NASEHAT BIJAK ULAMA MUHASABAH AKHIR TAHUN

 

NASEHAT BIJAK 

MUHASABAH AKHIR TAHUN



Di penghujung tahun, nasihat-nasihat dari para ulama terdahulu dapat menjadi bahan muhasabah bagi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik di tahun mendatang. Kehidupan di tahun depan seharusnya membawa perubahan positif, baik dalam ibadah, pekerjaan, menjaga halal dan haram, maupun perbaikan dalam hubungan sosial dan kemasyarakatan. Kita juga perlu bersemangat menjaga diri dari dosa dan terus istiqamah dalam menyebarkan kebaikan.

SANTRI IDEAL

 SANTRI IDEAL




Ilmu ini merupakan sharing dari informasi yang disampaikan oleh K Abd Warits Anwar selaku pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda Desa Pakamban Laok  juga sebagai Wakil Rais MWCNU Pragaan menyatakan dalam sambutannya bahwa ini merupakan pembekalan bagi santri yang akan berlibur hingga satu pekan ke depan. tersebut mengingatkan pada santri bahwa di tengah pandemi santri harus mematuhi protokol kesehatan saat melalui liburan di rumahnya masing-masing.

KEUTAMAAN BACA BASMALAH

 KEUTAMAAN BACA BASMALAH



Salah satu cara agar kegiatan yang dilakukan senantiasa bermakna ibadah dan dalam lindungan Allah SWT adalah dengan membaca bismillahirrahmanirrahim atau basmalah.

KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan bahwa umat Islam boleh terperangah dan kagum terhadap capaian orang Barat dalam hal teknologi. Demikian pula warga Eropa dengan budaya yang dianggap lebih maju dibandingkan kalangan Timur Tengah dan umat Islam secara umum.

JANJI ALLAH KEPADA PENGHAFAL ALQUR'AN

 JANJI ALLAH NKEPADA PENGHAFAL ALQUR'AN



Tak hanya memberI keutamaan bagi yang gemar membaca Al Qur’an, ternyata Allah juga telah berjanji memberikan keutamaan bagi seseorang yang mempelajari dan menghafalkan Al Qur’an. Apa saja janji Allah kepada para penghafal Al Qur’an ?

Kisah Abdurrahman bin Auf, Sahabat Nabi yang Selalu Gagal buat Jadi Miskin

 

Kisah Abdurrahman bin Auf, Sahabat Nabi yang Selalu Gagal buat Jadi Miskin


Nabi Adam AS dan istrinya Hawa diturunkan ke bumi setelah sebelumnya tinggal di surga. Setelah peristiwa itu, seluruh anak keturunan Nabi Adam AS hidup di bumi. Ada riwayat yang mengisahkan Nabi Musa AS pernah menyalahkan Nabi Adam AS terkait hal ini.

KISAH NABI MUSA BERDEBAT DENGAN NABI ADAM

 KISAH NABI  MUSA BERDEBAT  DENGAN  NABI ADAM PENYEBAB TINGAL DI  BUMI



Nabi Adam AS dan istrinya Hawa diturunkan ke bumi setelah sebelumnya tinggal di surga. Setelah peristiwa itu, seluruh anak keturunan Nabi Adam AS hidup di bumi. Ada riwayat yang mengisahkan Nabi Musa AS pernah menyalahkan Nabi Adam AS terkait hal ini.

BIOGRAFI SAHABAT ABU BAKAR

 BIOGRAFI SAHABAT ABU BAKAR



Kehidupan Sebagai Khalifah

Abu Bakar Al-Shiddiq menjadi khalifah pertama umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M. Beliau dipilih oleh para sahabat dengan bai’at (sumpah setia) di Saqifah Bani Sa’idah. Masa kekhalifahannya berlangsung selama dua tahun, dua bulan, dan empat belas hari.

ASESMEN BAB 3 (KELAS X)

 ASESMEN PENGETAHUAN 

BAB 3




A.     Berilah tanda silang (X) pada huruf A, B, C, D atau E pada jawaban  yang paling tepat!

1.     Harta benda yang dimiliki oleh seseorang berpotensi menjerumuskannya dalam jeratan tipu daya setan. Padahal, harta karunia Allah Swt. tersebut seharusnya digunakan sebagai sarana ibadah. Berikut ini merupakan contoh penggunaan harta yang benar, kecuali ….

MENGHINDARI SIFAT HASAD

 MENGHINDARI SIFAT HASAD





Setiap manusia diciptakan oleh Allah Swt. memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Seseorang yang memiliki banyak kelebihan bukan berarti tanpa kekurangan. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang memiliki banyak kekurangan bukan berarti tanpa kelebihan. Tak seorang pun di dunia ini yang sempurna. Ketidakmampuan dalam mengelola kekurangan diri serta berlebihan dalam menunjukkan kelebihan akan berakibat muncunya sifat hasad.

MENGHINDARI SIFAT TAKABBUR

 MENGHINDARI SIFAT TAKABBUR


Takabur adalah sikap seseorang yang menunjukkan sifat sombong atau  merasa lebih kuat, lebih hebat dibanding orang lain. Orang takabur selalu meremehkan dan merendahkan orang lain, tidak mau mengakui kehebatan dan keberhasilan orang lain, dan menolak kebenaran. Pendapat orang lain dianggap tidak ada gunanya, dan tak mau menerima saran dari orang lain. Sifat takabur termasuk penyakit hati yang sangat dibenci oleh Allah Swt., karena membuat seseorang ingin terus menerus menunjukkan kehebatan dirinya di hadapan orang lain.

MENGIHNDARI SIFAT RIYA DAN SUM'AH

 

MENGHINDARI SIFAT RIYA DAN SUM'AH



Secara bahasa, sum’ah berarti  memperdengarkan. Secara istilah, sum’ah yaitu  memberitahukan atau memperdengarkan  amal ibadah yang dilakukan kepada orang lain  agar dirinya mendapat pujian atau sanjungan.  Sedangkan riya’, secara bahasa berarti  menampakkan atau memperlihatkan. Secara  istilah, riya’ yaitu melakukan ibadah dengan niat supaya mendapat pujian atau penghargaan dari orang lain.

MENGHINDARI HIDUP BERFOYA-FOYA

 MENGHINDARI HIDUP BERFOYA-FOYA


Kebanyakan manusia memiliki cenderungan terhadap uang dan harta  melimpah. Meskipun ada manusia yang tidak begitu tertarik dengan harta  duniawi, mereka berlaku zuhud dengan lebih mengutamakan kehidupan  akhirat. Jenis manusia seperti ini jumlahnya sangatlah kecil. Secara kodrat alamiah, manusia memang memiliki tabiat mencintai harta. Pada saat uang dan hartanya melimpah, perilakunya bisa berubah menjadi lebih konsumtif. Ia akan mudah membuat keputusan untuk membeli barang-barang mewah, meskipun barang tersebut kurang begitu penting bagi diri dan keluarganya.

Sesungguhnya gaya hidup seperti itu salah, karena termasuk kategori menghamburkan harta, pemborosan dan berfoya-foya. Berfoya-foya merupakan pola pikir, sikap dan tindakan yang tidak seimbang dalam memperlakukan harta.

Harta merupakan cobaan bagi pemiliknya, jika harta digunakan dengan  baik maka harta bisa bermanfaat baginya, sebaliknya kalau harta dikelola secara  salah maka akan mencelakakannya. Harta bisa menjadi tercela jika dijadikan  tujuan utama oleh pemiliknya, dan dalam proses mencarinya tidak diniatkan  untuk beribadah kepada Allah Swt. Islam melarang perilaku berlebih-lebihan  atau melampaui batas (israf) dan boros (tabzir) dalam membelanjakan harta, keduanya termasuk perbuatan setan. Sebaliknya, Islam menganjurkan umatnya untuk hidup bersahaja, seimbang dan proporsional. Perhatikan Q.S al-Isra’/17: 26-27 berikut ini!

………………………………………………..

Artinya: “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur- hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros  itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Q.S  al-Isra’/17: 26-27)

Ayat di atas secara tegas mengatakan bahwa pemboros merupakan saudara setan. Berkaitan dengan sikap berlebih-lebihan atau melampaui batas (israf), Allah Swt. berfirman dalam Q.S al-Furqan/25: 67 berikut ini

………………….

Artinya: “Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang- orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar”. (Q.S al-Furqan/25: 67)

Kata tabzir diulang sebanyak tiga kali dalam Al-Qur`an, sedangkan kata  israf diulang sebanyak dua puluh tiga kali dengan berbagai bentuknya. Ayat  di atas menyatakan secara tegas larangan tabzir dan israf. Sikap tabzir dan  israf memiliki kemiripan perngertian dan makna. Tabzir (boros) adalah  perilaku membelanjakan harta tidak pada jalannya. Dengan kata lain, yang  dimaksud pemborosan yaitu mengeluarkan harta tidak haq. Apabila seseorang mengeluarkan harta sangat banyak tetapi untuk hal-hal yang dibenarkan oleh Islam, maka bukan termasuk pemborosan. Sebaliknya, jika seseorang mengeluarkan harta meskipun sedikit, tetapi untuk hal-hal yang dilarang agama, maka ia termasuk pemboros.

Allah Swt. sangat tidak menyukai seseorang yang mempergunakan harta  secara berlebihan (israf) dan tanpa manfaat. Mereka menghamburkan harta sia-sia dan melupakan hak-hak orang lain atas hartanya. Seseorang disebut berperilaku israf apabila ia membelanjakan harta melewati batas kepatutan  menurut ajaran Islam, dan tidak ada nilai manfaatnya untuk kepentingan  dunia maupun akhirat. Sifat israf ini dipengaruhi oleh godaan uang dan harta  pada seseorang yang lemah imannya.

Berikut ini beberapa contoh perilaku tabzir dan israf daalam kehidupan sehari-hari:

Contoh tabzir dan israf dalam makan dan minum:

Seseorang mengambil banyak makanan dan minuman pada suatu  acara tasyakuran. Ia takut tidak mendapat bagian, tanpa sama sekali tidak mempertimbangkan daya tampung perut. Akhirnya ia tidak sanggup menghabiskan makanan dan minuman tersebur.

Contoh tabzir dan israf dalam berbicara:

Berkata-kata yang tidak penting dan tidak perlu, baik secara langsung bertemu dengan lawan bicara ataupun melalui media elektronik, termasuk media sosial. Contoh lain misalnya, menggunakan kuota internet untuk searching dan chatting hal-hal yang tidak perlu.

Contoh tabzir dan israf dalam penampilan:

Memakai perhiasan emas di kedua tangan, leher, jari jemari, dan kaki pada saat pertemuan warga. Berpakaian mahal, mewah lengkap dengan tas import dari luar negeri.

Selain di atas, masih banyak lagi contoh perilaku tabzir dan israf dalam kehidupan sehari-sehari.

Dampak negatif sifat hidup berfoya-foya

Banyak dampak negatif dari sikap hidup berfoya-foya, di antaranya:

1)     Terlalu sibuk mengurusi kebahagiaan duniawi, melalaikan akhirat

        Dunia dianggap sebagai tempat persinggahan terakhir, padahal akhiratlah  tujuan akhir kehidupan manusia. Mereka sibuk mencari kebahagiaan dunia  dengan menumpuk-numpuk harta hingga melupakan hidup di akhhirat

2)     Menimbulkan sifat iri, dengki, dan pamer

        Membelanjakan secara berlebihan dan boros serta memamerkannya  kepada orang lain akan memicu sifat iri, dengki dari orang lain. Sifat ini  akan memicu konflik di tengah masyarakat

3)     Dapat memicu frustasi apabila hartanya habis

        Pengeluaran harta yang tidak terkontrol karena memperturutkan gengsi dan hawa nafsu akan mengakibatkan frustasi. Mereka sangat khawatir apabila hartanya habis dan tidak bisa lagi membeli sesuatu untuk memuaskan keinginannya.

4)     Berpotensi menimbulkan sifat kikir

        Kekhawatiran berlebihan atas kekurangan harta membuat mereka bersifat kikir dan tidak mau berbagi dengan sesama. Karena takut jatuh miskin, akhirnya tidak ada kepedulian kepada fakir miskin yang benar-benar membutuhkan bantuan.

Cara menghindari sifat hidup berfoya-foya:

Agar terhindar dari sifat hidup berfoya-foya, lakukanlah hal-hal berikut ini

1)     Membelanjakan harta sesuai dengan skala priorias kebutuhan

        Antara kebutuhan primer, sekunder dan tersier harus dibuat prioritas mana yang harus dipenuhi terlebih dahulu.

2)     Membiasakan bersedekah dan membantu orang lain

        Harta kita yang sebenarnya adalah harta yang disedekahkan kepada orang lain. Kebiasaan bersedekah akan membangkitkan rasa empati kepada orang lain. Lebih dari itu, akan mempererat hubungan antar sesama warga masyarakat

3)     Bergaya hidup sederhana

        Hidup apa adanya akan membuat hati dan pikiran tenteram. Ia akan merasa bahagia apabila melihat orang lain hidup berkecukupan. Dan akan tergerak untuk membantu orang lain yang membutuhkan.

4)     Selalu bersyukur

        Menerima dengan senang hati atas semua karunia dari-Nya akan  membuahkan ketenangan batin. Seseorang yang syukur bil qalb (syukur  dalam hati) akan menyadari sepenuhnya bahwa segala nikmat itu adalah  bentuk kasih sayang Allah Swt. Kemudian tumbuh keyakinan bahwa Allah  Swt. telah menjamin rejeki semua mahkluk ciptaan-Nya. Tidak mungkin  Allah Swt. akan membiarkan manusia hidup sengsara. Di samping syukur  bil qalb, bersyukur juga dapat diungkapkan bil lisan, yakni dengan  mengucapkan kalimat tahmid (alhamdulillah) dan berdoa kepada Allah  Swt. dan syukur bil arkan, yakni dengan menggunakan nikmat sesuai  peruntukkannya.

5)     Bertindak selektif dan terencana

        Merencanakan kehidupan di masa  datang akan membuat seseorang lebih  selektifdalammemutuskanpenggunaan  harta. Membiasakan diri menyisihkan  uang saku untuk ditabung merupakan  sikap bijak. Lebih dari itu, sikap hemat  dan bijak dalam menggunakan kuota internet juga harus dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari.

6)     Bersikap rendah hati

        Harta merupakan titipan dari Allah Swt. agar dipergunakan di jalan-Nya.  Sesungguhnya kehidupan dunia merupakan ladang untuk beramal demi  kebahagiaan akhirat. Oleh karenanya, seseorang harus menjauhi perasaan  paling kaya dan paling hebat. Kekayaan seseorang di muka bumi ini tidak  ada artinya dibanding kebesaran dan kekuasaan Allah Swt. Sebagai pelajar  seharusnya kalian menghindari perasaan paling pintar, paling kuat dan  paling hebat di kelas atau sekolah.

Islam melarang umatnya bersifat berlebihan dan kikir. Antara sifat berlebihan dan kikir merupakan dua kutub yang berlawanan, namun keduanya merupakan sifat tercela yang harus dihindari. Orang kikir atau bakhil akan mementingkan diri sendiri, yang penting dirinya kecukupan, semua kebutuhan terpenuhi, dan ia tidak peduli atas derita yang dialami orang lain. Ia tidak akan mau mengorbankan hartanya, tenaganya, waktunya untuk kepentingan agama Islam. Kebakhilan akan merugikan diri sendiri, bahkan mendapat siksa di akhirat kelak. Perhatikan Q.S. Ali Imran/3: 180 berikut ini

 

 

Artinya: “Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Ali Imran/3: 180)

 

Rasululullah Saw. bersabda dalam sebuah hadis berikut ini

 

 

Artinya: “Dari Jabir bin Abdullah r.a., bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

 

“Jauhilah (takutlah) oleh kalian perbuatan zalim, karena kezaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat. Dan Jauhilah oleh kalian sifat kikir, karena kikir telah mencelakakan umat sebelum kalian, yang mendorong mereka untuk menumpahkan darah dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan bagi mereka”. (H.R. Muslim)



KISAH INSPIRATIF (PENGHUNI SURGA)

 


PENGHUNI SURGA

Pada sebuah kesempatan di masjid Nabawi, ketika para sahabat  duduk-duduk bersama Rasulullah Saw., beliau berkata : “akan datang  kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga”. Ucapan  Rasulullah Saw. tersebut tentu saja membuat para sahabat penasaran  terhadap sosok tersebut. Apakah dia salah satu sahabat yang paling luar  biasa ibadah shalatnya, puasanya? Atau punya amal istimewa seperti  apa?. Tak lama kemudian, seorang laki-laki dari golongan sahabat Anshar lewat, tampak jenggotnya basah dengan air wudhu dan tangan kirinya membawa sandal. Para sahabat bertanya-tanya alasan apa yang membuat laki-laki tersebut menjadi penghuni surga.

CIRI ORANG MENJATUHKAN KITA

 CIRI ORANG MENJATUHKAN KITA




10 Ciri Orang yang Ingin Menjatuhkan Kita dalam Kehidupan Sehari-hari

1.       Penyebaran Rumor dan Gosip

          Orang yang ingin menjatuhkan kita sering menggunakan strategi ini untuk merusak reputasi dan hubungan. Cara terbaik adalah menghadapi rumor secara langsung dan menjaga hubungan yang positif.

2.       Sikap Pura-pura Peduli

          Be cautious terhadap orang yang berpura-pura peduli. Perhatikan ketidak konsisten dalam kata-kata dan tindakan mereka untuk memastikan apakah mereka benar-benar peduli.

3.       Isolasi Sosial

          Mengisolasi seseorang adalah cara untuk mengendalikan dan memanipulasinya. Penting untuk menyadari ini dan mempertahankan hubungan dengan lingkaran sosial Anda.

4.       Pujian yang Tidak Tulus

          Pujian yang sebenarnya bermaksud untuk melemahkan atau mengelabui sulit dikenali. Perhatikan konteks dan respons setelah pujian diberikan.

5.       Menonjolkan Kegagalan

          Orang yang ingin menjatuhkan kita mungkin menonjolkan kegagalan atau kesalahan kita di depan umum. Penting untuk menghadapi ini sebagai bagian dari proses belajar.

6.       Saran Negatif

          Berhati-hatilah terhadap saran yang selalu membuat Anda ragu atau takut untuk maju. Cari bimbingan dari mereka yang memiliki kepentingan terbaik Anda.

7.       Cemburu

          Jangan biarkan cemburu orang lain meredam semangat atau ambisi Anda. Gunakan cemburu sebagai motivasi untuk terus maju.

8.       Kehilangan Dukungan Saat Sulit

          Orang yang ingin menjatuhkan kita sering menghindar saat kita membutuhkan dukungan. Nilai orang-orang yang benar-benar ada untuk Anda dalam masa-masa sulit.

9.       Menghina Aspirasi

          Jangan biarkan orang lain merendahkan atau meragukan mimpi dan tujuan Anda. Mimpi memberi arah dan motivasi untuk maju.

10.     Bertindak Aktif untuk Merendahkan

          Hati-hati terhadap orang yang secara aktif mencoba merendahkan atau meragukan Anda. Jangan biarkan hal ini menghentikan perjalanan menuju potensi penuh Anda.

Dalam perjalanan hidup, kita perlu mampu mengenali tanda-tanda dari orang-orang yang mungkin tidak memiliki niat baik terhadap kita.

 Tetapi ingatlah, selalu cari dukungan dari orang-orang yang benar-benar ingin melihat Anda berhasil.

Jangan biarkan tindakan atau kata-kata orang lain menghalangi Anda dari mencapai potensi penuh Anda. Dengan mengenal ancaman, 10 ciri orang yang ingin menjatuhkan kita dalam kehidupan sehari-hari

Dilansir Timenews.co.id Semoga bermanfaat untuk pembaca.***


TATA KRAMA NABI MUSA BELAJAR ILMU KEPADA NABI KHIDIR

 TATA KRAMA NABI MUSA BELAJAR ILMU KEPADA NABI KHIDIR



Menuntut ilmu adalah salah satu aktivitas kehidupan yang dianjurkan oleh syariat dengan anjuran yang tegas. Sebagai bukti ketegasannya, umat manusia diperintahkan menuntut ilmu tanpa batasan dimensi waktu dan tempat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Tuntutlah ilmu semenjak kamu terbaring di ayunan sampai beristirahat panjang di liang kuburan”. Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China”.  

Dua hadits Nabi di atas secara tersirat menggambarkan akan begitu pentingnya aktivitas menuntut ilmu itu. Hadits pertama memberi pemahaman bahwa tiada batasan waktu dalam menuntut ilmu. Atau dengan istilah lain tiada kata terlambat untuk mendapatkan ilmu Allah yang membahari itu.   Sementara hadits kedua menekankan pemahaman tentang dimensi tempat, artinya aktivitas menuntut ilmu sama sekali tak terbatas oleh dimensi tempat.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian saat beliau berada di kota Madinah yang saat itu. Sebab, di tempat itulah Islam tumbuh dan berkembang. Kendati demikian, saat memerintahkan umatnya menuntut ilmu Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam masih menyebutkan negeri China. Mengapa? Untuk menegaskan bahwa mencari ilmu walau sejauh apa pun—bahkan sampai ke China—tetap harus dilakukan.  

Namun, menuntut ilmu tidaklah sama dengan mencari kayu bakar di hutan yang hanya tinggal mengumpulkan dan membawanya pulang. Pencari kayu bakar memiliki kebebasan untuk keluar-masuk hutan kapan saja dan mengumpulkan kayu apa saja dan sebanyak mungkin. Akan tetapi seorang penuntut ilmu memiliki tata cara dan aturan dalam mencari ilmu yang dikenal dengan adãb al-muta’allim.   

Al-Imam Fakhruddin ar-Razi, yang hidup di abad kelima hijriah, dalam kitabnya Tafsir al-Fakhru ar-Razi atau yang lumrah dikenal dengan Mafãtîh al-Ghaib, memiliki kajian yang sangat mendalam dan menakjubkan saat menafsirkan surah al-Kahfi ayat 66 yang menceritakan bagaimana Nabi Musa sebelum berguru kepada Nabi Khidir ‘alaihima as-salam.  

Dari firman Allah subhanahu wa ta’ala yang berbunyi:

  قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا  

Artinya: Musa berkata kepadanya (Khidir), “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu sebagai petunjuk?”   

Al-Imam Fakhruddin ar-Razi berhasil memunculkan dua belas adab atau tata karma dalam menuntut ilmu. Namun dalam tulisan ini ada tiga poin adab yang disatukan pembahasannya dengan poin adab yang lain. Sehingga yang tercantum dalam tulisan ini hanya sembilan adab. Di antaranya adalah:  

1.      Mengabdi dan bersikap tawadhu’ (rendah hati) terhadap guru  

          Dari kisah Nabi Musa yaitu saat menyampaikan maksud bahwa beliau hendak ikut kepada Nabi Khidir dengan kalimat هل أتّبعك (bolehkah aku mengikutimu) memberikan sebuah teladan baik sebagai bentuk adab kepada seorang guru. Artinya seharusnya seorang murid sebelum menimba ilmu dari gurunya agar meminta izin terlebih dahulu dengan cara mengikrarkan kesediaannya untuk ikut dan mengabdi terhadap sang guru. Dan itu adalah sebentuk ketawadukan atau sikap rendah hati yang begitu agung dari seorang murid.

          Dan melalui kalimat أتّبعك ar-Razi memunculkan satu kesimpulan bahwa dalam menuntut ilmu seorang murid harus ikut kepada gurunya secara kafah, tanpa syarat dan ketentuan apa pun. Terbukti saat prosesi permintaan izin untuk ikut dengan Nabi Khidir, Nabi Musa tidak menyertakan syarat apa pun.  

2.      Menyatakan diri sebagai murid yang tak tahu apa-apa  

          Dalam menuntut ilmu seorang murid dilarang keras untuk menyanjung dirinya, bersikap angkuh, atau menampakkan kepintarannya di hadapan sang guru guna menunjukkan bahwa dirinya telah menguasai satu atau beberapa bidang keilmuan tertentu. Melainkan sebagai bentuk akhlak mulia dalam menuntut ilmu, seorang murid harusnya menampakkan bahwa ilmu yang dimilikinya sangatlah dangkal dan tak dalam, sekaligus memuji sang guru sebagai seorang cendekiawan dengan wawasan yang tinggi. Sehingga menjadi suatu pendorong kuat untuk memperoleh bimbingan intelektual dari sang guru yang wawasan intelektualnya membahari itu.  

3.      Ketidakbolehan memiliki banyak permintaan kepada guru  

          Termasuk adab menuntut ilmu, seorang murid tak ubahnya bagai orang fakir yang mengemis meminta harta kepada seorang yang kaya raya. Artinya seorang pengemis tidak mungkin meminta seluruh harta atau separuh dari harta yang dimiliki oleh orang kaya tersebut. Melainkan ia hanya meminta nol koma sekian persen saja dari persentase seluruh harta si kaya. Begitu juga seorang murid kepada gurunya. Sang murid tidak diperkenankan untuk meminta banyak dari ilmu sang guru.

          Pendek kata, sebagai murid yang berakhlak mulia seharusnya agar tidak meminta kepada sang guru dalam hal keilmuan untuk dijadikan sealim gurunya atau bahkan melebihi kealiman sang guru. Tentu menyalahi tata karma ketika si pengemis meminta harta berlimpah kepada seseorang agar memiliki kekayaan yang sama dengan orang yang dimintai itu. Kendatipun demikian, sebagai guru yang baik dan profesional, pasti memiliki cita-cita yang luhur untuk para anak didiknya. Yaitu bagaimana setiap anak didiknya mampu melebihi keilmuan dirinya.  

4.      Mengakui bahwa semua ilmu datangnya dari Allah  

          Adab selanjutnya adalah bertitik fokus pada pemantapan hati seorang murid bahwa dalam menuntut ilmu sang murid harus meyakini sepenuhnya bahwa seluruh ilmu datangnya dari Allah subhanhu wa ta’ala. Bahkan termasuk ilmu yang dimiliki oleh gurunya. Hal ini al-Imam Fakhruddin ar-Razi mengkajinya melalui kalimat مما علّمت (sebagian dari ilmu yang diajarkan kepadamu). Jadi dalam konteks ini, Nabi Musa meminta kepada Nabi Khidir agar beliau berkenan mengajarkan sebagian ilmu yang diajarkan Allah kepadanya. Adab semacam ini lebih membuka terhadap kasih sayang seorang guru kepada muridnya. Sehingga ia berkenan untuk mengajarkan dan membimbing sang murid tersebut.  

5.      Meminta petunjuk dan bimbingan dari guru  

          Sebagaimana telah maklum bersama bahwa tujuan agung dari belajar dan menuntut ilmu adalah menjaga diri secara khusus dan umat manusia pada umumnya agar tidak terperosok ke dalam lubang kesesatan dan kehancuran. Akan tetapi, hanya dengan ilmu, seseorang tidak akan mampu mengubah ajakan kesesatan itu menjadi spirit kebaikan kecuali dengan petunjuk dan bimbingan dari seorang guru. Itulah hikmah dari Firman Allah subhanahu wa ta’ala ممّا علّمت رشدا.   Jadi dalam penggalan ayat tersebut terdapat kalimat علّمت yang merepresentasikan makna ‘ilmu’ yang disandingkan dengan kata الرشد (petunjuk).

          Dapat disimpulkan bahwa termasuk adab mulia dalam menuntut ilmu yaitu seorang murid tidak hanya meminta ilmu kepada gurunya melainkan juga memohon petunjuk, nasihat dan arahan ke jalan yang benar. Sehingga tujuan pensyariatan menuntut ilmu tersebut tercapai. Karena banyak umat manusia terjerumus ke jalan yang salah bukan karena tidak tahu bahwa itu salah. Tetapi karena tidak ada yang memberi nasihat dan dorongan agar tidak meniti titian kesesatan tersebut.   

6.      Ketidakbolehan menentang dan membantah apa yang dilakukan guru  

          Telah dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa mengabdi adalah salah satu cara merealisasikan adab saat menuntut ilmu, yang dimana dalam mengabdi kepada guru ada beberapa hal fundamental yang sekaligus juga menjadi tata krama dalam menuntut ilmu. Salah satunya adalah taslim menyerahkan diri sepenuhnya kepada sang guru. Hal semacam ini telah menjadi tradisi di pesantren-pesantren salaf di Indonesia. Dalam hal pernikahan misalnya, baik santriwan maupun santriwati yang telah taslim kepada seorang kiai atau pengasuh sebuah pesantren, tidak perlu sibuk mencari pasangan hidupnya. Karena mereka menunggu keputusan sang kiai tentang kapan dan dengan siapa mereka akan dinikahkan.    

7.      Mencari ilmu pengetahuan tanpa perhitungkan status sosial  

          Termasuk pelajaran yang dapat kita petik dari kisah perjalanan nyantri-nya Nabi Musa kepada Nabi Khidir ialah bahwa menuntut ilmu tidak boleh memperhitungkan status sosial. Dalam hal ini kata mutiara

 “أنظر ما قال ولا تنظر من قال

          (perhatikanlah apa yang dikatakan dan jangan perhatikan siapa yang mengatakan) yang dituturkan oleh bab al-ilmi sayidina Ali karramallahu wajhah adalah yang paling tepat untuk mengungkapkan substansi dari pembahasan dalam poin ini. Nabi Musa 'alaihissalam dalam perjalanan nyantri-nya tidak pernah sedikit pun mempermasalahkan status sosial beliau sebagai nabi kaum Bani Israil. Beliau tetap menjunjung tinggi akhlak dan ketawadukan beliau kepada sang guru. Begitu juga gurunya, Nabi Khidir 'alaihissalam. Sang guru bukannya tidak tahu bahwa yang datang menemui beliau dan memintanya menjadi guru adalah seorang nabi Bani Israil, sang Kalîmullah, melainkan karena sang guru paham bahwa kebenaran tidak mesti diberikan kepada orang dengan status sosial yang tinggi, akan tetapi kebenaran dianugerahkan kepada siapa saja yang Allah kehendaki.   

8.      Mondok untuk mengabdi dan kemudian mengaji  

          Selanjutnya adalah soal manajemen waktu. Seorang thâlib al-‘ilmi (pencari ilmu) tatkala berguru, sebaiknya pertama kali yang ia lakukan adalah mengabdi kepada sang guru, baru kemudian mengaji dan menimba ilmu dari gurunya. Hal ini kerap diistilahkan dengan الخدمة قبل العلم (mengabdi sebelum mengaji). Kajian ini disimpulkan ar-Razi dari penggalan ayat

 هل أتّبعك على أن تعلّمني

          (apakah aku boleh mengikutimu agar engkau dapat mengajarkanku..). Dalam penggalan ayat tersebut penyebutan أتّبعك yang menjadi representasi dari makna ‘mengabdi’ disebutkan lebih dahulu dari pada kalimat أن تعلّمني yang merepresentasikan makna ‘mengaji’. Sehingga disimpulkan oleh ar-Razi bahwa termasuk adab menuntut ilmu adalah mendahulukan pengabdian terhadap sang guru sebelum mengaji dan menimba ilmu darinya.   

9.      Belajar harus untuk ilmu bukan yang lain  

          Adab menuntut ilmu yang terakhir adalah berkenaan dengan niat dan tujuan menuntut ilmu. Sebagai penuntut ilmu harus mampu memperbaiki niat dan tujuan dalam menuntut ilmu. Berkaitan dengan hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

    إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله، فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها، فهجرته إلى ما هاجر إليه  

          Artinya: "Seluruh amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan setiap orang hanya (akan memperoleh ganjaran) dari apa yang diniatkannya. Oleh karena itu, barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya. (HR. Bukhari-Muslim).   Nasihat terbaik ar-Razi kepada para penuntut ilmu yang tersirat dalam Mafatih al-Ghaib-nya yaitu agar jangan sampai aktivitas mulianya ternodai dengan niat dan tujuannya sendiri. Menuntut ilmu jangan sekali-kali diniatkan sebagai ladang mencari harta dan tahta di masa mendatang. Wallahu a’lam. 


 

          Semoga bermanfaat 

          Sumber: https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/9-adab-mencari-ilmu-dari-kisah-nabi-musa-dan-nabi-khidir-J04Iv





ALASAN ORANG LAIN TIDAK MENGHARGAI

 ALASAN ORANG LAIN TIDAK MENGHARGAI

 


1.    Tidak Menghargai Diri Sendiri

      Belajar mencintai diri sendiri adalah hal yang utama. Bagaimana orang bisa menghargaimu kalau kamu tidak bisa menghargai dirimu sendiri?

SYARAT ILMU BERMANNFAAT

 SYARAT SUPAYA ILMU BERMANFAAT



Ada empat syarat agar ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi orang lain.

Pertama, adalah ikhlas dalam menuntut ilmu. Yakni, menuntut ilmu dengan niatan untuk menghilangkan kebodohan, bukan sebab yang lain. Sebab menurut Kiai Zuhri, menuntut ilmu itu hukumnya wajib.