              Melalui pemahaman ini, takdir Allah SWT. berjalan menurut hokum atau ketentuan Allah SWT. (sunnatulllah). Ikhtiar manusia secara sungguh-sungguh, sangat dibutuhkan karena terdapat korelasi positif antara kadar ikhtiar dengan keberhasilan dan kesuksesan. Oleh karena itu, jangan salah pilih, dan tetaplah berada di jalan yang benar, niscaya jalan kesuksesan dapat diraih. Jadi, manusia memiliki kesempatan  memilih antara dua pilihan; pillihan yang membawa akibat baik atau yang membawa akibat buruk seperti yang tercantum dalam Q.S. Al-Balad/90: 8-10.

2.    Pengertian Qadla’ dan Qadar.

              Qadha menurut Bahasa berarti “menentukan atau memutuskan,” sementara menurut istilah artinya “segala ketentuan Allah SWT. sejak zaman azali.” Adapun pengertian Qadar menurut Bahasa adalah “memberi kadar, aturan, atau ketentuan,” sementara menurut istilah berarti “ketetapan Allah swt. terhadap seluruh makhluk-Nya tentang segala sesuatunya.”

              Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini termasuk pada diri manusia sendiri, baik dan buruk, susah dan senang, dan segala gerak-gerik hidup kita semuanya tidak terlepas dari takdir Allah SWT. Jika demikian, bebaskah manusia atau terikat? Apa gunanya ikhtiar dilakukan manusia, jika segalanya telah ditentukan? Apa hubungannya antara takdir, ikhtiar, dan tawakkal?

              Beriman pada qadha dan qadar berarti beriman pada takdir Allah SWT., yaitu meyakini bahwa adanya ketetapan Allah SWT. yang berlaku atas makhluk-Nya, baik ketentuan yang telah, maupun yang sedang terjadi, yang akan terjadi.

مَاۤ اَصَا بَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَ رْضِ وَلَا فِيْۤ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْـرَاَ هَا ۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ ۖ

       “Tiada sautu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuzh) sebelum kami menciptakannya.sesungguhnya yag demikian itu adalah mudah bagi Allah swt”.(Q.S. al-hadid/57: 22)

 

              Qadla’ dan Qadar biasa disebut dengan satu kata, ”takdir”. Bagi manusia dan makhluk lain, ada pandangan takdir baik dan buruk, tetapi dalam pandangan Allah SWT., semua takdir itu baik, karena keburukan tidak dinisbatkan kepada Allah SWT. Ilmu Allah SWT., kehendak-Nya, catatan-Nya, dan penciptaan-Nya itu semua adalah kebijksanaan, keadilan,  kasih sayang, dan kebaikan. Keburukan bukanlah sifat Allah SWT. dan bukan pula pekerjaan-Nya.

 

SEPUTAR ILMU WARITS

 Seputar Ilmu Waris




Sejarah membuktikan, Islam pernah membuat dunia terpukau. Kajian terhadap ilmu, adalah catatan emas yang membuat wajah Islam bisa dikenal oleh dunia. Perhatian Islam terhadap ilmu benar-benar mengherankan. Banyak yang di kemudian hari menjadi ilmuwan, bisa memberikan pengaruh terhadap aspek kehidupan dunia.

MENGHIDUPKAN SPIRIT LAILATUL QADAR

 

Menghidupkan Spirit Lailatul Qadar dalam Kehidupan Sehari-hari



Untuk bertemu dengan malam lailatul qadar, seorang hamba sesungguhnya bisa mempersiapkan diri sejak awal Ramadhan tiba. Ini menunjukkan bahwa kebaikan harus bersifat kontinu sebagaimana kemuliaan yang ditunjukkan pada malam lailatul qadar dan dampaknya terhadap kehidupan di masa-masa yang akan datang atau dalam kehidupan sehari-hari setelah bulan Ramadhan.

Prof Muhammad Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1999) mengungkapkan amalan-amalan agar seorang hamba bisa bertemu malam tersebut. Namun, yang harus diperhatikan ialah selain bertemu malam lailatul qadar, manusia juga mendapatkannya sehingga amalan-amalan baik harus dilakukan untuk mendapatkan kemuliaan malam tersebut.

Pertama, Al-Qur’an menyatakan, bahwa dalam malam lailatul qadar, Malaikat turun (QS Al-Qadr: 4). Ketika Malaikat turun dan mengunjungi seseorang, Malaikat senang dengan kebaikan, melingkupi kebaikan apa saja. Malaikat mendukung manusia yang berbuat baik. Dengan demikian, melakukan kebaikan secara terus-menerus bisa mengantarkan manusia mendapatkan malam lailatul qadar. Berbuat baik juga terkait dengan kesempatan dan waktu. Artinya, manusia jangan menunda kebaikan, apalagi ketika orang lain sangat membutuhkan bantuan dan kebaikan tersebut saat itu juga. Di situlah malam kemuliaan akan datang kepada manusia yang Malaikat juga turut datang kepadanya.

Kedua, di malam lailatul qadar ada kedamaian sampai fajar (QS Al-Qadr: 5). Artinya, damai dengan diri dan damai dengan orang lain. Damai itu ada damai aktif dan ada damai pasif. Misal ketika manusia naik bus, banyak orang di bus, lalu hanya duduk diam, tidak menyapa samping kiri dan samping kanannya. Hal itu termasuk damai, tetapi damai pasif. Lain halnya dengan damai aktif yaitu ketika saling menyapa atau memberi sesuatu kepada orang lain dengan tujuan yang baik. Hal ini juga berlaku bahwa ketika manusia tidak bisa memuji orang lain, tidak perlu memakinya. Kalau tidak bisa memberi sesuatu kepada orang lain, jangan lalu mengambil haknya. Kalau tidak bisa membantunya, jangan menjerumuskannya. Ini prinsip kedamaian yang dapat mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin. Di saat itulah manusia mendapat malam kemuliaan, yaitu malam lailatul qadar.

Untuk memperoleh pemahaman yang jernih terkait malam lailatul qadar, Quraish Shihab (Membumikan Al-Qur’an, 1999) memberikan penjelasan terkait arti dan makna kata qadar. Penulis kitab Tafsir Al-Misbah tersebut memaparkan tiga arti pada kata qadar, sebagai berikut:

Pertama, qadar berarti penetapan atau pengaturan sehingga lailatul qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan Firman Allah pada QS Ad-Dukhan ayat 3. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun. Al-Qur’an yang turun pada malam lailatul qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah swt mengatur dan menetapkan khittah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad saw guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.  

Kedua, qadar berati kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur’an serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Kata qadar yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 Surat Al-An’am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu ‘ala basyarin min syay’i (mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia).

Ketiga, qadar berarti sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam Surat Al-Qadar: Pada malam itu turun malikat-malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (Fathoni Ahmad)

Semoga bermanfaat

Sumber: https://islam.nu.or.id/ramadhan/menghidupkan-spirit-lailatul-qadar-dalam-kehidupan-sehari-hari-CdeTn

HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

 

Delapan Hal yang Membatalkan Puasa



Selain harus melaksanakan kewajiban-kewajiban pada saat puasa, kita juga dituntut untuk menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Dalam kitab Fath al-Qarib dijelaskan bahwa perkara yang dapat membatalkan puasa meliputi beberapa hal, berikut perinciannya:  

Pertama, sampainya sesuatu ke dalam lubang tubuh dengan disengaja. Maksudnya, puasa yang dijalankan seseorang akan batal ketika adanya benda (‘ain) yang masuk dalam salah satu lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam yang dalam istilah fiqih biasa disebut dengan jauf. Seperti mulut, telinga, hidung. Benda tersebut masuk ke dalam jauf dengan kesengajaan dari diri seseorang.   Lubang (jauf) ini memiliki batas awal yang ketika benda melewati batas tersebut maka puasa menjadi batal, tapi selama belum melewatinya maka puasa tetap sah. Dalam hidung, batas awalnya adalah bagian yang disebut dengan muntaha khaysum (pangkal insang) yang sejajar dengan mata; dalam telinga, yaitu bagian dalam yang sekiranya tidak telihat oleh mata; sedangkan dalam mulut, batas awalnya adalah tenggorokan yang biasa disebut dengan hulqum. 

Puasa batal ketika terdapat benda, baik itu makanan, minuman, atau benda lain yang sampai pada tenggorokan, misalnya. Namun, tidak batal bila benda masih berada dalam mulut dan tidak ada sedikit pun bagian dari benda itu yang sampai pada tenggorokan.   Berbeda halnya ketika benda yang masuk dalam jauf seseorang yang sedang berpuasa dilakukan dalam keadaan lupa, atau sengaja tapi ia belum mengerti bahwa masuknya benda pada jauf adalah hal yang dapat membatalkan puasa. Dalam keadaan demikian, puasa yang dilakukan seseorang tetap dihukumi sah selama benda yang masuk dalam jauf tidak dalam volume yang banyak, seperti lupa memakan makanan yang sangat banyak pada saat puasa. Maka ketika hal tersebut terjadi puasa dihukumi batal. (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, hal. 259).    

Kedua, mengobati dengan cara memasukkan benda (obat atau benda lain) pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur). Misalnya pengobatan bagi orang yang sedang mengalami ambeien dan juga bagi orang yang sakit dengan memasang kateter urin, maka dua hal tersebut dapat membatalkan puasa.  

Ketiga, muntah dengan sengaja. Jika seseorang muntah tanpa disengaja atau muntah secara tiba-tiba (ghalabah) maka puasanya tetap dihukumi sah selama tidak ada sedikit pun dari muntahannya yang tertelan kembali olehnya. Jika muntahannya tertelan dengan sengaja maka puasanya dihukumi batal.  

Keempat, melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis (jima’) dengan sengaja. Bahkan, dalam konteks ini terdapat ketentuan khusus: puasa seseorang tidak hanya batal dan tapi ia juga dikenai denda (kafarat) atas perbuatannya. Denda ini adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, ia wajib memberi makanan pokok senilai satu mud (0,6 kilogram beras atau ¾ liter beras) kepada 60 fakir miskin. Hal ini tak lain bertujuan sebagai ganti atas dosa yang ia lakukan berupa berhubungan seksual pada saat puasa.

Kelima, keluarnya air mani (sperma) disebabkan bersentuhan kulit. Misalnya, mani keluar akibat onani atau sebab bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual. Berbeda halnya ketika mani keluar karena mimpi basah (ihtilam) maka dalam keadaan demikian puasa tetap dihukumi sah.

Keenam, mengalami haid atau nifas pada saat puasa. Selain dihukumi batal puasanya, orang yang mengalami haid atau nifas berkewajiban untuk mengqadha puasanya. Dalam hal ini puasa memiliki konsekuensi yang berbeda dengan shalat dalam hal berkewajiban untuk mengqadha. Sebab dalam shalat orang yang haid atau nifas tidak diwajibkan untuk mengqadha shalat yang ia tinggalkan pada masa haid atau nifas.

Ketujuh, gila (junun) pada saat menjalankan ibadah puasa. Ketika hal ini terjadi pada seseorang di pertengahan melaksanakan puasanya, maka puasa yang ia jalankan dihukumi batal.    

Kedelapan, murtad pada saat puasa. Murtad adalah keluarnya seseorang dari agama Islam. Misalnya orang yang sedang puasa tiba-tiba mengingkari keesaan Allah subhanahu wata’ala, atau mengingkari hukum syariat yang sudah menjadi konsensus ulama (mujma’ alaih). Di samping batal puasanya, ia juga berkewajiban untuk segera mengucapkan syahadat serta mengqadha puasanya.   

Delapan hal di atas adalah perkara yang dapat membatalkan puasa, ketika salah satu dari delapan hal tersebut terjadi pada saat puasa, maka puasa yang dijalankan oleh seseorang menjadi batal. Semoga ibadah puasa kita pada bulan Ramadhan kali ini diberi kelancaran dan kesempurnaan serta menjadi ibadah yang diterima oleh Allah subhanahu wata’ala. Amin yaa Rabbal ‘alamin. Wallahu a’lam.  

Semoga bermanfaat

Sumber: https://www.nu.or.id/ramadhan/delapan-hal-yang-membatalkan-puasa-22mYK

 

IMAN KEPADA TAQDIR 2

 

DALIL TENTANG TAQDIR



C.   Dalil-Dalil Tentang Taqdir

1 .   Dalil al-Qur’an

       a.

اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ

              Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir).” (Q.S al-Qamar/54:49)

       b.

مَاۤ اَصَا بَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَ رْضِ وَلَا فِيْۤ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْـرَاَ هَا ۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ ۖ

              “Tidak ada suatu bencana yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah Swt.”(Q.S al-Hadid/57: 13)

       c.   

وَكُلَّ اِنْسَا نٍ اَلْزَمْنٰهُ طٰٓئِرَهٗ فِيْ عُنُقِهٖ ۗ وَنُخْرِجُ لَهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ كِتٰبًا يَّلْقٰٮهُ مَنْشُوْرًا

              “Dan tiap-tiap manusia telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaiman tetapnya kalung) pada lehernya.”(Q.S al-Isra’/17: 13)

مَاۤ اَصَا بَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ اِلَّا بِاِ ذْنِ اللّٰهِ ۗ وَمَنْ يُّؤْمِنْ بِۢا للّٰهِ يَهْدِ قَلْبَهٗ ۗ وَا للّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

              “Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah SWT.” (Q.S at-Taghabun/64: 11)

2.    Dalil As-Sunah (Hadits Rasulullah)

      Adapun penjelasan Rasulullah saw. tentang Qadla’ dan Qadar antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits berikut ini.

       a.   

اِنَّ اَحَدَكُمْ يَجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ اُمِّهِ اَرْبَعِيْنَ يَوْمًا,  ثُمَّ يَكُوْنُوْ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ يَكُوْنُوْ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ يَبْعَثُ اللهُ مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِاَرْبَعِ كَلِمَاتٍ, وَيُقَالُ لَهُ: اُكْتُبْ عَمَلَهُ, وَرِزْقَهُ, وَاَجَلَهُ, وَشَقِيٌ اَوْ سَعِيْدٌ, ثُمَّ يُنْفَخُ فِيْهِ الرُّوْحُ , فَاِنَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ لِيَعْمَلُ حَتَى مَا يَكُوْنُ بَيْبَهُ وَ بَيْنَ الْجَنَّةِ اِلَّا ذِرَاعٌ,  فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ كِتَابُهُ, فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ اَهْلِ النَّارِ, وَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بِيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ اِلَّا ذِرَاعٌ, فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ, فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ اَهْلِ الْجَنَّةِ  (رواه البخارى)

              “Sesungguhnya penciptaan salah seorang dari kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama epat puluh hari dalam bentuk nuthfah (sperma), kemudian berubah menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi mudghah (sepotong daging) selama empat puluh hari, kemudian malaikat dikirimkepadanya kemudian malaikat meniupkan ruh kepadanya, dan malaikat tersebut diperinthkan empat hal yaitu menuliskan rizkinya, menuliskan ajalnya, menuliskan amal perbuatannya, dan menuliskan apakah ia celaka, atau bahagia. Demi Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti mengerjakan amalperbuatan penghuni surga, hingga ketika jaraknya dengan surga cuma sau lengan, tiba-tiba ketetapan berlaku padanya kemudian ia mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka, dan ia pun masuk neraka. Sesungguhny salah seorang dari kalian pasti mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka, hingga ketika jaraknya dengan neraka cuma satu lengan, tiba-tiba ketetapan berlaku padanya kemudian ia mengerjakan amal perbuatan penghuni surga, dan ia masuk surga.” (HR. Muslim)

       b.    Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya sebagai berikut.

              “Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah SWT. Mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.”(HR. al-Bukhari dan Muslim)

              Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Qadla’ dan Qadarnya oleh Allah SWT. sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya. Tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.

3.    Kewajiban Beriman Kepada Qadal’ dan Qadar

              Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW. didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih, dan rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang islam, iman dan ihsan. Tentang keimanan, Rasulullah saw.menjawab yang artinya:

        “Hendaklah engkau beriman kepada Allah SWT. malaikat-malaikat Nya,rasul-rasulnya, hari akhir,dan beriman pula kepada Qadla; dan Qadar (takdir) yang baik ataupun yang buruk.’(HR.Muslim).

C.   Hubungan Antara Takdir, Ikhtiar, Dan Tawakkal

Memahami takdir itu harus benar. Jika tidak, pasti ada jalan hidup yang ditempuh secara salah atau tidak benar. Lima faktor mempunyai keterkaitan yang sangat erat  yaitu, Iman kepada takdir, ikhtiar, doa, dan tawakal

1.    Takdir

              Matahari terbit dari timur, bumi mengitari matahari, ikan berenang di air, burung terbang di angkasa, sementara manusia lahir dengan jenis kelamin laki laki atau perempuan.  Siapa saja yang berikhtiar secara sungguh-sungguh akan menuai keberhasilan, sebaliknya yang malas dan sedikit ikhtiar, berakibat hidupnya dilanda kemalangan dan diliputi kesengsaraan. Pernyataan tersebut,  semuanya terkait dengan iman kepada takdir, dan semua contoh-contoh itu adalah ketentuan  Allah SWT. dan itulah yang disebut takdir.

              Hal yang membedakan antara takdir yang berlaku bagi manusia dengan mahluk lainnya adalah adanya pilihan, misalkan matahari, bulan, dan planet lainnya, seluruhnya ditetapkan takdirnya tanpa bisa ditawar-tawar (Q.S. Fussilat/41: 11) Sementara manusia, diberi kebebasan untuk memilih, bahkan pilihannya sangat banyak. Manusia dapat memilih keberhasilan atau kemalangan, kebahagiaan atau kesengsaraan,  menjadi orang yang baik atau tidak (Q.S. Al-Kahf/18: 29).

              Perlu diingat dengan baik, bahwa setiap pilihan, memiliki akibat (baik atau buruk), dan setiap pilihan tersebut akan dimintai pertanggungjawaban, karena manusia memilih atas kesadarannya sendiri. (renungkan isi kandungan dari ayat ayat berikut : QS. At-Takasur/102: 8, QS. Asy-Syams/91: 8-10, QS. Al-balad/ 90:10).

2.    Ikhtiar

              Ikhtiar adalah usaha dengan kesungguhan hati dan maksimal dari semua amal perbuatan dan aktivitas yang dilakukan, tekad yang kuat untuk mewujudkan cita dan asa.  Tentu saja kesungguhan amal tersebut tidak terlepas dari jalan yang sudah dibentangkan Allah SWT. yaitu berdoa, agar cita dan harapan tersebut, dipercepat atau dimudahkan oleh Allah SWT.

              Pahami pernyataan berikut. Manusia berkewajiban ikhtiar,  sementara Allah SWT. yang menentukan takdir.  Lalu, kenapa manusia harus berikhtiar? Berikut jawaban atau alasannya;

       a.    Takdir berjalan menurut hukum “sunnatullah”. Artinya keberhasilan hidup sangat tergantung sejalan atau tidaknya dengan sunnatullah. Contohnya malas belajar berakibat bodoh,  tidak mau bekerja akan miskin, menyentuh api akan merasakan panas

       b.    Kenyataan menunjukkan bahwa tidak ada seorang  pun yang mengetahui takdirnya.  Jangankan peristiwa masa depan, hari esok akan terjadi apa,  tak ada yang  mampu mengetahuinya (Q.S. al-Ahqaf/46: 9).

       c.    Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh, akan memperoleh keberhasilan dan mendapatkan cita-cita sesuai tujuan yang diinginkan.

       d.    Takdir terbagi dua:  Pertama, Takdir Mubram, yaitu takdir yang semata-mata ketentuan Allah SWT., seperti kematian, kelahiran, dan jenis kelamin.  Kedua, Takdir muallaq,  yakni takdir tergantung  pada ikhtiar dan potensi manusia seperti bisa berubah menjadi pintar setelah mau belajar agar tidak bodoh.

       e.    Manusia sudah berikhtiar secara sungguh-sungguh, tetapi gagal juga. Inilah  yang  kita kenal dengan “rahasia ilahi” Kita juga harus memahami bahwa  Allah Swt, tidak pernah menyia-nyiakan semua amal yang sudah diikhtiarkan secara sungguh-sungguh, walaupun gagal (Q.S. An-Najm/53:39-42 dan At-Taubah/9: 105)

3.    Doa

              Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang meyakinkan. Hal ini karena doa merupakan bagian dari motivasi intrinsik. Do’a otak ibadah, doa akan memberikan energi dalam menjalani ikhtiarnya, karena Allah SWT. telah berjanji untuk mengabulkan permohonan orang yang bersungguh-sungguh memohon. Firman Allah SWT.;

 

وَاِ ذَا سَاَ لَـكَ عِبَا دِيْ عَنِّيْ فَاِ نِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّا عِ اِذَا دَعَا نِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

 

       "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka memperoleh kebenaran." (QS. Al-Baqarah 2: 186)

4.    Tawakal

              Menjalani hidup yang benar, harus berurutan dimulai dengan mengimani takdir, ikhtiar dengan sungguh-sungguh, berdoa, tawakkal, yang maknanya adalah “menyerahkan segala urusan dan hasil ikhtiarnya hanya kepada Allah Swt.” Dasar pengertian tawakkal diambil dari sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ibnu Hunnam dan Imam Al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya ra, ia berkata : "Seseorang berkata kepada Nabi saw, 'Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal?' Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Ikatlah kemudian bertawakkallah."

              Peristiwa ini menyimpulkan pemahaman bahwa sikap tawakkal  boleh dilakukan setelah usaha yang sungguh-sungguh sudah dijalankan. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa tawakkal itu terkait erat dengan ikhtiar, atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada tawakkal tanpa ikhtiar. Firman Allah SWT.: "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT. menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (Q.S.Ali-Imran/3:159)

 

YANG BAGUS BERAPA KALI KHATAM

 HARUS BERAPA KHATAM ALQURAN



Ramadhan merupakan bulan istimewa bagi umat Islam. Banyak ulama menganjurkan agar memperbanyak ibadah karena segala pahala dilipatgandakan. Salah satunya adalah memperbanyak membaca Alquran. Tapi haruskah umat Islam mengkhatamkan Alquran sepanjang bulan ramadhan?

Ada kebiasaan positif di masyarakat ketika memasuki bulan ramadhan. Di masjid-masjid atau mushola masyarakat melakukan tadarus Alquran hingga malam. Adapula yang melakukanya secara individu di rumah.

Ahli tafsir Alquran, Prof Quraish Shihab dalam bukunya "Menjawab ?...1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui" menjelaskan membaca Alquran sejatinya tidak terikat dengan waktu. Ia dapat dibaca atau dikhatamkan pada bulan apapun. Karena tidak ada kewajiban mengkhatamkan Alquran pada bulan ramadhan.

Dan menurut Prof Quraish, membaca Alquran disesuaikan dengan kemampuannya. Namun, katanya, memang terdapat anjuran agar setiap muslim membaca Alquran. "Bacalah Alquran karena dia akan tampil di hari kemudian menjadi pembela bagi pembacanya" (HR Muslim melalui Abi Umamah).

Dan juga ada hadis, "Seseorang yang tidak ada sesuatu dalam dirinya dari ayat Alquran adalah bagaikan rumah yang rongsok." (HR at-Tirmidzi melalui Ibnu Abbas).

Prof Quraish menjelaskan mengapa umat Islam tak harus memaksakan menghatamkan Alquran pada bulan Ramadhan. Karena Allah telah menggarisbawahi perintahnya pada Surah al-Muzammil ayat 20,

 مَا تَيَسَّرَ مِنْهُۙ

(Apa yang mudah bagi kamu dari Alquran).

"Tentu saja akan sangat baik bila seseorang dapat menyelesaikan bacaannya dari awal hingga akhir, karena itulah sunnah Nabi Muhammad SAW,".

Kata Prof Quraish, malaikat Jibril turun setiap tahun untuk mendengarkan bacaan Nabi pada bulan Ramadhan dan pada tahun terakhir kehidupan Nabi. Kendati demikian Prof Quraish menegaskan tidak usah memaksakan mengkhatamkan Alquran selama ramadhan jika memang tidak mempunyai kemampuan.

Sebab jika dipaksakan dikhawatirkan bacaannya keliru dan tidak khusyu' serta tidak bisa memahami ayat dari Alquran. Prof Quraish lebih cenderung menganjurkan membaca Alquran sambil berusaha memahami pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.

Para sahabat Nabi menyatakan "Kami tidak membaca satu bagian ayat ke bagian lain, sampai kami memahami artinya dan mengamalkan pesannya." Prof Quraish mengatakan yang buruk adalah tidak membaca Alquran sama sekali di bulan ramadhan.

Kendati demikian pendapat Prof Quraish ini tidak boleh menjadi alasan menurunkan semangat mengkhatamkan Alquran pada bulan ramadhan. Sebab mengkhatamkan Alquran adalah tradisi Nabi Muhammad setiap bulan ramadhan.

Semoga Bermanfaat

GUGURNYA HAK WARITS

 

GUGURNYA HAK WARIS KARENA 5 HAL



Kita ketahui bersama, ketika seseorang meninggal dunia, pasti mewariskan hartanya kepada ahli waris, seperti kerabat hakiki (adanya nasab), pernikahan dengan akad yang sah, dan kekerabatan karena sebab hukum. Namun ketiga hak waris tersebut akan dinyatakan gugur atau tidak menerima warisan bilamana ia masuk dalam kategori berikut ini;